RUMAH TAHANAN VS RUMAH TUHAN
Jika kita mendengar dua tempat ditawarkan pada kita, rumah tahanan atau rumah Tuhan, mana yang akan kita pilih? Jelas dengan mantap kita memilih rumah Tuhan. Rumah Tuhan berkonotasi dengan nilai-nilai religius. Penuh dengan nilai positif. Rumah Tuhan selalu berkaitan dengan ibadah, ceramah keagamaan, pertobatan, dan surga. Semua hal baik melekat pada kata itu. Berbeda dengan kata tempat rumah tahanan. Rumah tahanan identik dengan kejahatan, sempit, pengap, jauh dari kebebasan, interogasi, dan neraka. Benar demikian adanya bukan? Namun cermatilah faktanya.
Sekarang, rumah tahanan justru lebih laris dibanding dengan rumah Tuhan. Ingin bukti? Rumah tahanan di Indonesia konon tak pernah sepi penghuni. Bahkan sampai tak muat. Saya pernah membaca di salah satu media. Ada satu sel rumah tahanan yang dihuni oleh beberapa orang saking penuhnya penghuni di sana. Tidur berdesakan, duduk pun tak nyaman. Oksigen menjadi barang yang diperebutkan dalam kepengapan ruangan. Tak ada alas tidur. Tak ada karpet, tak ada kenyamanan. Namun herannya, rumah tahanan justru disukai oleh sebagian besar orang yang sudah akrab dengan dunia hitam.
“Daripada di luar, nyari makan susah, di sini, makan disediakan. Lumayan, tak perlu memikirkan urusan perut,” begitu komentar salah satu dari mereka. Rumah tahanan itu tentu saja dalam arti yang sesungguhnya yaitu penjara atau lapas.
Ada lagi rumah tahanan yang juga diminati banyak orang. Namun dalam konteks yang berbeda. Salah satu rumah makan yang berada di salah satu kota di Jawa Timur, mengambil nama yang identik dengan kriminalitas itu. Ya, nama rumah makan itu Rumah Tahanan. Yang datang ke sana umumnya remaja usia belasan. Rumah makan itu mengadopsi konsep rutan yang sesungguhnya. Warna hitam putih, berjeruji kokoh mirip penjara. Ruangannya pun disetting remang-remang. Pengunjung yang makan di situ konon mendapatkan sensasi layaknya makan di dalam penjara. Kali ini saya mengurut dada. Orang bebas kok ingin merasakan jadi orang hukuman. Saya benar-benar tak habis pikir. Memang itu bukan rumah tahanan sungguhan, tapi dengan menciptakan sensasi bak berada dalam prodeo, bukankah itu sama saja dengan menginginkan diri sendiri masuk ke dalamnya? Astaghfirullahalazim… Apa karena manusia zaman sekarang selalu ingin mencoba tren baru, sesuatu yang tidak lazim, dan ekstrem sehingga tanpa perasaan jengah singgah di sana? Mungkin saja dengan dalih unik, asyik, berbeda dari yang lain maka pengunjung tertarik ke sana, namun bagi saya itu tetaplah bukan hal yang biasa.
Adapun tentang rumah Tuhan. Rumah yang dipenuhi keberkahan. Cobalah tengok. Kian hari kian sepi pengunjung. Anak muda bahkan sangat sedikit yang dengan penuh kesadarkan singgah di sana. Padahal rumah Tuhan selalu hangat menyambut pengunjungnya. Ia pun didesain dengan amat mewah dan megah. Sayangnya, itu tak cukup untuk menarik minat pengunjung.Yang datang ke sana umumnya mereka yang sudah berusia di atas 40 tahun. Meskipun rumah Tuhan dapat kita temui di manapun dan untuk masuk ke sana kita pun tak perlu mengeluarkan biaya besar. Bahkan kadang cukup dengan bermodalkan air wudu. Namun mengapa tak seramai rumah tahanan baik dalam arti penjara maupun rumah makan? Apakah ini pertanda kian tergerusnya nilai religius bangsa ini?
Batu, 25 Mei 2017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
betul sekali bun...