Belajar tentang bahasa memang tak akan pernah ada habisnya. Kalimat ini sepertinya tepat menggambarkan kejadian yang saya alami beberapa hari yang lalu. Ketika menuju akhir proses Pendidikan Guru Penggerak, bersama dengan rekan satu kelompok memutuskan untuk membuat sebuah buku yang isinya kumpulan cerita perjuangan sejak awal mendaftar, terjun ke dunia yang begitu banyak mengubah sudut pandang kita tentang proses mendidik, hingga sampai pada titik akhir berupa panen karya. Rekan-rekan satu kelompok dan pengajar praktik bersedia meluangkan waktu untuk membuat sebuah tulisan. Meski awalnya ada yang mengeluhkan tentang sulitnya merangkai kalimat menjadi paragraf namun semua akhirnya berhasil.

Tak terkecuali fasilitator yang sangat sibuk pun saya libatkan dalam penulisan. Di sela-sela waktunya sebagai guru sekaligus praktisi pendidikan yang meskipun masih muda tetapi tak perlu diragukan lagi kemampuannya. Dengan senang hati Pak Dimas menuliskan sebuah sambutan untuk buku yang akan kami luncurkan nanti ketika panen karya. Tulisan singkat yang penuh makna itu memberikan begitu banyak motivasi kepada kami untuk tetap semangat membuat perubahan positif di dunia pendidikan.

Guru adalah tukang batu yang membangun fondasi ini, satu bata demi satu bata, dengan tekad dan kasih sayang. Satu kalimat yang cukup menarik menurut saya. Banyak orang yang menganggap kalau penulisan yang benar adalah pondasi. Hal ini karena faktor kebiasaan dan telinga kita menerima itu sebagai sebuah kewajaran. Akan tetapi jika kita melihat lebih dalam di KBBI kata yang benar adalah fondasi. Memang terdengar agak aneh, tetapi justru itulah yang benar.