Leni Cahya Pertiwi

Leni Cahya Pertiwi, S.Pd adalah seorang guru di MTs Lempur Kec. Gunung Raya, Kab. Kerinci, Jambi. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Capung Merah

Capung Merah

Hampir empat puluh tahun lalu, saat masih menjadi anak-anak lugu nan bandel, saya sering berburu capung. Bersama teman sebaya, kami biasanya mencari capung di persawahan. Dulu, masyarakat bertanam padi hanya sekali setahun. Dari mulai menebar benih hingga panen, butuh waktu sekitar 7 bulan. Setelah panen, sawah dibiarkan saja hingga musim tanam berikutnya. Saat musim kemarau, sawah biasa digunakan oleh kaum lelaki untuk bermain layangan. Kami pun tak ketinggalan memanfaatkan sawah untuk bermain. Salah satunya ya menangkap capung.

 

Jenis capung yang paling mudah ditemui adalah yang berwarna hijau. Kami kurang menyukai capung ini. Namun entah kenapa justru capung ini paling mudah ditangkap. Tak heran kantung plastik kami banyak berisi capunng jenis ini. Jika muncul capung merah, kami akan rebutan menangkapnya. Mengejar kemanapun dia terbang. 

 

Kami menangkap capung dengan tiga cara. Cara pertama dengan tangan telanjang. Biasanya kami akan mengendap-endap mendekati capung, setelah dekat, hop! Capung masuk dalam genggaman tangan. Cara ini paling sulit, apalagi jika ada yang iseng mengganggu dengan mengejutkan si capung. Wah, buyar deh. Capungnya langsung terbang menjauh. 

 

Cara kedua dengan menggunakan getah nangka. Sebatang lidi diikat pada ranting kayu sepanjang kira-kira satu hingga dua meter. Di sepanjang batang lidi atau minimal dibeberapa bagian ujungnya kami pasangi getah nangka.

 

Dengan alat itu kami mulai mengejar capung, tak perlu mengendap-endap sampai dekat. Dari jarak dua meter kami menjebak capung hingga lengket ke batang lidi.

 

Duh, kalau diingat-ingat cara ini paling sadis. Kadang sayap capung sobek saat dilepaskan dari getah. Capung hasil tangkapan pun jadi cacat.

 

Cara terakhir dengan membuat jebakan dari plastik yang diikat pada ujung sebatang ranting kecil. Plastiknya membentuk mangkukan. Bagian terbuka dari mangkuknya itulah yang kami gunakan untuk menjebak capung.

 

Cara ini paling efektif kalau capungnya hinggap di tanah atau tempat yang datar. Dengan separuh mengendap, kami berjingkat-jingkat mendekati capung, lalu Hop. Capung pun masuk jebakan. Kondisi capung aman tanpa cacat. Namun cara ini tak bisa dilakukan jika capungnya bertengger di ranting, daun atau pagar rumah. Biasanya dia bisa mencari jalan untuk melarikan diri. 

 

Capung-capung yang bernasib sial itu kami amati dari luar wadahnya yang terbuat dari plastik . Keindahan warna dan bentuk kepala yang unik merupakan bagian paling menarik. Setelah puas bermain dengan serangga cantik itu, kami melepasnya kembali atau memberikannya pada ayam. 

 

Sekarang anak-anak jarang bermain di sawah. Mereka lebih tertarik menatap layar benda gepeng yang bernama handphone. Keseruan menangkap capung berganti kecanduan bermain game. Ah, dunia mereka memang berbeda. 

 

 

 

 

 

Loged, 10022022. Pukul 20.22 WIB

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus ceritanya bu leni...ditempatku juga banyak capung merah

11 Feb
Balas

Kisah masa lalu yg mengasikkan untuk dikenang ya bun..., salam literasi

11 Feb
Balas

Izin follow ya bu cantik dn follow back

11 Feb
Balas

Cerita yang menarik. Salam sukses selalu.

11 Feb
Balas



search

New Post