GHINA, TEMPATMU DI SANA?
Saat penerimaan siswa baru yang dilaksanakan secara online di tahun 2007, di sekolah kami terjaring seorang siswa yang berkebutuhan khusus karena tuna runggu. Masuknya siswa tuna runggu ke sekolah biasa tentu menimbulkan masalah luar biasa bagi seluruh warga sekolah, terutama bagi guru.
Kurangnya pemahaman para guru dalam menangani permasalahan siswa berkebutuhan khusus, menjadi alasan utama penolakan waktu itu. Tujuan para guru memang ingin memberikan pelayanan yang terbaik pada siswanya, tetapi jika bekal kurang, tentu hal itu tidak dapat dilakukan.
Hingga waktu berlalu, berkat kegigihan sang ibu siswa tersebut dan perhatian pemerintah yang luar biasa, sekolah kami dibimbing dan ditetapkan menjadi sekolah inklusi. Sekolah yang memberikan layanan pendidikan yang menyertakan semua anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus atau ABK, dalam proses pembelajaran yang sama.
Sejak saat itu silih berganti sekolah kami menangani siswa berkebutuhan khusus. Berbagai siswa berkebutuhan khusus telah hadir dan berbaur bersama siswa yang lain. Ada yang tuna daksa, ada yang tuna laras , hingga akhirnya datanglah seorang anak bernama Ghina.
Ghina anak berkebutuhan khusus yang cantik dan periang. Daya ingatnya akan nama guru yang dia sukai sangat luar biasa. Nama guru akan dipanggilnya dengan semangat setiap bertemu. Hanya saja, ingatannya pada pembelajaran sangat kurang karena ia berkebutuhan khusus dengan kasus lamban belajar (slow learner).
Saya mengamati, perjalanan dua tahun yang telah dijalani Ghina, di sekolah umum ini, belum memberikan hasil yang optimal baginya. Perubahan justru terjadi pada lingkungan belajar yang menumbuhkan sifat empati. Siswa lain yang normal menerima dan berbaur dengan teman berkebutuhan khusus.
Ghina tetap Ghina. Padahal ia pandai menyanyi. Jika ia berada di tangan guru yang tepat, saya yakin banyak prestasi tersembunyi, yang saat ini tidak bisa ditemukan guru di sekolah biasa, bisa dikembangkan. Saya mengamati, banyak sisi lain yang justru tidak berkembang sempurna di tempat ini. Jadi..Ghina sayang, mungkin tempatmu di sana.
Penulis Pesera Literasi surakarta
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Meski demikian, Ghina tlah berada di sini. Bersama tulisan ini, selalu menyertainya dengan ketulusan. Bagus ulasannya! Salam.
Terima kasih untuk doa indahnya. Hanya saja terkadang saya menduga, di tempat yang lebih baik, ia akan berkembang dengan maksimal.
bagus sekali ide ceritanya, tantangan bagi bapak ibu guru yang bisa menangani anak berkebutuhan khusus menjadi nilai plus jika berhasil mendidik mereka. tetap semangat Bu Liestyani,,,
aku juga pernah alami seperti itu mbak diarahkan ke sekolah inklusi, orang tuanya tidak mau karena dengan alasan tidak ada yang mengantar. orang tua minta untuk biar tidak usah pindah meskipun tidak naik kelas. jadi dilema bagi guru dan anak sebenarnya ya mbak. siip ulasannya mbak buat sadarkan orang tua agar tahu posisi dan kemampuan anak yang sebenarnya dapat dikembangkan.