Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
PANDAI BICARA

PANDAI BICARA

Pernah suatu hari saya merasa sangat jengkel terhadap anak sulung saya. Pagi itu saya menyuruhnya membeli sayur sepulang salat subuh di masjid, sementara saya menyiapkan masakan lain.

“Is, tolong belikan sayuran setelah salat ya, kan sekalian jalannya,”

“Uh, inikan masih pagi, iya kalau warungnya sudah buka, kalau belum, lagian masak salat mbawa uang, ntar ditaruh mana bu uangnya..,” jawab Ais panjang.

“Lho, jawabannya kok panjang begitu, uangnya kan bisa kamu taruh di dekat jendela, dan biasanya tiap kita pulang subuh warungnya juga pasti sudah buka, ya kan?” Jawab saya dengan nada mulai naik. Jengkel rasanya mendengar jawaban yang sangat panjang itu.

“Huh pasti begitu, sukanya ibu nyuruh-nyuruh...,”

“Sudah, gak pake banyak bicara, kamu nanti mau sarapan pagi apa tidak, kalau tidak mau beli ya sudah, makan pagi seadanya, “ tukas saya karena tahu jawabannya akan oanjang lagi.

Ais pun berangkat salat pagi itu dengan wajah cemberut. Saya pun akhirnya terbawa ikut jengkel. Rasanya tidak habis pikir, bagaimana si Ais sekarang jadi “pandai bicara” seperti itu. Ketika saya ingat kembali, peristiwa pagi itu ternyata bukan untuk yang pertama kalinya. Setiap kali dimintai bantuan, entah itu membereskan kamarnya, menata rak buku, menyapu, mencuci piring, atau hal lain, pasti jawabannya akan sangat panjang dan cenderung melawan.

Di tempat kerja, ketika bertemu dengan teman lain, saya curhat tentang hal itu. Eh, ternyata sama. Hampir semua ibu mengeluhkan hal yang sama. Anak-anak mereka sekarang benar-benar “pandai bicara”.

“Iya bu, anak saya juga begitu, ndak yang laki-laki, ndak yang perempuan sama saja, seperti tidak pernah diajari tata krama saja, banyak omongnya dan jawabannya ngeselin seakan kita ini teman sebayanya, sehingga mereka bebas bicara tanpa rasa sungkan,” jelas teman saya itu.

Di rumah saya jadi mengamati dan memikirkan, apa yang menyebabkan anak-anak zaman sekarang cenderung melawan dan berani banyak bicara terhadap oraang tuanya.

Sore itu sambil memasak, saya perhatikan apa yang dilakukan Ais. Dia memang suka melihat berita di televisi. Berita apa pun dia cermati. Awalnya saya berpikir melihat tayangan berita tentu membawa banyak manfaat karena bisa menambah wawasanya. Namun setelah saya amati, tayangan berita yang variasinya beragam itu juastru membawa dampak negatif pula. Ada banyak tayangan kekerasan yang kadang tidak disensor, demontrasi dari yang santun hingga berujung bentrok, dialog pakar yang ujung-ujungnya menjadi perang urat leher, hingga tayangan debat yang mempertontonkan kemahiran adu mulut dan kepandaian berbicara yang mungkin juga berujung adu fisik (seandainya tidak dipotong dengan jeda iklan). Hhh, ternyata salah satu penyebabnya adalah televisi.

Dengan dalih kebebasan berekspresi dan bersuara, kita telah menjelma menjadi manusia yang berbicara semaunya, sesukanya, yang penting apa yang ada dalam kepala kita tersampaikan. Kadang kita jadi melupakan unggah-ungguh, etika, dan sopan santun. Padahal orang yang cerdas adalah orang yang tahu betul apa yang dibicarakannya, kapan dia harus berbicara, di mana dia harus berbicara, dengan siapa dia berbicara, dan bagaimana dia berbicara. Benar jika diam adalah emas. Kadang diam lebih baik daripada berbicara namun menyakitkan atau malah menyebabkan pertengkaran.

Sekarang PR besar yang harus dikerjakan adalah mengawal dan mendampinginya anak-anak ketika melihat tayangan televisi, memberinya pengertian, dan mengarahkannya agar lebih baik terutama dalam hal berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Jangan sampai kepandaiannya berbicara menyebabkan orang lain justru tidak simpatik terhadapnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post