Aku dan Dongeng Masa Depanku
Baper
Bertahun tahun lamanya kita menjalin hubungan pertemanan, tapi lama lama dalam hatiku muncul sebuah rasa, lebih dari sekedar pertemanan. Mungkin itu yang dinamakan cinta. Sebuah rasa yang sulit dijelaskan melalui teori apapun. Sayangnya aku adalah seorang perempuan yang sangat tabu mengungkapkan rasa cinta kepada laki laki selain kepada ayahku
Hingga tibalah suatu saat dimana aku melihat guratan bahagia terpancar di wajahnya. Akupun turut gembira atas keberhasilan sosok yang selalu sempurna dimataku.
“ Selamat atas keberhasilanmu menjadi seorang sarjana”
Dia tersenyum lebar dan menyambut uluran tanganku, sorotan matanya yang sendu bertabrakan dengan sepasang mataku yang sedang berkaca kaca, rasanya tak karuan. Seakan akan bumi berhenti berputar. Kita saling berpandangan dalam beberapa menit tangannya juga masih memegang erat tanganku. Di saat itu aku berharap kata kata I Love You, keluar dari bibir mungilnya .
“Terimakasih” ucapnya,
“Semoga kamu juga cepat lulus juga ya kuliahnya. Terimakasih sudah menjadi teman yang selalu ada di setiap kesulitanku.”
“Teman?” batinku.
Padahal aku sempat berfikir kalau dia juga menyimpan rasa yang sama sepertiku. Tapi kata kata barusan bagaikan deklarasi resmi dari seorang pemerintah. Aku sedikit mengangguk dan memaksa bibirku untuk tersenyum. Dia melepas tanganku dan menepuk bahuku bagaikan seorang kakak yang memberi semangat kepada adiknya, lalu pergi meninggalkanku.
Lantas, apa maksudnya meminta aku menemani acara wisudanya? Hari special seharusnya ditemani oleh seseorang yang special juga. Pertanyaan itu sempat menggelayuti pikiranku
“Sialan” batinku
Dia memang sulit ditebak, sikapnya yang dingin membuat aku sering kecele menilainya. Waktu ulang tahunku ia pernah memberikan kejutan kecil untukku. Sepasang tiket liburan untuk menikmati indahnya pulau terpencil di Lampung. Padahal ia mengatakan bahwa dirinya tak menyukai ulang tahun, apalagi merayakan ulang tahun.
"Tak inginkah sejenak kau duduk di sampingku, kemudian menyediakan sepuluh detik waktumu untuk mendengar dongeng masa depanku?"
Suara serak dan bercampur tangis itu rupanya masih bisa didengarnya, dia berbalik dan menghampiriku kembali,
“Really, Do you have love story?please tell me”.
Dia menarik tanganku dan mengajakku duduk di sebuah kursi kayu panjang di bawah pohon
Tak ada guratan kesedihan di wajahnya, gelar barunya benar benar meluapkan kegembiraannya. Sehingga kesedihan dan linangan air mata yang tergurat di wajahku tak mengubah ekspresi senangnya. Dia beranggapan aku sangat terharu dengan keberhasilannya.
Dia memang kacau, sangat kacau
Sekacau hatiku. Namun saat itu aku masih memiliki harapan untuk menjadi pendamping hidupnya . Aku menghitung waktu untuk mengatakan sesuatu, dan mencoba mengumpulkan keberanian. Menyingkirkan jauh jauh rasa malu dan rasa tidak enak. Dan tiba tiba
“Ha ha ha ha”
Gelak tawanya mengagetkanku, memporak-porandakan susunan kata di benakku
“Tampaknya kau sulit menceritakan dongeng masa depanmu, kenapa ? kau malu mengungkapkan dongeng itu”
Senyumnya menggelitik hatiku.
“Kalau kamu malu biar aku yang menceritakan dongeng masa depan itu”
Mataku terbelalak. Shock yang kuhadapi belum selesai, tiba tiba keadaan berubah 360 derajat. Seperti yang kubilang tadi, dia memang susah ditebak, tapi aku juga tidak tau apa yang ingin di ceritakan tentang dongeng masa depannya
Jangan-jangan dia juga, juga.
“Brukkkk”
Tiba tiba gelap dan aku tak ingat lagi apa yang terjadi dengan diriku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar