Menemani Hari Bahagianya (1)
Di luar gelap,tak satupun bintang menghiasi malam. Cawang mengintipnya dari jendela kamar yang bertirai tebal . Bandul jam menunjukkan pukul 24.00. Ia bukan sedang ronda malam atau begadang mengerjakan laporan kegiatan LSM, melainkan sedang memikirkan tentang hari esok. Laki-laki itu tersenyum lebar membayangkan betapa gagah dirinya besok saat menggunakan Toga. Tapi bagaimana dengan wanita pujaannya? Apakah besok ia bekenan hadir menemani hari bahagianya. Ia tak tau pasti.
Berkali-kali wanita pujaannya menolak untuk hadir diacara itu dengan berbagai alasan. Terakhir bilang, ia tak mau jika rasa itu datang lagi. “Mungkin sekarang ia sudah memiliki kekasih.” Bisik Cawang seraya merapatkan gorden kamar. Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang yang empuk. Rasa sesal telah menguasai jiwanya. Mereka saling menyimpan rasa namun entah mengapa diantara mereka tak ada yang berani menyatakan.
Ia pernah mengajak Adiva kerumahnya lalu memperkenalkan kepada Uminya.
”Mi, ini Adiva teman baikku.”
Kata-kata itu membuat hati Adiva sedikit kecewa. Tentu saja, karena Adiva berharap lebih kepada Cawang. Adiva berusaha tersenyum dengan raut wajah gembira. Ia meraih tangan wanita itu, lalu menciumnya dengan takdzim.
“Panggil saja Umi Harti, Neng.” Katanya sambil tersenyum dan membelai jilbab Adiva.
Mangga-mangga calik. Logat bahasa sundanya memang sangat kental. Kata Cawang uminya memang tak terbiasa menggunakan bahasa indonesia dalam percakapan sehari hari.
“Mi, si Eneng teh orang Jawa, tinggalnya di Depok teu ngartos bahasa sunda”
“Oh iya-iya . Maaf ya Neng.” Kata Umi Harti sambil tertawa terkekeh-keheh. “Umi ga ngerti, kirain teh bisa bahasa sunda”. Katanya sambil menggandeng tangan Adiva dan mengarahkannya ke sofa.
“Duduk Neng.” katanya lagi. Umi Harti memilihkan Adiva duduk di sofa double seat dan membiarkan Cawang menempati sofa single seat. Umi Harti membuka pembicaraan dengan hangat. Sesekali wanita yang menjadi ibu biologisnya Cawang menayakan keluarga Adiva. Namun ia lebih banyak menceritakan kehidupan dikeluarganya sendiri.
Ah, jadi cuhat ya Neng. Kata Umi Harti. Tidak apa-apa Mi, saya senang mendengarnya.
Makan ya Neng, Kata Umi Harti menawarkan.
Umi, siapkan dulu ya. Katanya lagi sambil beranjak pergi
Terimakasih Mi, tadi sudah makan sama Aa. kata Adiva.
Umi Harti tak mempedulikan penolakan Adiva ia tetap beranjak ke dapur dan menyiapkan makanan.
Cawang mendekati Adiva dengan duduk disampingnya. “Neng, Aa mau ngomong sama kamu.” Kata Laki-laki jangkung itu. Hidung mancungnya menghiasi tampang rupawannya yang tampak serius.
“Ngomong aja, dari tadi juga udah ngomong.” Kata Adiva. Mencoba mengusir rasa deg-degannya.
“Aa, Laper. Temenin makan yuk. Kasian tuh Si Umi, udah nyiapin makan buat kita.” Katanya sambil tersenyum manis.
“Uh, dasar. Batin Adiva. Salting, bercampur kesal tampak tergurat jelas diwajahnya. Padahal ia berharap Cawang mengungkapkan perasaan suka kepada dirinya. “Ah sudah. Mungkin aku yang terlalu berharap.” Lagi lagi ia cuma bisa membantin.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar