Lili Arliza

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketika Bu Guru Dicintai

Ketika Bu Guru Dicintai

❤Ketika Bu Guru Dicintai❤

(Tantangan Hari ke-3)

#Tantangan Gurusiana

#LA

Pagi ini, aku ada jam ketiga dan keempat di kelas IX.C. seperti biasanya aku masuk ke dalam kelas dengan melemparkan senyum manis kepada para siswa sembari menatap mereka satu persatu biar mereka merasa ada perhatian dan kehangatan yang aku berikan, dan kuharap mereka bisa mengikuti pelajaranku dengan semangat dan antusias.

Setelah siswa mengucapkan salam dan berdoa, aku mulai membuka kegiatan pembelajaran sesuai standar kurikulum. Selanjutnya siswa mengerjakan LKPD, sedang aku bertindak sebagai fasilitator mengamati pekerjaan siswa. Sesekali mataku mengawasi Riki. Siswa ini memang berwajah lumayan ganteng, hidungnya mancung dan postur tubuhnya tinggi. Untuk belajar, sebenarnya Riki termasuk siswa yang pintar, hanya saja dia sering bolos sekolah. Sudah lebih dari sekali aku mengirimi surat panggilan untuk kedua orangtuanya. Berkomunikasi sekaligus mencari titik permasalahan apa yang membuat Riki sering malas ke sekolah. Menurut orangtuanya, tidak ada hal yang mencurigakan. Faktor utamanya memang murni karena rasa malas. Ah, sudahlah ....

Bel istirahat sholat dhuha berbunyi sebanyak dua kali. Pembelajaran denganku berakhir untuk hari ini. Sebelum siswa keluar, aku sudah mengingatkan Riki untuk bertemu denganku.

"Riki, sebelum keluar ke sini dulu ya," kataku padanya.

"Baik, Bu," jawabnya

-----

Setelah semua siswa keluar untuk berwudhu dan melaksanakan pembiasaan sholat dhuha, Riki datang mendekati mejaku. Aku tersenyum padanya. Riki menyalin senyumku namun gerakan tubuhnya tampak salah tingkah.

"Gimana kabarmu, Riki?" Aku mencoba membuatnya santai dengan pertanyaan sederhana barusan.

"Alhamdulillah, baik, Bu."

"Hmmm ... Ibu perhatikan sekarang kamu mulai rajin ke sekolah ya? Udah nggak bolos kayak dulu."

Riki mengangguk dan tersenyum malu-malu.

"Boleh Ibu tahu, apa yang membuatmu jadi termotivasi untuk rajin datang ke sekolah saat ini?" Aku mencoba memancingnya.

"Cuma sadar aja, Bu. Sebentar lagi kan mau ujian. Akan banyak simulasi juga untuk diikuti," lagi ia menjawab dengan malu-malu.

"Wah, hebat. Kesadaran yang luar biasa. Keren kamu. Tapi ... motivasi lain ada nggak? Misal, karena seseorang kamu jadi rajin ke sekolah?" Mataku menatapnya masih dengan senyuman.

Riki menjadi kikuk. Dia menoleh ke samping kanan dan samping kiri. Wajahnya tampak sedikit kuatir.

"Sebenarnya, saya mau cerita sama Ibu. Cuma saya malu, Bu," katanya. Sesekali ia memandangku, sesekali menunduk.

Nah, inilah yang sebenarnya aku tunggu. Aku mendadak serius dan mencoba mengajak dia bercerita.

"Ayolah cerita sama Ibu. Ambil, ambil sana bangkunya. Bawa ke sini. Duduk di depan Ibu. Ibu ini wali kelas kamu, pengganti orangtua kamu di sekolah. Ceritalah."

Riki mengangguk. Dengan wajah yang masih pias dia mulai bercerita.

"Sebenarnya saya jatuh cinta pada seseorang di sekolah ini, Bu."

"Oh, ya? Boleh Ibu tahu, siapa perempuan itu?" Pancingku.

"Ini, Bu ... Anu, Bu ... Ah," berulangkali Riki mengusap wajahnya yang tiba-tiba berkeringat dingin.

"Santaaaiii ... kenapa kamu jadi nervous begitu? Kamu tidak percaya cerita sama Ibu?"

"Bukan, Bu. Sebenarnya, saya jatuh cinta sama Bu Niken, Bu." Riki tertunduk setelah menyebutkan nama Bu Niken, seakan melepas sesak di dadanya.

Aku menarik nafas dan menghembusnya perlahan.

"Kamu yakin dengan perasaan itu?"

Riki mengangguk.

"Bisa jelaskan lebih detil?"

"Saya suka grogi bila ketemu Bu Niken, Bu. Saya ingin menjadi pendamping Bu Niken, Bu. Saya benar-benar jatuh cinta padanya. Saya ingin menjadi imamnya, Bu."

Oh em ji. Aku berada di mana saat ini? Kucubit paha, aduh sakit. Ternyata aku tidak sedang bermimpi.

"Riki, berapa usia kamu saat ini?"

"Jalan 17 tahun, Bu."

Omegot, sweet seventeen gitu lho. Dia merasa sudah menuju dewasa sehingga sudah berani bicara tentang masa depan. Memang seharusnya dengan usia segitu, paling tidak Riki seharusnya sudah duduk di kelas XI. Karena SD lambat masuk sekolah, jadilah ia ketuaan di bangku SMP, ya salaaammm ....

"Kamu tahu kalau Bu Niken itu Ibu guru kamu? Sudah punya dua anak yang satunya sudah duduk di kelas 8? "

"Saya tahu, Bu. Tapi saya tidak dosakan, Bu? Toh, Bu Niken juga tidak punya suami. Saya janji akan membahagiakannya, Bu."

Waduh, kepalaku mendadak pusing. Sepertinya aku butuh psikolog untuk membantu menetralkan perasaanku. Ini anak PEDEnya akut sekali.

"Apa yang membuat kamu mempunyai perasaan itu?"

"Ini, Bu. Saya jatuh cinta sama Bu Niken karena melihat kesehariannya."

"Kenapa emangnya keseharian Bu Niken?"

"Dia perempuan yang pandai menjaga pergaulan. Pakaiannya lebar, dan tentunya dia cantik, Bu."

Ebuseeettt, jujur kali kamu Bujang. Aku tersenyum tipis.

"Riki .... ibu mengerti perasaan kamu. Tapi, menurut Ibu sebenarnya perasaann kamu itu hanyalah ekspresi dari kekaguman seorang siswa terhadap gurunya. Kamu masih 17-an, banyak lho cewek di sekolah ini yang bisa kamu kecengin, masa sama Bu Niken pula? Kayak Ibu dan anak." Aku tersenyum lagi.

"Tapi, kami saling suka, Bu," Potongnya.

What?! Apa aku nggak salah dengar nih? Ini kuping rasanya tadi pagi baru aku bersihin pakai cotton both.

"Maksud kamu?"

"Bu Niken selalu merespon chatingan saya, Bu. Bahkan waktu saya pengen ngajak ketemuan, Bu Nikennya mau," ulasnya dengan wajah sumringah.

'Waw, emejing.' Batinku. Entah siapa yang nantinya akan aku gigit nih.

"Cerita apa waktu ketemuan?"

"Waktu ketemuan, saya langsung nembak Bu Niken, Bu."

"Kamu punya pistol? Mati dong Ibunya kamu tembak?" Kelakarku.

Riki ketawa lepas.

"Riki, coba kamu netralisir perasaan kamu, ya. Sebentar lagi mau ujian. Perbanyak belajar, tingkatkan ibadah. Hindari chatingan dengan Bu Niken kalau hanya membuat perasaan kamu jadi tak menentu. Ingat, Bu Niken itu guru kamu. Usia kalian jauh beda. Masa depan kamu masih panjang. Belajar giat, sukses. Nanti pandangan kamu semakin luas dan akan banyak gadis yang satu di antaranya bisa kamu pilih. Sekarang, tugas kamu belajar, ya," kutatap lekat matanya.

Lama Riki terdiam, menunduk dan mulai gelisah -----

-------

Bersambung....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post