Lili Arliza

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Suprise Buat Si Mamah

Suprise Buat Si Mamah

Surprise Buat Si Mamah-1

*Cerbung.

#LA

Hari ini bete amat rasanya. Mas Ardi mendadak cuek kayak bebek jelek lagi jalan-jalan di tanah becek. Ish, kesel deh. Pagi-pagi lagi, aku juga yang disuruh nganterin anak-anak ke sekolah. Katanya ada meeting dadakan sama para bos besar di perusahaan. Ish, cape deh. Bekal yang kusiapkan, entah dimakan entah tidak, soalnya tadi Mas Ardi bilang mau makan sama rekan kantor siang ini karena ada yang sukuran. Hmmm...padahal sejak menikah, Mas Ardi selalu bawa bekal untuk siang. Hari gini bawa bekal? Ish, lebay. Mungkin gitu yah kata sebagian orang. Tapi bagi Mas Ardi, masakanku lebih lezat dibandingkan makanan dari planet manapun. Ah mungkin Mas Ardi lagi gombal saat itu. Tapi suer deh, tiba di rumah selalu habis bekalnya kalau aku cek. Hmmm...atau dibuang kali ya? Ah, enggaklah. Mas Ardi kan tidak begitu. Tempat bekal yang kusiapkan adalah tempat yang tahan panas, sehingga masakanku selalu fresh saat dimakan. Mau tahu belinya di mana? Silakan cek saja di google, hahaha.

"Mamah, hati-hati dong. Itu lampu merah hampir saja Mamah terobos." Si Sulung membuyarkan lamunanku saat nyetir. Ih, ini gara-gara Mas Ardi nih.

"Oh ya, maaf, Sayang." Aku buru-buru ngerem. Huft, hampir saja kena tilang.

Lampu hijau mulai menyala, aku menyusun konsentrasi untuk segera melaju mengantar buah hati ke sekolah. Setelah tiba di gerbang, aku turun dan menggandeng tangan kedua anakku sampai di depan kelasnya. Kucium dan kubisikkan kata-kata semangat untuk mereka agar menjadi anak yang cerdas dan berakhlak mulia. Biasanya hal ini dilakukan oleh Papahnya, tapi kebetulan Si Papah lagi sibuk, ya akulah penggantinya. Kedekatan hati seorang ayah atau ibu dengan anak-anaknya akan mempengaruhi tumbuh kembang sang anak. Kalau tidak percaya, boleh dicoba mulai hari ini. *****

Aku memarkirkan mobil di garasi dan masuk ke dalam rumah. Melaksanakan tugas negara sebagai IRT. Aku menarik napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan. Aktivitas keseharian yang kadang membosankan, ternyata membuat mulutku ini jadi cerewet. Sering Mas Ardi memintaku memakai jasa ART, tapi akunya merasa risih. Ya sudah, aku kerjakan semuanya sendiri. Memang terkadang merasa jenuh, tapi aku berusaha tetap nyantai dengan memperbanyak ibadah dan jika ada waktu luang turun ke halaman bermain dengan bunga-bunga yang kutanam. Seminggu sekali mengikuti pengajian rutin. Dan satu hal yang tidak pernah tinggal adalah membaca tulisan-tulisan di salah satu komunitas bisa menulis di fb yang tak jarang mengorbankan feelingku. Ohhh, nasib.

Pernah suatu ketika, di jaman aku baru beranak satu. Pergi berbelanja ke swalayan dekat rumah, eh dibisikin sama seorang perempuan berpakaian rapi (sepertinya wanita karir) yang kebetulan mampir beli sesuatu. "Sayang ya, Mbak, masih muda tapi waktunya habis ngurusin anak dan suami di rumah."

Aku cuma tersenyum tipis. Nih orang nggak kenal kali ya sama Lona Salsabilla. Gini-gini, aku lulusan S-2 UKM program environmental management. Ih, nggak tahu dia. Awalnya, begitu menyelesaikan S-2 aku ingin berkarir, tetapi seorang lelaki datang meminangku dan langsung diterima baik, bahkan sangat baik malah oleh kedua orangtuaku tercinta. ***** Flashback.

Siang itu. Tiga bulan setelah aku meyelesaikan studi S-2, aku pulang untuk memberi kabar kepada mama dan papa bahwa aku sudah diterima di perusahaan tempat aku melamar pekerjaan selain melepas rindu. Salary yang ditawarkan sangat menggiurkan. Gini-gini, aku termasuk mahasiswa cerdas dengan IPK cumlaude, haha. Bukan mau nyombong ya tapi meninggi dikit, eits canda doang. Aku bukan tipe sombong kok. Tapi diwaktu yang sama, mama dan papa ternyata sedang menungguku untuk berbicara. Sepertinya ada hal penting.

"Sini, Sayang. Mama senang kamu sudah kelar S-2nya. Usiamu sudah 23 tahun. Apa mau kerja atau mau nikah?"

Gubrak. Pertanyaan mama bikin aku hampir pingsan. Ya tentu kerjalah Ma, batinku. Aku pulang ke sini untuk mengabarkan kalo aku diterima di perusahaan ternama di KL. Tapi aku tidak menjawab, malah menyelidik.

"Tumben Mama bertanya seperti itu?"

"Begini, Lona. Kemarin tanpa disengaja, Mama ketemu sama murid Mama waktu SMP. Murid yang sangat berkesan di hati Mama. Bahkan, Mama sempat dahulu bercerita sama Almh. Nenek kamu minta didoakan supaya salah satu anak Mama bisa berjodoh dengan dia," jelas Mama dengan mata berbinar.

Eh buset. Jaman kapan itu? Kalau dia SMP saja sudah bikin Mama menaruh harapan, sehebat apa dia?! Ah, aku mendadak jadi penasaran. ******

Lelaki itu bernama Ardian Riski Maulana. Dia anak yatim piatu yang merantau ke kampung halaman mamaku tersayang. Lelaki itu hidup sebatang kara, ayahnya Jawa asli dan ibundanya Lampung asli. Orangtuanya meninggal di saat usianya masih balita dikarenakan kecelakaan lalu lintas. Kakak perempuan kandungnya meninggal di usia 7 tahun karena DBD yang terlambat ditangani. Tinggallah dia sendiri diasuh oleh nenek di Lampung. Saat ia menamatkan SD, sang nenek pula meninggal. Ia merasa sedih yang luar biasa. Keluarga yang tersisa hanyalah adik perempuan ibunya yang ia panggil Binda. Seorang janda. Mungkin memang sudah jodoh, Binda bertemu dengan seorang pria dari Riau dan Binda dibawa pindah ke Riau. Otomatis Ardi dibawa serta. Saat itulah, Ardi masuk di SMP tempat Mama mengajar. Kata Mama, waktu Ardi di kelas 1, Mama tidak masuk mengajar di kelasnya. Tapi Mama sudah mendengar dari teman sejawatnya cerita tentang seorang anak bernama Ardi yang super baik, sopan, pintar ngaji dan rajin sholat. Selanjutnya di kelas II Mama masuk di kelasnya mengajar pelajaran Fisika. Mama menyaksikan langsung akhlak baik Ardi. Umur segitu Ardi sudah menjaga pandangan dengan lawan jenis. Setiap hari jumat, di sekolah Mama ada yasinan, Ardilah yang selalu jadi pemimpinnya. Sejuuuuk sekali hati Mama mendengar suaranya. Tambah pula kecerdasannya yang diacungi jempol bikin Mama semakin terharu. Didikan agamanya bagus, hapalan surahnya banyak. Ternyata selama di Lampung Ardi SD-nya mondok di pesantren. Nilai plus-plus di mata Mama dan semua orang. Dan mulai saat itulah Mama mulai menghayal. Tahu tidak, waktu itu aku baru duduk di bangku kelas 1 SD. Hadduh Mama. Ck ck ck.

Menurut Mama, anak bernama Ardi itu adalah anak istimewa. Teman-teman Mama berlomba memberikan bantuan, uang jajan dan bahkan ingin menyekolahkan Ardi ke jenjang berikutnya yang lebih tinggi. Hmmm...enak juga yah disayangi guru seperti itu. Mama juga sering memberi uang jajan kepada Ardi setiap masuk ke kelasnya. Dan Mama merasa ada feel di antara Mama dan Ardi. Tapi Mama merasa kuatir, karena ada kawan Mama yang betul-betul sayang sama Ardi dan ingin mengambil Ardi sebagai anak asuhnya. Lagi-lagi Mama terpengaruh dengan cerita-cerita di sinetron takutnya ada modus. Sehingga Mama memohon doa dari Ibu kandungnya atau nenekku agar anaknya nanti sudah dewasa bisa berjodoh dengan Ardi. Ish Mama, adah-adah sajah. Baru aku sadari sifat Mama inilah yang menurun pada diriku. Mudah terpengaruh dengan tulisan atau cerita yang ditonton. Ah aku jadi malu. *****

Komunikasi di antara Mama dan Ardi masih berlangsung sampai Ardi duduk di bangku SMA. Dan hilang komunikasi saat Mama mutasi ke Pekanbaru ikut Papa yang kebetulan membuka usaha di Pekanbaru. Setelah 15 tahun berlalu tanpa disengaja saat Mama dan Papa ngemall (jangan heran yah meski sudah usia 50 tahunan), Mama dan Papa adalah pasangan setia dan selalu mesra. Ngemall aja pake berdua nggak boleh diganggu. Ish, ngiri dech. Nah, saat itulah seorang lelaki tinggi gagah berkulit putih bersih, tampan, berpenampilan rapi dan tampak sukses mendekati Mama dan Papa yang sedang minum jus di salah satu cafe yang ada di mall.

"Assalamualaykum, Bu Lita." Wajah lelaki itu sumringah. Begitu ya cerita Mama.

Mama dan Papa menoleh. Lelaki itu mengulurkan tangan pada Mama dan Papa. "Masih ingat Ardi, Bu? Murid Ibu waktu SMP," lanjutnya dengan senyum menawan.

Mama kaget sekaligus bahagia. Ternyata Mama dan Papa ngemall sekedar ngomongin diriku yang tiga bulan lagi mau wisuda. Pucuk dicinta ulampun tiba. Entah mengapa orangtuaku ingin sekali aku segera menikah dengan lelaki yang bisa menjagaku dengan baik. Anehkan? Bukannya menyuruh kerja, malah menyuruhku cepat menikah. Pantas saja, sewaktu menghadiri acara wisudaku Mama dan Papa sangat antusias sekali dan papa malah bilang padaku.

"Selamat ya, Lona. Kamu anak sulung Papa yang sangat hebat. Cerdas. Tapi Nak, Papa tidak muluk-muluk. Papa hanya ingin kamu mendapatkan jodoh yang baik. Yang bisa menjaga kamu dan selalu menyayangi kamu, karena di luar sana banyak lelaki bejat. Kalaupun kamu ingin berkarir dan sukses itu adalah bonus buat Papa."

Loh loh loh. "Jadi buat apa Papa sekolahkan Lona tinggi-tinggi?" Aku protes waktu itu.

"Sayang, seorang ibu memang sebaiknya punya pendidikan tinggi supaya bisa mendidik anak-anaknya dengan baik." Mama menimpali.

Oh Tuhan. Apa yang ada di pikiran kedua orangtuaku???

* Menerima krisan yang membangun.😁

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow, cerita yang asyik. Mantaps bisa jadi satu buku nih Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik

22 Aug
Balas

Makasi bunda...

22 Aug



search

New Post