Ironi Penegakan Hukum Pidana Korupsi di Indonesia
Korupsi telah lama menjadi penyakit kronis di negeri ini, mencabik-cabik sendi kehidupan bangsa dan merugikan masyarakat secara masif. Namun, yang lebih menyakitkan dari maraknya korupsi adalah ironi dalam penegakan hukumnya. Contoh terbaru adalah kasus dugaan korupsi impor gula. Ironisnya, data menunjukkan bahwa volume impor gula pada masa Menteri Perdagangan lainnya justru lebih tinggi, namun tidak ada tindakan hukum serupa. Di sisi lain, kasus penggunaan private jet oleh pejabat dinyatakan bukan gratifikasi oleh KPK, meski menuai kontroversi publik. Perbedaan perlakuan ini menampakkan dengan jelas praktik tebang pilih dalam penegakan hukum.
Tebang Pilih dalam Penegakan Hukum
Fenomena tebang pilih bukanlah hal baru di Indonesia. Ketika hukum dijalankan dalam sistem sekuler kapitalis, keadilan seringkali menjadi barang langka. Mereka yang memiliki akses kekuasaan atau kekuatan ekonomi cenderung mendapatkan perlakuan istimewa, sementara masyarakat biasa atau pihak yang tidak memiliki kedekatan dengan kekuasaan sering menjadi sasaran empuk penegakan hukum.
Kasus impor gula adalah salah satu contohnya. Data menunjukkan bahwa lonjakan impor gula terjadi dalam satu dekade terakhir di bawah beberapa rezim pemerintahan. Namun, hanya segelintir pihak yang dijadikan tersangka, sementara pelaku lain yang mungkin terlibat dibiarkan bebas. Di sisi lain, kasus private jet, meskipun memicu polemik, diakhiri tanpa investigasi lebih mendalam. Hal ini memperkuat persepsi publik bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Akar Masalah: Sistem Sekuler Kapitalisme
Ketimpangan ini terjadi karena sistem sekuler kapitalisme yang menjadi landasan penegakan hukum di negeri ini. Dalam sistem ini, hukum seringkali diperalat untuk melindungi kepentingan pihak tertentu. Kekuasaan dan uang memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah penyelesaian kasus. Prinsip "yang kuat yang menang" menjadi gambaran nyata dari sistem ini, sehingga keadilan hanya menjadi jargon tanpa implementasi.
Dalam sistem seperti ini, celah korupsi juga terbuka lebar. Minimnya integritas aparat penegak hukum, lemahnya sistem pengawasan, serta ketergantungan politik pada sumber daya ekonomi menjadikan korupsi sebagai praktik yang sulit diberantas secara tuntas. Penegakan hukum menjadi alat tawar-menawar politik atau bahkan bentuk represif terhadap pihak yang tidak sejalan dengan penguasa.
Solusi Islam terhadap Korupsi
Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan korupsi yang komprehensif. Dalam Islam, korupsi adalah perbuatan haram yang melanggar hukum syarak. Tidak ada ruang toleransi bagi perbuatan yang merugikan umat. Sistem hukum Islam menjamin tegaknya hukum tanpa pandang bulu karena semua orang sama di hadapan hukum, termasuk pemimpin.
Mekanisme pencegahan korupsi dalam Islam meliputi:
Pendidikan dan Ketakwaan: Setiap individu dididik untuk takut kepada Allah dan menjauhi perbuatan yang melanggar hukum-Nya. Sistem Gaji yang Layak: Negara menjamin kebutuhan dasar aparat dan pejabat, sehingga mereka tidak tergoda untuk korupsi. Pengawasan Ketat: Sistem pemerintahan Islam memiliki badan pengawas seperti Qadhi Hisbah yang bertugas memastikan kejujuran dalam administrasi dan perdagangan. Penegakan Hukum yang Tegas: Hukuman dalam Islam dirancang untuk memberikan efek jera, baik secara fisik maupun moral.Mengembalikan Kepercayaan Publik
Untuk mengatasi ironi ini, Indonesia membutuhkan reformasi besar dalam sistem hukum. Penegakan hukum harus dilakukan secara transparan dan independen tanpa intervensi politik atau ekonomi. Publik juga perlu didorong untuk lebih aktif mengawasi kinerja aparat penegak hukum.
Namun, solusi jangka panjang hanya dapat tercapai jika sistem hukum diubah dari yang berbasis sekuler kapitalis menjadi sistem yang berbasis nilai-nilai keadilan universal, seperti yang ditawarkan Islam. Sistem ini menjamin bahwa hukum akan ditegakkan demi kemaslahatan rakyat, bukan demi kepentingan segelintir orang.
Ironi penegakan hukum korupsi di negeri ini seharusnya menjadi refleksi bagi semua pihak. Ketidakadilan dalam hukum tidak hanya mencederai kepercayaan publik tetapi juga mengancam masa depan bangsa. Sudah saatnya kita mengevaluasi sistem yang ada dan mencari solusi yang benar-benar memberikan keadilan bagi semua.
Wallahua’lam bish showab
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Memang sebaik apa pun sistem yang kita buat namun ketika ada dua orang yang bekerja sama, maka sistem akan rusak. Jadi masalah di orang nya atau di sistemnya?