Memang tidak ada tuntunan dalam Islam untuk merayakan hari kelahiran atau Milad. Namun bagiku milad adalah momen evaluasi, bahwa jatah waktu hidup di dunia berkurang 1 tahun. Biasanya momen milad aku beli kue yang ada tulisan, dipoto, upload di medsos plus doa dan caption harapan. Namun tahun ini ada yang berbeda, aku Tanya yang milad, “Yah, mau beli kue gak?”. Ayahnya dengan tegas menjawab, “Gak usah.”

Sebagai istri tentunya tetap ingin memberikan sesuatu yang special di hari milad pasangan .Apalagi ini bulan Ramadhan. Aku ingat-ingat lagi, apa yang sering dilihat di Hp atau obrolan-obrolan ringan kami beberapa hari terakhir. Setelah beberapa waktu, ingatlah. Sepertinya doi pernah nyletuk, “Mah, kayaknya coto makassar enak ya?”

Mulailah mamah eksekusi, mulai dari brosing di internet cara buat coto Makassar, hunting bumbu dan bahan utamanya. Sampai meyakinkan pada diri sendiri, Bisa tidak ya, Aku bikin ? Bismillah diputuskan buat coto Makassar di hari milad doi.

Daging khas dan iga sudah dipesan kemarin, tinggal nunggu diantar. Bumbu sudah beli di warung. Pas Hari H. Jam 10.00 daging datang, cuci, rebus dipanci presto, tambahkan jahe, daun salam dan sereh untuk mengurangi bau, sambil ngasuh bocil kesayangan.

Abis Ashar berjamaah, cus eksekusi sambil pegang hp lihat resepnya. Mulai menyiapkan bumbu-bumbu, menghaluskan dengan cobek, menumis dan memasak menjadi coto makassar. Harap-harap cemas, takut keasinan atau telalu manis. Maklum Ramadhan, masak berdasarkan feeling, gak dicoba. Alhamdulillah dari tampilan lumayan, semoga rasa tak mengecewakan. Kalau dapat pujian sich, kelaut aja. Maklum doi jarang muji. Tapi seneng juga dibilang, “Makasih mamah untuk masakan hari ini.”

Adzan Magrib berkumandang, diawali dengan minum teh manis dan kurma, lalu gorengan ( menu ini tidak pernah ketinggalan ketika Ramadhan). Lanjut sholat Magrib berjamaah dan baca Al Matsurat. Jantung mulai berdebar, “Mau makan sekarang, Yah?”. Dengan perasaan bangga sambil senyum, “Barakallah Ayah, Karena gak beli kue, mamah buat coto Makassar special di hari milad Ayah.Kan ayah pernah bilang pingin coto Makassar.”| “ Terima kasih, sudah capek-capek buat coto makassar buatku. Ini enak.”doi menjawab sambil senyum-senyum, “Tapi Mah, perasaan Ayah bilang, sop konro ya bukan coto makassar.”| “ Masak sich, bukannya Ayah pingin coto makassar ya? Duh, malu campur aduk perasaan. Masih sambil senyum, “Makanya kalau ayah ngomong, jangan diduain dengan Hp ya.” Nah ketahuan dech, gak focus pas ngobrol dengan suami main Hp.

Sebenarnya pegang hp bukan main game atau baca-baca yang gak jelas juga . Karena ngurusin pekerjaan dari rumah, koordinasi dengan teman, atau membantu guru-guru yang ikut pembaTIK (Pembelajaran Berbasis TIK) Banten yang diadakan oleh Pusdatin Kemdikbud. Ternyata kesibukan kita belajar mengajar dari rumah mengakibatkan salah komunikasi. Ini hanya hal kecil. Namun jika terus berlanjut, bisa jadi biduk rumah tangga akan terancam, belum lagi bocil terabaikan.

Sebuah pembelajaran, sesibuk apapun bekarja rumah selama “social distancing” ini, komunikasi dengan pasangan harus tetap jalan. Jangan sampai pasangan merasa terabaikan. Apalagi sampai kita tidak menunaikan hak suami atas kita.

Barakallah fii Umrik, pacar halalku.

Lasmi Ningsih

Tangerang, 3 Desember 2020

#Tantangan_60_Hari _Menulis_Hari_Ke-33