LAILY SYARIFAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI KEBAJIKAN KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1. PGP
Seorang pemimpin harus bisa mengambil keputusan yang mempertimbangkan banyak hal dan berdasarkan nilai kebajikan

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI KEBAJIKAN KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1. PGP

Setiap kita adalah pemimpin, begitu bunyi sebuah hadits, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Pemimpin bukan hanya orang yang mendapat amanah atau jabatan sebagai kepala pemerintahan, instansi, organisasi ataupun suatu kelompok. Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarganya, anak-anaknya. Seorang guru adalah pemimpin pembelajaran bagi murid-muridnya. Dan sebaagaimana ungkapan hadits tersebut, maka kita harus mempertanggungjawabkan tugas kepemimpinan kita, termasuk mengenai keputusan-keputusan yang kita ambil.

Seorang pendidik adalah pemimpin pembelajaran bagi kelas yang dikelolanya, sehingga dalam kesehariannya ia senantiasa dihadapkan pada pengambilan keputusan terkait pengelolaan kelas. Bagaimana guru memutuskan arah dari statregi pembelajaran yang bisa jadi melenceng dari yang direncanakan, menyelesaikan konflik yang terkadang muncul antara siswa, bagaimana memberikan penilaian dan adil dan berimbang bagi siswa merupakan beberapa contoh pengambilan keputusan yang harus diambil seorang guru. Pengambilan keputusan ini semakin sering dan intensif untuk dilakukan bagi pendidik yang dipercaya mengemban amanah sebagai pimpinan sekolah, sehingga diibaratkan pengambilan keputusan adalah "makanan sehari-hari."

Selama ini, mungkin sebagian besar dari kita tidak memahami ataupun mendalami proses dan prinsip pengambilan keputusan, meski sebagian besar dari prinsip pengambilan keputusan tersebut sebenarnya sudah dilakukan. Nah, dalam Modul 3.1. Pendidikan Guru Penggerak ini kita akan belajar sangat banyak mengenai prinsip-prinsip pengambilan keputusan seorang pemimpin yang berbasis pada nilai-nilai kebajikan yang sifatnya universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. Nilai-nilai kebajikan itu antara lain adalah kejujuran, keadilan, tanggung jawab, rasa syukur, integritas, kasih sayang, disiplin, komitmen, percaya diri, kebersamaan, dan masih banyak lagi.

Sekolah adalah 'institusi moral' yang dirancang untuk membentuk karakter para warganya. Seorang pemimpin di sekolah akan menghadapi situasi di mana dalam mengambil suatu keputusan akan berbenturan antara nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, dalam hal ini disebut dengan dilema secara etika, di sisi lain terkadang ada juga konflik antara nilai-nilai kebajikan versus sutu hal yang salah. Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang dijunjung tinggi di sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah.

KORELASI ANTARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL

Memahami hakikat bahwa manusia adalah makhluk yang akan selalu terkait dengan emosinya, maka pemahaman seorang guru terhadap pengelolaan emosi menjadi hal yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Sebagai guru ia harus mampu mengontrol diri dan tindakannya sehingga mampu menunjukkan pengendalian diri atas emosi yang tidak perlu. Ia harus mampu menunjukkan perilaku yang terkontrol sebagai buah dari emosi yang mampu dimanage dengan baik.

Ketika mengambil keputusan dalam kedudukannya sebagai pimpinan sekolah atau pemimpin pembelajaran, seorang guru hendaknya tidak mengedepankan sifat egois atau emosi sesaat, namun harus dapat menimbang dengan baik dari semua sisi. Terkadang, seorang pimpinan sekolah dihadapkan pada permasalahan atau situasi yang mempertentangkan antara suatu kebaikan versus kebaikan lainnya, dan ia harus mengambil keputusan yang bijak dalam situasi yang disebut dengan dilema etika ini. Adakalanya juga seorang pimpinan sekolah harus memutuskan suatu kasus yang mempertentangkan antara kebaikan versus suatu hak yang salah secara etika, di mana hal ini disebut dengan bujukan moral.

Dalam mengambil keputusan, melalui Modul 3.1. ini kita dipandu untuk mengambil pertimbangan secara matang dan menimbang dari berbagai sisi. Sering sekali kita menghadapi dilema etika yang di dalamnya ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan, antara lain individu melawan kelompok, keadilan vs kasih sayang, kebenaran versus kesetiaan, dan jangka pendek melawan jangka panjang. Hal inilah yang disebut dengan empat paradigma dilema etika. Dalam mengambil keputusan, kita harus bisa menetapkan pertimbangan kita melalui empat paradigma tersebut.

KORELASI ANTARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KEMAMPUAN SEBAGAI COACH

International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai:

“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dalam proses memberdayakan coach, terkadang seorang pimpinan sekolah dihadapkan pada permasalahan yang sama-sama baiknya. Contoh, seorang guru terdaftar sebagai peserta PPG dalam jabatan yang pelaksanaannya terjadwal pada jam kerja. di mana pada saat yang sama guru tersebut harus bertatap muka dengan siswa di kelas.

Menyikapi hal yang sama-sama bernilai kebajikan ini, pimpinan sekolah perlu menengok 3 prinsip pengambilan keputusan dan melakukan 9 langkah pengujian. Ke 3 prinsip itu meliputi:

- berpikir berbasis hasil akhir,

- berpikir berbasis peraturan dan

- berpikir berbasis rasa peduli.

Sedangkan pengujian yang dilakukan bisa meliputi:

- Uji legal, yakni adakah potensi pelanggaran hukum dalam kasus yang dihadapi. Jika ada, berarti permasalahan bukan lagi antara benar vs benar, namun merupakan kebenaran melawan hal yang salah.

- Uji regulasi/profesional, dengan bertanya apakah dalam permasalahan ini ada aspek pelanggarapan kode etik profesional di dalamnya.

- Uji intuisi, dengan mengandalkan intuisi dan perasaan nurani kita apakah ada yang salah dalam kasus ini. Intuisi biasanya menyuarakan kebenaran, namun kadang karena desakan berbagai pihak, kita tidak bisa lagi jujur menangkap suara nurani sendiri.

- Uji panutan, dalam hal ini bertanya apakah sikap yang akan diambil oleh tokoh idola kita ketika berhadapan dengan situasi yang sama. Tokoh idola bisa siapa saja, ibu kita, guru kita, Menteri Pendidikan, Bapak Pendidikan Nasional, Rasulullah dan lain sebagainya.

- Uji publikasi, dengan bertanya apakah hal yang akan kita rasakan jika kasus yang kita hadapi ini menjadi konsumsi media masa dan diketahui banyak pihak. Siapkah kita, atau cukupkah kita selesaikan tanpa publikasi.

Dalam hal ini bisa juga dilakukan investigasi opsi trilemma yakni mencari win-win solution atau solusi terbaik yang bisa menjangkau dua kepentingan. Dalam kasus dilema etika seorang guru peserta PPG di atas, solusi yang ditawarkan bisa jadi adalah tetap mengikuti kegiatan PPG secara online di sekolah sehingga bisa tetap bertatap muka dengan siswa asuhnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post