Mbok Ndewor (5)
Pekerjaan Rugimin kini diambil alih oleh istri dan mertuanya. Setiap pagi Tinah merumput untuk makanan sapi dan kambing peliharaannya. Setelah merumput, baru ia pergi ke darmaga. Lalu menuju tempat berlabuhnya perahu nelayan. Sampai sana ia mulai bekerja melepaskan ikan-ikan yang sudah ditangkap nelayan, untuk dipindahkan ke dalam box atau keranjang ikan.
Juragan pemilik perahu akan memberi upah sesuai dengan kesepakatan. Satu keranjang ikan biasanya dihargai 2.500 sampai 5000. Tergantung harga pasaran ikan. Jika harga ikan mahal, maka upahnya naik. Sedangkan Mak Zainab yang setiap selesai salat Subuh langsung menanak nasi dan memasak lauk pauk. Kemudian menimba air, untuk mengisi bak mandi. Lalu dilanjutkan dengan menyapu kandang hewan peliharaan beserta pekarangan rumah.
Rugimin, kini benar-benar menganggur. Ia tak kebagian melakukan pekerjaan apapun. Dua perempuan ini sangat cekatan. Jauh sebelum dirinya bangun, Mak Zainab dan Tinah sudah bekerja. Lama-lama ia merasa tak dibutuhkan lagi. Hasil istrinya bekerja cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Terkadang juga ditambah dengan hasil penjualan terasi Mak Zainab
Pernah suatu hari Rugimin hendak merumput, namun sabit dan karungnya disimpan di tempat tersembunyi oleh Tinah. Rugimin pun mengomel-ngomel, karena ia merasa dipermainkan. Seisi rumah sengaja membuat dirinya tidak dibutuhkan keberadaannya.
Disimpan dimana sabit dan karungnya, Nah? teriakan Rugimin tak ada yang menjawab. Padahal di situ ada istri dan mertuanya. Mereka berdua sedang melakukan aktivitas pagi. Mak Zainab sedang menimba dan Tinah bersiap hendak merumput
“Sepertinya kalian sudah tidak butuh aku ya? “Awas kalau sabitnya ketemu kubacok kalian,” ancamnya
“Eh-eh. Ga perlu nunggu sabit ketemu. Ada pisau tuh di dapur.” Tantang Mak Zainab.
“Dasar, menantu ga tau diri. Beraninya hanya sama orang perempuan. Laki-laki macam apa kamu? Hah!. Dulu kamu minggat ke mana waktu sabitmu mencelakai orang. Kenapa tidak kau lawan polisi yang hendak memborgolmu?”
“Sekarang mau mu apa, Mak Tua? Menceraikan anakmu? Bilang saja.”
“Cukup, Min. cukup teriak Tinah.” Ia tak lagi memanggilnya dengan sebutan Mas. Tampaknya Tinah tak sanggup lagi, melihat emaknya diperlakukan sewenang-wenang dengan oleh suaminya.
Mentari pagi yang baru naik sepenggalah turut menyaksikan pertengkaran keluarga Mak Zainab. Kicauan burung mengiringi alunan jiwa Rugimin yang mulai kacau, tak beraturan. Perempuan yang berusia lebih dari setengah abad itu mengurungkan niatnya untuk menimba air. Dilepaskannya timba berisi air yang sudah ia tarik.
Sabar Mak-sabar. Emosinya jangan dihabiskan semua. Kata tinah menenangkan Mak Zainab, sambil mengusap-usap dada emaknya. Mak Zainah tidak menjawab. Napasnya terengah-engah, sorot matanya penuh amarah. Seskali ia mengepalkan rapat-rapat tangannya sendir.
Rugimin pun masuk ke dalam rumah, dan mengemasi barang-barangnya. Ia mengacak-acak isi lemari. Mengambil barang-barang pribadinya yang dianggap berharga. Dilihatnya kasur hasil pembeliannya. Ia sempat ingin menggotongnya namun tidak jadi. Begitu pula dengan TV dan kursi babut yang ia beli dengan menjual beberapa ekor kambing.
Ia menghampiri Mak Zainab yang masih di luar dan dijaga ketat oleh Tinah. Perempuan yang sudah tak lagi cantik itu khawatir jika suaminya yang sedang kalap melakukan tindakan yang tak diinginkan.
“Barang-barang hasil pembelianku termasuk hewan ternakku itu untuk anakku,Sofie. Jangan kalian nikmati sendiri.”
“Hewan ternak yang mana?” Sahut Mak Zainab. “Kamu tidak pernah merawat enak aja ngaku-ngaku. Selama delapan bulan kamu dipenjara siapa merawat? Siapa yang menebus uang dendamu dipenjara? Siapa yang membiayayai kehidupan kita selama ini. Termasuk uang pendidikan Sofie, sampai biaya keberangkatannya ke Hongkong. Lagian asal-usul hewan itu dulunya punyaku. Karena kamu menikahi anakku kamu boleh merawatnya dan menjual beberapa ekor kambing atau bahkan sapi jika sudah berkembang biak menjadi banyak.”
Rugimin benar-benar keok. Ia meninggalkan istri dan mertuanya tanpa membawa apapun, kecuali barang-barang pribadinya dan benda benda miliknya yang dianggap berharga. Ia pulang ke desanya yang tak jauh dari rumah Mak Zainab. Bahkan ia tak berani membawa sepeda ontel miliknya. Rugimin berjalan kaki dengan segala perasaan hancur dan kecewa. Rasa sesal dendam dan sesal juga menghantui jiwanya
Ia ingin sekali meminjam HP pada tetangganya, untuk menelfon Sofie. Namun sejak hubungan keluarga mereka tidak harmonis, baik Rugimin maupun Tinah bersepakat tidak memberi kabar tentang retaknya hubungan mereka. Keduanya takut jika Sofie khawatir terhadap rumah tangga orang tuanya yang sudah di ujung tanduk.
*****
Tetangga sekitar mendengar pertengkaran yang terjadi pada keluarga Mak Zainab. Termasuk percerairan antara Tinah dan Mak Zainab. Sontak kisah pilu itu terdengar di desa tempat Mak Zainah dan Tinah tinggal. Mereka menjadi trending topik. Dibicarakan di sana dan di sini.
Kebanyakan para warga bersimpati kepada Tinah dan Mak Zainab. Mereka mengatakan bahwa menceraikan Rugimin bukan hal yang salah. Bahkan sebagian mereka menghibur keluarga Mak Zainab dengan memberikan sembako. Meski sebenarnya kehidupan keluarga Mak Zainab bisa berdiri di atas kakinya sendiri.
Karena sejak pernikahan Tinah dan Rugimin,Tinahlah yang membiayayi semua keperluan keluarga. Rugimin merumput dan merawat ternak milik Mak Zainab. Hanya sekali-kali ia mau menjadi kuli, untuk tambahan uang belanja.
Rugimin, Rugimin. Udah rugi, minus lagi. Coba dulu Mak Zainab memilih aku sebagai mantunya, pasti nasib Tinah tidak akan seperti ini. Celetuk Mi’un mantan pacar Tinah dulu yang kini sudah punya anak dan istri.
Ah, sudahlah. Semua Tuhan yang Atur. Kalian itu hanya dipertemukan tidak dipersatukan. Toh kalian sekarang sudah sama-sama punya keluarga masing-masing. Timpal salah seorang warga yang sedang ikut nimbrung membicarakan rumah tangga Tinah dan Rugimin
Mi’un hanya menghela napas panjang, ia teringat bagaimana ia memperjuangkan cintannya kepada Tinah. Namun semuanya kandas, Tinah lebih memilih Rugimin sebagai pendampingnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
terimakasih
Bagus ceritanya, Bun. Keren. Salam sukses dan salam literasi.