Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
RISIKO GURU: DITIRU (Catatan Harian Kesalahan Berbahasa)

RISIKO GURU: DITIRU (Catatan Harian Kesalahan Berbahasa)

Saat film-film Korea booming di Indonesia, remaja/siswa kita cenderung berbondong-bondong mengidolakan para artinya. Mereka meniru gaya rambut, pakaian, sampai dengan cara berjalan si artis. Tetapi, biasanya itu hanya bertahan satu hingga dua bulan saja. Setelah itu akan muncul idola lain dengan gaya yang lain pula. Namun itu pun tidak akan berlangsung lama. Mengapa? Karena mereka hanya menonton TV selama beberapa jam saja. Kesan yang mereka tangkap tidak bertahan dalam waktu lama.

Namun ternyata tidak hanya artis yang diidolakan oleh siswa. Ada sosok yang segala gerak, ucapan, pakaian, tingkah laku, gaya berjalan bahkan tulisannya ditiru oleh remaja/siswa kita. Sosok itu adalah guru. Bagaimana tidak? Setiap hari selama 8 jam siswa mengamati para gurunya. Ketika ada seseorang tampil di depan kita, secara spontan kita memperhatikannya. Mulai dari cara berpakaian, berpenampilan, bertutur kata, hingga cara tersenyumnya, pasti kita cermati. Oleh karena itu seorang guru pasti menjadi pusat perhatian para siswanya. Bahkan, bunyi sepatu atau kendaraan yang dipakai guru, siswanya pasti hafal. Luar biasa. Sosok guru ternyata melekat kuat dalam benak siswa.

Karena sosok guru melekat kuat dalam ingatan siswa, maka guru harus berhati-hati dalam segala ucapan dan perbuatannya. Kita jadi ingat pepatah yang berbunyi guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Itu menandakan betapa kuat pengaruh guru dalam diri siswanya. Jika guru berbuat baik maka siswapun akan termotivasi untuk berbuat baik pula, meskipun tidak semuanya. Sebaliknya, jika guru berbuat tidak baik, maka akan sangat mudah bagi siswa menirunya. Guru berbuat baik saja belum tentu semua siswa ikut berbuat baik, apalagi bila guru berbuat tidak baik. Sebab potensi berbuat tidak baik malah lebih besar daripada berbuat baik. Pada hakikatnya manusia lebih ringan dalam berbuat hal negatif. Bukankah demikian?

Siswa cenderung meniru guru dalam segala hal. Sebab mereka menganggap bahwa guru adalah contoh. Termasuk tulisan guru di papan tulis. Siswa cenderung menyalin apa yang ditulis guru. Pernah suatu kali saya menulis di papan tulis: Kita harus berbahasa dengan baik dan benar. Saya menulis kalimat itu dengan lengkap. Setelah itu saya berkeliling melihat tulisan anak-anak. Ada yang menulis Qt hrs berbahasa dg baik dan benar. Ada yang menulis seperti yang saya tulis. Ada yang menulis Kita hrs berbhs dgn baik & benar. Ada yang menulis Kita hr berbahasa dg baik dn benar. Ragam tulisan lain masih banyak saya temukan. Padahal saya telah memberi contoh tulisan yang lengkap. Tapi ternyata tidak semua dari mereka mengikuti contoh yang benar tersebut. Sayapun mengambil sikap tegas. Dalam hal menulis, siswa harus menulis sesuai dengan kaidah. Minimal tidak ada kata yang disingkat, bila memang tidak ada pedoman penyingkatan untuk kata tersebut.

Sesungguhnya, menulis sesuai dengan kaidah bukan hanya tanggung jawab guru bahasa Indonesia. Semua guru seharusnya memberi contoh tulisan yang benar kepada siswa. Bila tulisan yang benar dicontoh dengan benar, maka nantinya siswa terbiasa menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah penulisan yang benar pula.. Memang tidak mudah. Apalagi bila telah terbiasa menulis sesuka hati.

Yang saya rasakan, mengubah kebiasaan siswa, dari kebiasaan menulis sesuka hati menjadi menulis sesuai dengan kaidah, tidaklah mudah. Itu membutuhkan waktu, kesabaran, ketelatenan, dan ketelitian yang luar biasa. Waktu 90 menit di kelas terasa sangat cepat karena saya harus berkeliling dari meja ke meja. Tulisan siswa satu per satu saya cermati. Bila ada kekurangtepatan atau kesalahan dalam hal penulisan kalimat, kata, hingga tanda baca, saya harus memberi catatan tersendiri kepada mereka. Ternyata, gaya menyingkat kata dalam menulis SMS, mereka terapkan ketika menulis atau mencatat. Itulah salah satu dampak kecanggihan teknologi.Ingin cepat, praktis, minimalis, dan hemat.

Harus kita sadari, risiko guru adalah ditiru. Ditiru dalam segala hal. Tidak hanya dalam hal tulisan saja, semua tingkah laku, bahasa verbal dan nonverbal tak luput dari pengamatan siswa terlebih ketika kita berdiri di depan siswa. Bersyukurlah menjadi guru, sebab kita adalah model bagi mereka. Karenanya kita harus bisa menjadi model terbaik untuk mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post