Larasati Huri Saputri

Bertugas di SMA Negeri 1 Bergas Kab. Semarang ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Berkelahi dengan Tulisan

Menulis, kata itu yang selalu menghantuiku akhir-akhir ini. Membayang-bayangiku setiap waktu. Makan jadi tidak enak, tidur tidak nyenyak, dan mengajar jadi tidak bisa konsentrasi. Bukan karena tidak siap materi, tetapi memikirkan cara untuk tidak bertemu dengan kegiatan yang satu itu. Tetapi alih-alih bisa menghindari, aku justru terjebak di dalamnya. Bagaimana mungkin bisa menghindari karena menulis sudah satu paket dengan membaca dalam proses pembelajaran.

Bagiku lebih mudah untuk berbicara karena tidak banyak rambu-rambu yang membatasi. Tidak perlu harus memperhatikan tanda baca, kosa kata, kata baku sesuai kamus bahasa atau bahasa lain yang lebur dalam bahasa Indonesia. Sementara kalau menulis hal tersebut harus diperhatikan. Seringkali sudah menulis sampai satu halaman kemudian tidak bisa meneruskan lagi karena banyaknya rambu-rambu tersebut. Akhirnya tulisan akan berakhir di tempat sampah.

Kegiatan literasi yang diprogramkan oleh pemerintah membuat banyak pihak berlomba-lomba untuk mengadakan pelatihan menulis. Tidak hanya menulis tentang artikel populer, tetapi juga Best Practise, Penelitian Tindakan Kelas (PTK), buku, dan juga editor buku. Semua yang dijadikan materi tersebut ternyata berbeda-beda gaya penulisannya. Tidak bisa disamakan antara menulis karya ilmiah dan artikel populer. Apalagi menulis buku dengan Penelitian Tindakan Kelas.

Terdorong rasa ingin tahu, semua pelatihan aku ikuti. Bukan karena sertifikatnya, tetapi karena bingung dengan teknik penulisannya. Namun, ternyata hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. Aku masih berkelahi dengan tulisan.

Semakin banyak tahu tentang teknik menulis, semakin bingung untuk memulai membuat tulisan. Rasanya lebih mudah menulis pada saat belum tahu tekniknya. Aku bisa menuliskan apapun yang ada dalam pikiranku tanpa harus memikirkan hal lain. Terkadang aku merasa iri membaca karya orang lain yang enak dibaca, bahasanya mengalir, dan sepertinya sempurna. Sementara aku sampai sehari semalam lembur hanya untuk menulis satu halaman.

Obrolan di kelas editor semakin membuatku ciut nyalinya. Dari sekian banyak teman yang mencoba mengedit satu kalimat belum ada yang benar. Begitu sulitnya menulis yang benar, sehingga semua salah? ataukah aku yang kurang wawasan dan keberanian untuk mencoba?

Hanya waktu yang bisa menjawab semua ini. Semoga suatu saat timbul keberanianku untuk menulis dalam bentuk apapun, sehingga aku tidak perlu berkelahi lagi dengan tulisan.

Bergas, 10 Oktober 2018.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

aku juga sering menulis, tapi di WA.....he..he.... ayo sekolah S2 biar tambah mumet nulisnya....wk..wk..

19 Nov
Balas

Semangat bu, insyaallah tiap tulisan ada takdirnya sendiri. Salam literasi. Barakallah

10 Oct
Balas

Puisi ada saat ia dituliskan

11 Oct
Balas



search

New Post