Pukul setengah tujuh menjelang aku akan berangkat ke sekolah, tetiba rasa ingin menghidupkan hp suamiku yang semalaman diisi batu baterainya. Saat ku lepaskan carger dari hp suamiku dan aku hidupkan, beberapa notifikasi masuk ke dalam hp suamiku. Salah satu diantara ada empat pesan chat di WA dari sepupunya di Ciawi. Isi chatnya adalah menginformasikan bahwa ayahnya, lama dari suamiku sudah tiada.

Paman meninggal sekitar pukul 02.00 dini hari. Sepupunya menginformasikan sejak pukul 04.00, karena hp suami sedang dicas sehingga kami mendapatkan kabar setengah tujuh. Rencanaku untuk berangkat ke sekolah aku belokan untuk melawat ke rumah paman. Aku memberikan informasi bahwa paman sudah tidak ada kepada ibu di SMP. Karena bapak adalah sahabat paman.

Aku bergegas dengan suami untuk ke rumah duka. Tancap gad dilakukan oleh suami, rasa berdebar di dalam dada membuat mulut ini tidak lepas dari asma Allah. Kurang lebih 30 menit kami tiba di rumah duka. Saudara di Tajur, Sukabumi, Katulampa, sudah berkumpul dan jenazah sudah rapih terbungkus dan siap untuk dimakamkan.

Kecewa hati ini tidak sempat bertemu sebelumnya. Alhamdulillah banyak yang mendoakan paman, bergantian yang mendoakan Abdul Djalil bin Arip. Semoga paman diampuni dosa-dosanya, dilapangan kuburnya, diterima iman dan islamnya. Aku hanya bisa berdoa semoga kepergian paman menjadi cermin untuk kita semua. Karena semua makhluk Allah yang bernyawa pasti akan mengalami kematian.

Semua akan mengalami, seperti halnya antrian yang menunggu giliran. Semoga kita semua selalu bisa menjaga diri ini untuk selalu berbuat baik dan selalu menjauhi apa yang Allah larang. Mau berbagi dengan sesama dan selalu meningkatkan ibadah. Aamiin. Selamat jalan paman, tenang di Syurga Allah.