Mbok Ndewor
Mbok Ndewor
Udang-udang kecil itu telah berada didalam cekungan lumpang, baunya sangat menyengat. Tangan lincah Mak Zainab mengangkat kuat-kuat alu yang terbuat dari kayu jati, kemudian ditumbuknya udang udang itu dengan mantap
“Duk duk duk”, suara tumbukannya seakan akan membangunkan mentari yang sedari tadi masih berselimut kabut. Di depannya ada sepiring singkong rebus dan segelas teh yang sudah tidak hangat lagi
“Suamimu belum bangun, Nah”? tanya Mak Zainab
Laki-laki kok nggak tau diri, emang dia pikir mendapatkan uang delapan juta itu semudah memetik daun kenitu. “Mak menyesal membayar denda itu”. Gerutu Mak Zainab
“Iya Mak, saya juga sudah tidak sanggup lagi menghadapi kemalasannya. Sejak ia keluar dari tahanan sikapnya semakin tidak karuan”. Kata Tinah
Dendam dan amarah Mak Zainab tergurat jelas di wajahnya. Sejak awal ia tak pernah menyetujui pernikahan Tinah dan Rugimin. Tapi, ya sudahlah. Mereka telah memberikan seorang cucu perempuan cantik yang kini telah bekerja menjadi TKI di Hongkong. Kalau tak karena kasihan kepada cucunya sudah dari dulu ia meminta Rugimin untuk menceraikan Tinah
“Min, Minnnn. Sapi dan Kambingmu ku lepas aja ya, biar dia cari makan sendiri”. Teriak Mak Zainab.
“Astaga Mak!!! , Nanti pakan ternak juga bisa beli. Kejam amat jadi orang tua”. Kata Rugimin membalas teriakan Mak Zainab.
“Bayar dulu uang denda yang telah ku keluarkan untuk menebus kamu dari tahanan. Baru setelah itu beli pakan untuk ternakmu”. Kata Mak Zainab dengan nada tinggi
Sumpah serapah masih keluar dari mulut wanita yang hidupnya sudah lebih dari setengah abad. Diseroknya tumbukan udang di dalam lumpang menggunakan Solet. Se-sendok demi se-sendok Mak Zainab memindahkan tumbukan udang pada helaian daun pisang sebagai pembungkusnya. jika semua proses telah dilalui maka tumbukan udang akan menjadi terasi yang siap dijajankan di pasar.
“Emak masih hitung-hitunggan dengan biaya kemarin. Nanti kalau Sofie pulang bawa uang dari Hongkong ku lunasi semuanya, Cuma uang delapan juta kok di ungkit-ungkit”. Kata Rugimin menimpali ucapan mertuanya dari tempat tidur.
“Kalau bukan aku yang membangun rumah ini, mana mungkin emak dan Inong dapat menempati bangunan yang layak”. Kata Rugimin.
“Heh Sontoloyo. kamu membangun rumah ini dari hasil menjual sapi yang kuternakkan padamu dasar tak tau diri, terus di atas tanah siapa kamu membangun rumah” ? Kata Mak Zainab menyahuti ucapan menantunya.
Mbak Inoooooonggggg. Mbak.
Bersambung.......
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar