Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
PEJUANG TANPA TANDA BINTANG

PEJUANG TANPA TANDA BINTANG

Tanpa terasa, tujuh puluh dua tahun sudah Indonesia lepas dari tangan penjajah. Meski mungkin banyak hal yang harus dibenahi di era kemerdekaan yang tampaknya belum mampu seratus persen memerdekakan rakyatnya dari segala beban dan penderitaan, namun tetap saja kita adalah negara merdeka.

Saya ingat, biasanya menjelang bulan Agustus seperti ini, kakek telah menyibukkan diri untuk menyambut datangnya tanggal 17 Agustus. Mulai dari mengecat pagar, mencari bendera merah putih yang kadang telah berpindah tempat, hingga menyiapkan tiang khusus untuk mengibarkan Sang Merah Putih tepat pada tanggal 1 Agustus.

Sementara kakek sibuk dengan persiapan menyambut hari jadi Indonesia, sementara itu pula nenek selalu uring-uringan.

“Tuh, aku bilang juga apa, Kakek sih dulu tidak mau mengurus surat pernyataan pernah ikut berjuang, seandainya mau mengurusnya, tentu kita dapat pensiunan. Kakek resmi disebut veteran,”

Kalimat itu hampir tiap tahun meluncur cepat dari mulut nenek. Ada penyesalan di sana. Tampak jelas dari pilihan kata dan intonasinya yang meluap-luap itu.

Biasanya kakek hanya diam. Atau kalau sudah jengkel, beliau baru akan berkomentar.

“Berjuang kok minta imbalan,” jawabnya selalu.

“Lho, itu bukan imbalan, tapi penghargaan. Wajarlah perjuangan kita mendapat penghargaan. Sekarang, coba Kakek lihat, teman-temanmu setiap tanggal 17 Agustus selalu mendapat surat undangan ikut upacara bendera di stadion. Duduk di tribun kehormatan. Mereka juga mendapat baju veteran. Lha Kakek…?”

“Sudah sudah, hal itu jangan diributkan lagi. Aku mau menyiapkan ulang tahun kemerdekaan,” jawabnya seraya berlalu dari samping nenek.

*****

Itu telah berlalu. Kenangan akan percakapan nenek dan kakek takkan mudah saya lupakan. Karena kini Sang Pejuang tanpa tanda bintang itu telah rebah bersama semangat juangnya yang tak pupus meski waktu merenggut kemudaannya.

Kini hanya kenangan tentang cerita di masa perjuangannya yang tersimpan rapi dalam ingatan ini. Saat beliau melawan tentara Jepang, saat beliau berhadapan dengan ganasnya gerombolan PKI yang menyerbu daerah kami. Semua itu adalah sekelumit kisah dari seorang pejuang yang tak ingin dirinya disebut sebagai pahlawan. Biarlah Allah yang menilai, biarlah Allah yang memberi penghargaan untuk semua perjuangan dan pengorbananmu kala itu…

Terima kasih, Kek…

(Mengenang kakek tercinta, 17 Agustus 2017)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah, perjuangan kakek, org2 terdahulu sungguh hebat! Tulisan ini pun dahsyaat!

17 Aug
Balas

Itulah kakek...saya merindukan sosok seperti beliau...

17 Aug

Subhanallah.

17 Aug
Balas

Begitulah hebatnya pendahulu kita...subhanallah..

17 Aug

Merekalah yang sebenarnya pahlawan sejati

18 Aug
Balas

Pengabdian karena cari ridlo Illahi Luar biasa.

17 Aug
Balas

Insya Allah, semoga kita bisa menirunya...

17 Aug



search

New Post