GURUKU, 4C
Guruku, 4C
Aku kehabisan cara tuk gambarkan padamu Kau di mata dan di pandanganku huu uuu
“Tukar Jiwa” lagu yang dinyanyikan Tulus sebagai salah satu penyanyi idola Ibu Halimah menemaninya malam itu. Tentunya, Bu Halimah pun ikut bersenandung mengikuti lirik dan irama lagu tersebut. Semakin malam semakin bersemangat Bu Halimah bekerja. Ya, malam ini seperti malam-malam yang lain, Bu Halimah sibuk bekerja mempersiapkan berbagai hal yang harus disampaikan dalam pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) mau tidak mau, memaksa Bu Halimah menambah jam kerjanya sebagai guru di malam hari. Namun, bagi Bu Halimah, itu bukan beban. Baginya, semua itu adalah tantangan.
Jujur saja, awalnya Bu Halimah sempat panik. Dia bertanya-tanya, bagaimana mungkin melakukan Pembelajaran jarak jauh? Guru tidak melihat murid, dan murid juga tidak melihat guru? Apa bisa tujuan pembelajaran itu tercapai? Namun, kepanikan itu hanya sesaat. Sebagai guru yang dijuluki 4C alias Cantik, Cerdas, Ceria, dan penuh Cinta, di sekolahnya, dia segera membunuh kepanikannya. Digunakannya kecerdasannya. Dia tidak mau julukan cerdas yang diberikan padanya hanya isapan jempol saja. Dia ingat orang yang cerdas adalah orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, suka belajar, senang membaca, belajar menyelesaikan masalah, kreatif, dan penuh selera humor. Setelah mengingat makna cerdas, Bu Halimah segera beraksi.
Aksi pertama yang dilakukan Bu Halimah adalah memaknai “Apa yang dimaksud dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)? Bagaimana PJJ itu?” Menurut Bu Halimah, jawaban pertanyaan ini sangat penting. Jika keliru memaknai hakikat PJJ, langkah berikutnya pun tidak tepat, alias melahirkan masalah besar. Ah, hal semacam itu tidak boleh terjadi. Untuk itu, dia harus mengulik informasi seputar apa dan bagaimana PJJ atau BDR itu.
Berdasarkan hasil menguliknya, Bu Halimah mendapatkan info sebagai berikut. BDR dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu Pembelajaran Jarak Jauh Dalam Jaringan (PJJ Daring) dan PPJ Luar Jaringan (Luring). PJJ Daring secara khusus menggabungkan teknologi elektronik dan teknologi berbasis internet, sementara PJJ Luring dapat dilakukan melalui siaran televisi, radio, modul belajar mandiri, bahan cetak maupun media belajar dari benda di lingkungan sekitar.
Nah, sebagai guru yang senang berbagi, infomasi tentang BDR tersebut disampaikanlah kepada rekan-rekan guru lainnya.
“Duh, pasti ribet banget, ngajar pake online segala. Belum lagi muridnya kaga jelas, ngikutin pembelajaran atau malah tidur ya,” ujar Bu Rosmala menanggapi apa yang disampaikan Bu Halimah.
“Iya, pasti ribet, Bu Ros. Kita kan emang belum terbiasa mengajar dengan menggunakan teknologi pembelajaran. Yah, boleh dibilang kita guru yang gagap teknologi. Tapi, di situlah tantangannya, Bu Ros,” sahut Bu Halimah.
“Waduh, tantangan gimana maksudnya, Bu Halimah? Saya kurang paham,” tanya Bu Ros sambil membetulkan kacamata mendekati Bu Halimah yang sibuk berselancar di dunia maya dan bertanya kepada Mbah Google.
“Gini, Bu. Maksud saya, kita sebagai guru hendaknya terus belajar mengenai berbagai teknologi yang digunakan untuk pembelajaran. Selain itu, ada hal yang enggak kalah pentingnya, yaitu menghadapi situasi ini. Kita hendaknya enggak mengeluh, kita harus menikmati setiap situasi dengan menciptakan kondisi yang menyenangkan,” jelas Bu Halimah yang segera menghentikan kegiatan berselancarnya dan menarik kursi untuk mempersilakan Bu Ros duduk.
“Eh, benar juga ya kata Bu Halimah. Saya jadi ingat Surah Ar-Rahman. Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban, yang artinya: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.”
“Maksud Bu Ros apa? Saya malah gagal paham, nih,” tanya Bu Halimah.
“Begini lho, Bu. Sebagai guru PNS terlebih di Jakarta, kita harusnya sangat bersyukur terhadap apa yang kita peroleh. Coba lihat teman-teman kita para guru di daerah, mereka luar biasa perjuangannya. Mereka menghadapi masalah yang lebih kompleks dari kita,” Bu Ros memberi penjelasan dengan penuh semangat. Sementara, Bu Halimah menganggukkan kepala sebagai tanda setuju.
“Yupz, kalau begitu sekarang kita bersyukur dengan cara terus belajar meningkatkan kompetensi. Selain itu, kita juga pandai menyiasati situasi agar pembelajaran tetap mencapai tujuan dan menyenangkan.”
Percakapan antara Bu Halimah dan Bu Rosmala terjadi beberapa bulan yang lalu, yaitu di awal PJJ atau BDR diterapkan. Kini mereka bukan lagi guru yang gagap teknologi. Mereka telah Bisa menggunakan layanan conference call. Mereka juga memanfaatkan berbagai aplikasi lain untuk PJJ.
Namun, semua itu tak cukup. Karena mereka masih menghadapi kendala. Kendala tersebut bersumber dari diri peserta didik, seperti penyakit yang melekat, yaitu penyakit malas. Penyakit itu diindap oleh salah satu siswa di kelas IX-C, siswa itu bernama Bravo. Nyaris setiap hari Bu Halimah mendapat laporan dari guru mapel lain terkait kehadiran Bravo dalam PJJ. Bravo seringkali tidak hadir mengikuti PJJ. Sebenarnya, Bu Halimah selalu mengirim pesan lewat WhatsApp yang mengingatkan Bravo agar mengikuti. Namun, pesan itu tidak dibaca. Selanjutnya, Bu Halimah menelepon langsung Bravo, tetapi tidak diangkat. Bu Halimah tidak bisa menghubungi orang tua Bravo karena di rumah itu hanya ada satu HP yang dipegang oleh Bravo. Tambahan pula, ibunya pergi bekerja pagi-pagi sebelum anaknya bangun. Ayah Bravo telah tiada. Ketika ibu Bravo bekerja, di rumah itu hanya ada Bravo dan adiknya yang masih kecil.
Namun, Bu Halimah tidak kehilangan akal. Setelah mencari tahu tempat tinggal Bravo. Pada Minggu pagi, Bu Halimah dengan ditemani suaminya berkunjung ke rumah Bravo. Alhamdulillah, pagi itu Bu Halimah bertemu ibu Bravo karena pada hari Minggu, ibunya libur, tidak bekerja. Bu Halimah menjelaskan bahwa Bravo seringkali tidak ikut PJJ. Ibu Bravo terkejut. Selama ini ibunya selalu membelikan paket internet dan Bravo mengatakan bahwa dia selalu hadir dalam PJJ.
“Bravo, mau jadi apa kamu kalau tidak sekolah. Ibu bekerja keras, membanting tulang untuk masa depanmu,” kata ibunya sambal meneteskan air mata.
“Maaf, Bu. Bravo mengaku salah. Bravo jarang mengikuti PJJ karena Bravo mengantuk. Akhirnya, tertidur pada saat PJJ. Tapi, Bravo janji enggak akan mengulang lagi.”
Bravo dan ibunya berpelukan. Bu Halimah memandang mereka sambil berdoa dalam hatinya, “Ya Allah, berikanlah semangat, tanggung jawab, dan kemudahan Bravo untuk masa depan yang cerah.” Doa Bu Halimah diwarnai cinta untuk muridnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aamiin.... Bravo ada di semua sekolah zaman PJJ kayaknya. Bahkan hampir semua kelas. Semangat, BuCan.,.. Keren cerpennya...
Terima kasih, Say. Semoga semua Bu masalah PJJ dapat teratasi ya.
Keren. Tetap semangat menulis Sahabat