MAUT DI ANTARA DERU KERETA (Cerita Lain dalam Perjalanan Gebyar Literasi MediaGuru)
Tak banyak orang yang tahu tentang peristiwa ini. Apalagi bila ia termasuk orang yang jarang bepergian dengan menggunakan kereta api. Termasuk saya. Saya pun tak tahu tentang hal ini. Biasanya saya bepergian dengan kereta api untuk jarak pendek. Misalnya Malang-Blitar. Baru sekali ini saya bepergian jauh menggunakan alat transportasi antimacet tersebut. Saat itu dengan tujuan Malang-Jakarta dan sebaliknya untuk mengikuti acara Gebyar Literasi MediaGuru 20-21 Mei.
Beberapa minggu lalu, dari Jakarta ke Malang, kereta yang saya tumpangi berangkat pukul 15.15 WIB. Sampai di Malang diperkirakan pukul 7.50. Saat itu saya duduk di kereta ekonomi di gerbong kelima. Saya begitu menikmati perjalanan dengan kereta api meskipun di luar kereta, tampak pekat. Sesekali terlihat lampu-lampu jalanan. Selebihnya gelap.
Pukul 22.00 mata saya sudah tak mampu saya buka. Berat menggelayut. Saya tidak tahu pasti apakah saya sudah benar-benar tertidur ketika saya rasakan roda kereta berjalan seperti tersendat kemudian terasa beberapa kali goncangan. Refleks saya terbangun dan mengucap istighfar. Dalam bayangan saya, kereta yang saya tumpangi anjlok atau akan terguling. Pikiran buruk menyergap. Namun pikiran itu segera lenyap karena goncangan yang terasa mereda dan kereta berjalan mulus sebagaimana sebelumnya.
“Mas, itu tadi apa ya?” tanya saya pada penumpang yang duduk di samping saya.
“Lha menurut Mbak, apa?” tanya balik pada saya. Aneh. Mungkin dia juga tidak tahu sehingga melontarkan pertanyaan itu.
“Kalau menurut saya tadi itu mungkin kereta ini akan anjlok, atau melindas batu sehingga ada guncangan.” jawab saya penuh percaya diri.
“Mbak jarang naik kereta api malam ya?”
Lha, dia balik bertanya lagi. Benar-benar menyebalkan. Tapi demi kebersamaan sesama penumpang, saya toh menjawabnya juga.
“Iya. Memangnya kenapa Mas?”
“Oh, pantas,” jawabnya sambil tersenyum. Senyum itu senyum yang cukup menyebalkan pula.
“Lha terus, menurut Mas apa coba?” tanya saya dengan nada setengah jengkel.
“Gini, Mbak,” katanya memulai. Wajahnya yang tadi terkesan meremehkan sekarang tiba-tiba berubah serius. Saya jadi memperhatikannya.
“Sekarang Mbak pikirkan, kalau kereta ini anjlok, tak perlu muncul guncangan semacam tadi. Anjlok ya sudah. Jlek, kereta langsung berhenti.”
Saya menyimak dengan saksama.
“Tapi tadi kan beda, seperti ada sensasi berguncang semacam kalau kita bersepeda melindas batu. Kalau bersepeda jelas batunya bisa kita bayangkan seberapa. Nah, ini kan kereta. Seberapa besarkah batunya sehingga membuat kereta dengan kecepatan tinggi mampu berguncang?”
Saya diam. Benar juga yang dikatakannya.
“Jangan kaget ya Mbak. Paling guncangan itu tadi karena ada orang yang bunuh diri lalu terlindas kereta api ini,” katanya ringan.
“Ha? Masak?” Saya terperangah.
“Ah nggak mungkin. Kereta api jelas akan berhenti jika melindas manusia. Manusia lo Mas, bukan karung beras,” sanggah saya.
“Ya iyalah Mbak, manusia bukan karung beras. Masalahnya, kereta ini kecepatannya sangat tinggi. Coba lihat di luar sana, gelap gulita,” jelasnya.
“Tapi kan ada masinis, gak mungkin lah masinis tidak tahu kalau melindas orang,” bantah saya. Mata saya tiba-tiba terbuka. Rasa kantuk menguap di antara deru kereta dan serunya perbincangan kami.
“Nah, itu dia. Bergantung orangnyalah. Kali dia berdiri mungkin terlihat. Nah, kalau posisinya telungkup atau telentang di rel kereta, apa masinis bisa melihatnya dengan jelas?”
Saya terdiam.
“Mbak, kalau Mbak sering naik kereta malam hari. Hal semacam ini akan sering Mbak alami. Itu hal yang biasa. Di jalur kota-kota besar, hampir tiap hari, tiap malam ada saja orang yang sengaja bunuh diri di rel kereta. Ini mungkin menjadi pilihan terbaik bagi mereka seab jaminannya memang lebih cepat mati daripada minum baygon yang sering tidak manjur,” jelasnya.
Bulu-bulu halus di tengkuk saya meremang.
Saya jadi ingat cerita dari teman saya. Dia juga hendak mengikuti Gebyar Literasi MediiaGuru di jakarta. Ketika dia naik kereta malam dalam perjalanan ke Jakarta, terjadi beberapa guncangan kemudian kereta berhenti. Setelah dicek. Benar, ada orang yang bunuh diri. Sebelum kejadian, orang itu berdiri sehingga masinis dapat melihatnya. Karena kecepatan yang tinggi, masinis tak dapat berbuat apa-apa kecuali terpaksa menabrak kemudian melindas orang tersebut. Masinis yang syok kemudian digantikan oleh masinis lain. Itupun di stasiun berikutnya. Dia malah mau mengirim gambar korban itu pada saya. Entah gambar itu dari mana asalnya. Sontak saya tolak.
Kali ini, saya mengalaminya sendiri. Penjelasan yang disampaikan oleh penumpang di samping saya mungkin saja benar. Namun, apapun yang terjadi saat itu, saya berharap kereta yang saya tumpangi tidak melindas jasad manusia.
Jika benar yang disampaikan oleh taman seperjalanan saya itu, alangkah ironis dan tragisnya. Untuk alasan apapun, manusia dilarang menghilangkan nyawa orang lain, apalagi dirinya sendiri. Mengapa harus mengakhiri hidup dengan cara sesadis itu. Toh malaikat pencabut nyawa pasti datang tanpa harus kita minta. Hanya tinggal menunggu waktu.
Tentang masalah. Semua orang pasti punya masalah. Bergantung pada kadar kesanggupannya menerima masalah itu. Tuhan yang mengatur kadarnya. Kadang kita merasa masalah kitalah yang paling berat. Padahal di luar sana, jutaan orang mengalami masalah yang jauh lebih berat dari yang kita tanggung. Selama ruh masih bersemayam di dalam jasad, manusia wajib berusaha menyelesaikan masalah itu. Dengannya, diharapkan ia akan menjadi lebih matang dalam menjalani hidup.
Akan tetapi, bila hanya karena hal remeh lalu diambil keputusan sepihak untuk mengakhiri hidup yang diberikan Sang Khalik, lalu apakah bila maut telah menjemput berarti selesai pula permasalahan yang dihadapi? Tidak sesederhana itu. Sebab setelah itu kehidupan baru di alam lain telah menunggu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
baca tulisan bu Khoen membuat saya merinding, ngeri juga ya bu....
betul...saya sendiri tidak menyangka ada kejadian semacam itu bu...
Saya kira . Penumpang di kereta api tidak merasakan apapun , jika kereta melindas jasad manusia ,mengingat badan kereta yang besar dan dari bahan besi .
Bisa jadi bu...semoga memang bukan.