Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
MIRAS…MIRIS…

MIRAS…MIRIS…

Tahukah Anda bahwa setiap bulan ada korban tewas akibat miras? Saya selalu mengelus dada setiap kali membaca berita tentang bertumbangannya korban pemuja miras tersebut. Ada yang sekadar keracunan, ada yang kritis, dan banyak juga yang akhirnya mengembuskan napas terakhir dengan aroma miras yang masih menyengat. Nauzubilahiminzalik…Umumnya, korban miras adalah remaja usia belasan. Saatnya berkarya, saatnya menutup usia. Sungguh tragis.

Sesungguhnya hingga saat ini saya tak habis pikir dengan hal itu. Berita korban tewas akibat miras sudah menyebar ke seantero negeri ini. Baik itu melalui media cetak, elektronik, maupun media sosial. Namun tetap ada saja remaja yang tewas sia-sia karena menenggak minuman haram tersebut. Apa mereka tidak melihat tayangan berita di televisi? Apa mereka tidak tahu dampak minum miras? Tidak menyimak berita sangat mungkin. Tapi tak tahu dampak minum miras, rasanya tidak logis. Sebab siapapun pasti tahu bahwa miras itu haram, berbahaya bagi kerja otak, dan kesehatan. Tapi apa yang menyebabkan mereka tahu tapi tidak mau tahu? Saya jadi ingin tahu penyebabnya.

Kebetulan saya punya tetangga yang hobi minum miras. Setahu saya, sudah beberapa tahun dia mengakrabi miras. Awalnya saya tidak tahu. Tapi ketika sering melihatnya sempoyongan sambil menggenggam sebuah botol, saya jadi paham apa hobinya. Belum lagi bila ia pulang larut, gedoran tangannya di pintu rumahnya yang sangat keras disertai racauan yang tidak jelas, memperkuat dugaan saya itu. Saya biasanya mengambil jarak bila dia sedang mabuk. Khawatir dia akan berbuat hal-hal yang menakutkan, misalnya mengamuk, maka saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala seraya berdoa semoga dia bisa meninggalkan hobi mengerikannya itu.

Suatu saat saya menjumpainya sedang dalam kondisi normal. Itu terlihat dari caranya beraktivitas. Iseng saya bertanya padanya yang saat itu sedang mencuci sepeda motor di halaman dekat rumah saya.

“Wah sedang rajin ya, Mas?” Sapa saya. Dia tersenyum. Meskipun sepeda motornya dicuci bersih saya tak yakin jika pemiliknya sebersih sepeda itu. Dari penampilannya yang kumal saya yakin dia jarang mandi, hiiii, tapi demi informasi berharga, saya beranikan diri mendekatinya.

“Eh, Bu Guru, tumben tanya-tanya,” jawabnya.

“Ya, ini tadi saya lihat kok tumben Mas nyuci sepeda motor,” jawab saya jujur. Dia tersenyum lagi sambil menyemprot sepedanya.

“Mumpung sedang sadar,” jawabnya membuat saya ikut tersenyum.

“Memang biasanya tidak sadar?” Pancing saya.

“Alah Bu Guru ini pura-pura tidak tahu,” katanya sambil terus menyemprotkan air ke bagian belakang sepedanya.

“Eh, Mas, kalau boleh tahu kenapa sih kok sampai sekarang masih suka…,” saya tak sampai hati meneruskan pertanyaan itu.

“Minum miras maksudnya Bu Guru?”

“Ya, kalau boleh tahu…,” jawab saya ragu-ragu.

“Gimana ya sudah kebiasaan Bu Guru, tanggung kalau tidak diteruskan,” jawabnya. Saya terdiam. “Tanggung kalau tidak diteruskan? Wah gawat gawat…,” kata saya dalam hati.

“Oh begitu. Lha awalnya dulu bagaimana kok jadi kecanduan sampai sekarang?”

“Oh itu, awalnya ya untuk menguji kejantanan Bu Guru. Masak laki-laki tidak berani minum miras, cemen itu,” jawabnya tegas.

Saya mengangguk. Satu poin terjawab.

“Laki-laki itu ya harus berani, termasuk minum miras.”

“Oooo, jadi semacam untuk pembuktian diri begitu?”

“Ya iyalah…, apalagi kalau pas ngumpul sama teman-teman. Gak asyik kalau gak ada temennya,” jawabnya lagi.

“Tapi kan mahal minuman itu?” Tanya saya lagi.

“Ah Bu Guru ini, kalau yang asli ya mahal, tapi kalau yang oplosan, ya murahlah…,”

“Oplosan? Dioplos sama apa Mas?”

“Waduh Bu Guru ini ketinggalan jaman. Ada yang dicampur susu, namanya susu macan, ada yang dicampur dengan aneka minuman energi, namanya sunrise. Ada yang dicampur minuman bersoda, ada yang dicampur dengan obat-obatan,” jelasnya dengan bangga. Saya mendengarkan dengan saksama.

“Oooo, takarannya gimana?”

“Ya suka-suka, malah kalau lagi bokek, dicampur dengan puntung rokok dan sedikit detergen,” katanya entah benar entah ngawur.

“Yang bener Mas?”

“Lha Bu Guru ini diberitahu malah tidak percaya. Itu penguat jantung Bu Guru… jadi tujuan minum itu biar tahu seberapa kuat diri kita. Ntar kalau nyoba ramuan biasa masih oke, takarannya dinaikkan, biar tambah siiiip,” jawabnya sambil mengacungkan jempol.

Saya bergidik ngeri. Saya rasa tak perlu bertanya lebih banyak lagi karena tengkuk saya sudah merinding.

“Eh Bu Guru, lihat ini,” katanya sambil menyodorkan gambar di ponselnya.

“Ini acara buat tahun baruan, “ jawabnya. Saya cermati foto spanduk di ponselnya. Gilaaa. Tulisan di spanduk itu berbunyi:

IKUTI PESTA AKHIR TAHUN DI “SJ” KARAOKE

LOMBA MINUM BIR

SEGERA DAFTARKAN DIRI MULAI SEKARANG!

Mata saya terbelalak membaca isi spanduk itu.

“Ini beneran?”

“Saya kirimi info ini ya Bu, biar kekinian, “ katanya sambil meringis. Saya berpikir sebentar. Entah tulisan itu hoax atau benar, yang jelas saya punya barang bukti. Proses pengiriman via blutooth pun selesai.

“Iya Bu Guru, di dekat sini juga, sudah banyak yang ndaftar lo Bu Guru, tapi saya pesen jangan dilaporkan ke pak RT,” jawabnya ringan sambil tertawa renyah.

“Baik Mas, saya masuk dulu ya…lupa tadi masak nasi belum saya aduk,” jawab saya menyudahi obrolan itu. Setengah berlari saya masuk ke dalam rumah. Dari dalam rumah terdengar tawanya itu menggema menusuk-nusuk jantung saya. Saya beristighfar berkali-kali untuk menenangkan diri.

Ternyata seperti itu…., peminum yang rata-rata usianya memang masih muda itu menenggak minuman laknat itu untuk mempertahankan gengsinya di depan teman-teman sebayanya. Itu dilakukan untuk membuktikan bahwa mereka adalah laki-laki yang kuat, perkasa, dan jantan. Takaran campuran akan terus ditambah demi pembuktian dan eksistensinya dalam komunitasnya. Astaghfirullahalazimm

Pantaslah kalau mereka tak peduli dengan hal lain. Mereka butuh pengakuan dari orang lain, itulah intinya. Termasuk perlombaan itu. Lomba minum bir yang diadakan oleh salah satu tempat karaoke akhir tahun lalu. Ah, remaja…pembuktian diri tidak harus sekonyol itu. Buktikanlah dirimu ada dengan prestasi, dengan kehalusan budi dan etika, bukan dengan mengancurkan diri sendiri dengan minum miras yang justru akan merusak jiwa dan raga. Lagi-lagi lingkungan memang memegang kendali terbesar pada diri remaja.

Tentang tetangga saya itu, sekitar satu bulan lalu, saya terkejut mengetahui bahwa pada suatu siang dia mengeluh dadanya sakit dan penglihatannya kabur. Karena khawatir, keluarganya membawanya ke rumah sakit. Setelah dirawat di instalasi gawat darurat selama empat jam, nyawanya tak terselamatkan. Dokter yang memberikan hasil cek darah, urin, dan jantung, berkata begini,” Hebat, pemuda ini termasuk sangat kuat. Organ dalamnya hampir seluruhnya rusak, tapi mampu bertahan selama ini,”. Decak kagum dokter itu justru membuat hati saya teriris. Haruskah kita melihat lagi dan lagi generasi muda negeri ini direnggut nyawanya oleh minuman laknat itu? Save our generation!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

banyak hikmah yang bisa diambil dari cerita di atas

21 Apr
Balas

ya pak...karena itu kita harus lebih waspada

21 Apr

Nyawa itu seperti barang murah sekali. Tapi justru ga ada serep yang bisa menggantikannya. Mereka tidak pernah berfikir kalau nyawa itu tak dapat dibeli.

22 Apr
Balas

Betul bu, demi gengsi mereka mengorbankan diri sendiri...

23 Apr



search

New Post