Indahnya Tulisanmu, Nak
Pukul 20.20 saya sampai kembali di rumah usai mengikuti kegiatan pelatihan menulis sagu sabu di Hotel Pandanaran Semarang. Anakku nomor 2,3 dan 4 menyambut kedatanganku dengan gembira. Mereka mencium tanganku, membawakan tas, memberondong dengan banyak pertanyaan dan bercerita kegiatan mereka selama saya tidak di rumah. Ah, letihku sirna seketika dan energiku seperti baru dicas penuh.
Tiba-tiba Aji, anakku nomor 2 berkata, “Mah....ada surat dari Mas Mamat”. Ardyan adalah anak pertamaku yang mulai kuliah di Pendidikan Biologi Unnes, biasa dipanggil Mamat. Tapi sayang kami tidak bisa bertemu ketika kegiatan pelatihan karena dia ada kegiatan di kampus.
Perlahan kubuka surat dari Ardyan, dengan penuh tanda tanya, karena hari gini kokh dia menulis surat dan mengirimkannya lewat Pos. Kenapa tidak sms, wa atau telepon seperti biasanya?
Kata demi kata kubaca isi surat anakku :
Assalamu alaikum wr.wb.
Untuk Mamah, Bapak, Aji, Adel, Rani di rumah.
Semua sehat khan? Mas Mamat di sini juga sehat. Aji, Adel, Rani sekolah yang bener ya. Mamah, Bapak jaga kesehatan ya, kerja cari uang buat kami, tapi jangan sampai sakit. Mas Mamat di sini belajar biar jadi guru kayak Mamah, biar juga bisa mbantu besok kalau Rani kuliah. Aji, Adel, Rani jangan nakal ya di rumah. Jaga Mamah di rumah Ji, waktu nggak ada Mas Mamat.
Mas Mamat
Surat dari Mamat kufoto dan kukirimkan ke grup keluarga, mengabarkan kalau suratnya sudah sampai, sekaligus agar dibaca pula oleh suamiku yang sedang perjalanan pulang naik kereta api dari Jakarta.
“Tulisan yang Indah” begitu komentar suamiku membaca surat dari Mamat.
“Tapi jelek banget tulisanku Mah, Pah, nulisnya sambil nangis itu, nggak tauk mau nulis apa” balas Mamat.
Membaca surat dari Mamat, rasa syukur begitu memenuhi dadaku. Betapa dia, sebagai anak pertama, sudah punya pemikiran yang selama ini tak pernah dia uangkapkan. Jelas tersirat dalam suratnya betapa dia ingin berpesan kepada adik-adiknya agar sekolah yang benar. Dia juga berusaha meyakinkan bahwa dia juga di Semarang belajar agar bisa berhasil jadi guru. Tidak hanya ingin berhasil jadi guru, tapi dia juga punya pemikiran untuk membantu kuliah adiknya Rani, anakku yang terkecil, yang saat ini masih duduk di kelas I SD. Anakku, begitu jauh sudah pemikiranmu. Dia juga menunjukkan betapa dia ingin kami, ibu bapaknya, selalu dalam keadaan sehat, sampai berpesan kepada adiknya, Aji, menjagaku saat dia tidak di rumah, karena suamiku memang bekerja di Jakarta dan pulang ke rumah seminggu sekali.
Kubaca sekali lagi surat anakku, seraya kupanjatkan doa untuk suamiku yang sedang dalam perjalanan pulang, semoga perjalanan lancar dan selamat tiba di rumah. Kumohon padamu Ya Allah untuk senantiasa melindungi suami dan anak-anaku di manapun mereka berada, limpahilah mereka dengan hidayahMu, petunjuk dan kebaikan-kebaikan, jadikanlah mereka menjadi anak-anak yang sholeh sholehah dan berguna bagi bangsa dan negara.
Perlahan kuhapus tetesan air di sudut mataku. Ibu, memang begitu mudahnya menangis.
Kroya, 8 September 2017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Surat Kerinduan.. Lanjut menulis bu
Matur nuwun semangatnya Pak...mumpung masih anget ilmu dari P Ihsan dan P Eko, sampai rumah kokh ada bahan untuk berlatih menulis, langsung mencoba menuangkannya...
Tulisan indah mengalir jernih dari relung hati menuju muara maksud.
Matur nuwun Pak...saling menyemangati saat perjalanan pulang tadi, membuat saya membuka laptop menuangkan inspirasi yang muncul....