Lili Arliza

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Bablas

Bablas

Bablas

(Tantangan hari ke-11)

#Tantangan Gurusiana #LA

"Makanya, habis melahirkan itu kamu pakai KB. Biar nggak jebol kayak gini lagi." Perempuan berusia 58 tahun itu mencecarku dengan kata-kata yang membuat hatiku merasa teriris.

Aku diam menunduk. Pandanganku tertuju ke arah perut yang sedang tertanam benih dari Sang Pujaan Hati, Pria Idaman Jiwa, Mas Daffa Alhanan. Sementara anak gadis kecilku yang berusia 11 bulan sedang tertidur di ayunan elektrik.

"Ibu tuh kasihan sama kamu, Esy. Kamu itu perempuan karir, suami pula jauh. Mana Si Nayra masih kecil begini lagi. Kamu juga yang repot. Kalo Ibu dan Ayahmu masih kuat, bisalah kami bantu jaga cucu. Ini, lihat sendirilah bagaimana kondisi Ibu dan Ayah, sudah mulai sakit-sakitan," lagi-lagi Ibu mengeluh dengan kehamilanku.

------ Sebagai anak bungsu dari 3 bersaudara, aku dan suami diminta orangtua untuk tetap tinggal bersamanya. Keinginan itu sudah disampaikan Ibu saat Mas Daffa melamarku untuk menjadi istrinya. Kedua kakakku yang lain tinggal di ibukota provinsi, sesekali pulang saat liburan anak sekolah atau pas lebaran.

Pernikahanku sudah berjalan hampir tiga tahun. Aku termasuk agak lambat memiliki momongan, sehingga begitu anak pertama lahir, aku tak terpikir untuk ber-KB. Hubungan intim dengan suami yang kebetulan bekerja di sebuah perusahaan di Negeri seberang dan pulang sebulan sekali untuk waktu dua mingguan menjadi momen paling ditunggu-tunggu untuk kami nikmati bersama. Biasanya kami main cantik untuk membatasi jarak kehamilan. Tapi entah kenapa, hari itu kami terlupa, dan permainan cantik kami menjadi hilang kendali, hadirlah buah cinta bersemi ....

Awal mengetahui kehamilan ini, aku merasa tidak siap dan sempat marah-marah sama Mas Daffa.

"Kamu, sih Mas .... ngegasnya kebangetan, huhuhu ...." Aku menangis di hadapan Mas Daffa, karena takut diomelin oleh Ibu.

Mas Daffa tersenyum tipis dan mencoba meraih bahuku. Aku menepisnya dengan air mata masih mengalir.

"Sayang, Mas ini kan suami kamu. Ya, wajarlah suami istri berhubungan terus istrinya hamil. Lagian, Mas juga nggak sadar waktu itu karena dihantui rindu sama kamu,"

"Tapi, kalau sudah begini, Esy kan jadi takut, Mas. Omelan Ibu bisa panjang sampai kelahiran nanti. Apalagi, dari awal Ibu sudah menyarankan Esy untuk ber-KB, huhu ...."

"Sabar, Sayang ... harusnya kita bersyukur masih dipercaya Allah untuk diberi momongan lagi. Di luar sana banyak loh orang pengen punya anak tapi belum dikasih sama Allah. Lah, kita dikasih kok malah sedih? InsyaAllah rezeki kita cukup, kok."

Ucapan Mas Daffa sepertinya mampu menenangkan jiwaku, terbukti tangisku perlahan menghilang. Kupandang wajah suamiku yang tampan dengan hidung mancung dan alis mata hitam tebal itu dengan sisa air mata yang masih menggenang.

Suamiku tersenyum, disekanya air mataku dengan jemarinya. Kemudian aku diraih ke bidang dadanya. Sungguh, aku merasa ketenangan tiba-tiba menyusup di dalam hatiku.

-----

Bulan-bulan berlalu. Aku tetap melaksanakan pekerjaanku sebagai PNS yang mengabdikan diri di salah satu instansi basah di Pemda, kota kelahiranku. Nayra kecil diasuh oleh ART yang datang pagi pulang sore, sementara neneknya hanya bertugas mengawasi. Ibuku, memang tipe nenek yang cerewet. Ia begitu teliti mengawasi tumbuh kembang cucu kesayangannya itu. Jika ART tampak lalai, Ibuku tidak segan menasehati bahkan terdengar mengomeli. Untunglah, Mbak Manah sangat mengerti dengan sifat Ibu sehingga dia tidak pernah ambil hati. Apalagi Mbak Manah yang seorang janda paling tahu bahwa meski cerewet, Ibuku aslinya adalah perempuan penyayang dan tidak pernah kikir terhadap siapa saja terutama dengan orang yang bekerja dengannya.

Satu bulan sebelum hari kelahiran tiba, aku sudah mengurus surat cuti untuk melahirkan adik Nayra. Mas Daffa masih tetap dengan tugasnya di negeri seberang. Satu minggu dari prediksi dokter, Mas Daffapun sudah berada di sampingku.

Hari itu perutku sudah merasa mulas, pinggang terasa sakit. Ada sedikit darah keluar di pakaian dalam. Sepertinya waktu kelahiran anak kedua ini akan segera terjadi. Dengan wajah meringis menahan sakit, akupun dibawa oleh Mas Daffa ke rumah sakit swasta di daerahku. Mas Daffa mengemudi dengan cepat, sementara suara Ibu terus mengoceh di belakang sambil mengelus-ngelus perutku.

"Daffa, cepetanlah. Istrimu ini sudah mau brojol. Mau kamu anakmu nanti lahir di dalam mobil?"

"Aduuuh, Bu. Itukan Mas Daffa bawa mobilnya sudah hampir mau terbang kan?" selaku masih dengan wajah menahan sakit.

"Sabar, Bu. Bentar lagi sampai," sahut Mas Daffa.

"Iya, Ibu ini. Sabar sajalah, ngomel terus." Ayah yang duduk di sebelah Mas Daffa ikut angkat bicara.

Ibu hanya bisa diam sembari mengerucutkan mulutnya.

------ Tiba di rumah sakit, aku langsung dibawa masuk ke IGD, ternyata setelah dicek sudah bukaan empat. Dokter menyarankan untuk langsung dibawa ke ruang bersalin. Tak cukup tiga jam, bayi mungil perempuan lahir ke dunia dengan tangisan yang melengking melenyapkan semua rasa sakit yang kurasa. Mas Daffa yang ikut menyaksikan proses kelahiran bayinya langsung mencium keningku dan mengucapkan terimakasih dengan wajah sumringah. Bayiku segera di azankan oleh Abinya. Sekitar satu jam berikutnya aku didorong menggunakan brankar ke ruang rawat inap VVIP yang dipesan oleh Mas Daffa. Ibu dan Ayah yang sudah menunggu, menyambut kami dengan wajah bahagia.

"Alhamdulillah, cucu Nenek sudah lahir. Aduuuhhh, Sayang Nenek, cantik sekali kamu. Persis Umimu waktu masih bayi, montok dan merah," Ibu langsung meraih bayiku dari box baby dan menggendong dengan posisi satu tangan menyelip di antara kepala dan leher bayi, sedang tangan yang satunya menahan badan dan bokong. Ibu mengayun-ayunkan cucunya dengan wajah bahagia. Aku dan Mas Daffa saling pandang tersenyum. Kemarin waktu aku hamil, habis diomelin, tapi bayinya lahir malah senangnya nggak ketulungan.

-----

"Esy, anakmu sudah dua sekarang. Dua-duanya masih balita. Mau laki atau perempuan sama saja. Yang penting mereka sehat. Nah, pertanyaan Ibu, kamu sudah ber-KB atau belum? Jangan mau hamil lagi saat begini. Nanti kamu sendiri yang repot. Kalau laki-laki sih apalah kata mereka. Toh, nggak ngerasakan repotnya hamil dan ngurusin anak." Ibu mulai menceramahi aku dengan wajahnya yang serius.

Malam itu Ibu masuk ke kamarku saat mengetahui cutiku sudah hampir usai. Tangannya sigap mengusap-usap lembut pipi bayi mungil bernama Naysa yang sedang tertidur di ranjang empuk berseprey warna pink motif boneka. Tampaknya Ibu sangat menyayangi cucunya itu, terlihat ia terus mencium wajah Naysa dan beberapa kali tersenyum melihat ekspresi tidur bayi tersebut yang menggemaskan.

"InsyaAllah, lusa Mas Daffa pulang, Esy ke dokter untuk pasang spiral, Bu."

"Halaaah .... ngapain juga nungguin Si Daffa. Sama Ibu juga kan bisa ke dokter. Yang Ibu tahu, spiral itu kan dipasangnya pas mens saat darahnya sudah mau berhenti. Ini kan kamu sudah mau habis mensnya. Nanti pulang Si Daffa keburu kesetrum lagi kamu," Ibu menatapku lekat.

Bagaimana ini? Aku pengennya pasang spiral ditemani sama Mas Daffa. Tapi ibu memaksa dengannya. Orang bilang, menyusui itu sebenarnya sudah termasuk KB alami. Ada temanku, selama menyusui dia tidak mengalami menstruasi dan tidak menyebabkan dia hamil. Tapi kayaknya tidak berlaku untukku. Selama menyusui anak pertama, aku tetap mengalami haid. Dan saat ini, setelah selesai masa nifas, aku mengalami haid seperti biasa.

"InsyaAllah, aman, Bu. Esy nungguin Mas Daffa aja, sekalian bawa dedek imunisasi." Aku tersenyum memandang wajah Ibu.

Ibu menarik nafas dan menghembusnya sedikit berat, "Terserah kamulah. Tapi, ingat. Jangan sampai bablas lagi. Harus pandai-pandai," kata Ibu, kemudian menyelimuti tubuh cucunya dan segera keluar dari kamarku.

Aku tersenyum lagi. Menatap dua makhluk mungil yang Allah titipkan padaku. Hampir setiap saat di luar jam kerjanya, Mas Daffa video-call ingin melihat kedua puterinya.

Malam ini, sebelum tidur aku menghubungi Mas Daffa melakukan pillow talk seperti biasanya. Jarak dan waktu tidak menjadi penghalang buat kami yang sudah menjalani LDM sejak menikah untuk tetap hangat menjalani komunikasi. Hanya satu kendala yang cukup mengganggu, saat rindu itu datang .... sementara dia tidak di sisi, di sinilah terkadang pertahananku runtuh.

----

Hari ini, hari sepuluh hari sudah Mas Daffa di rumah. Hari pertama Mas Daffa tiba, sorenya kami segera ke tempat praktik dokter SpOg langgananku, namun sang dokter berwajah ayu di balik khimar itu sedang ke luar kota. Rencana kamipun tertunda. Bisa dibayangkan kerinduan yang membuncah selama hampir satu bulan tidak bertemu. Hujan turun dengan cukup deras. Debar di jantung kian berdegup bertalu-talu saat mata indah Mas Daffa memandangku. Terngiang-ngiang pula omongan Ibu kemarin malam. Seminggu yang lalu aku baru selesai mandi wajib dari haid. Sementara tidak ada balon karet tipis-tipis di kamar ini. Anak-anak juga sudah tidur dengan pulas, terlihat dari antengnya mereka meski guruh bersahutan dan kilat menyambar membias di kamar dengan pencahayaan remang-remang ini. Dua hari lagi Mas Daffa akan berangkat kerja, apakah harus berpuasa menahan dahaga?

Aduhai cinta, bagaimana rupaku dalam malam yang syahdu dari tatap matamu yang menghujamku dengan kerinduan teramat dalam. Akupun tak kuasa menahan rasa dan bablas tertidur dalam dekapan Mas Daffa. Terngiang-ngiang pula omelan Ibu di telingaku. Akupun semakin menyusup ke dalam pelukan hangat suamiku. Cinta, aku bablas, dan aku takut .... tapi, selagi ada kamu, ketakutanku akan sirna dengan sendirinya ....

End. 🙂🙏🏽🌹

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Apakah ada yang ketiga? Haaa..

26 Jan
Balas

Hahaha....belum tahu, Bunda....

26 Jan



search

New Post