Lilik Ummu Aulia

Saat ini sedang menikmati profesi sebagai ibu rumah tangga sembari mengajar mata pelajaran Kimia di salah satu sekolah di Mojokerto. Just wanna be a good learne...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kebijakan Populis Solusi Tuntas Problem Pendidikan?

Setiap momentum Hari Pendidikan Nasional selalu diwarnai dengan pidato dan peluncuran program-program baru dari pemerintah. Tahun ini, tidak berbeda. Presiden kembali meluncurkan sejumlah kebijakan “populis” di bidang pendidikan, mulai dari rencana pembangunan dan renovasi sekolah hingga bantuan langsung tunai untuk guru, termasuk para honorer. Sayangnya, di balik deretan program itu, akar persoalan pendidikan di Indonesia tetap tak tersentuh.

Kondisi pendidikan nasional masih menyisakan banyak ironi. Di banyak daerah, bangunan sekolah rusak parah dan tidak layak digunakan. Ratusan siswa di Bekasi, misalnya, terpaksa belajar di ruang perpustakaan karena kelas mereka rusak dan tak bisa dipakai. Sementara itu, para guru, terutama yang berstatus honorer, harus bertahan hidup dengan penghasilan minim, sering kali di bawah upah minimum. Mereka dibebani tanggung jawab besar, namun dihargai dengan kesejahteraan yang jauh dari layak.

Anggaran pendidikan yang tidak memadai, ditambah kebocoran dan praktik korupsi, semakin memperburuk situasi. Dalam sistem kapitalisme yang mendominasi tata kelola negara hari ini, pendidikan dianggap bukan sebagai kebutuhan pokok rakyat, tetapi sebagai sektor ekonomi yang harus dikelola secara efisien—baca: seminimal mungkin anggaran negara. Negara cenderung menyerahkan tanggung jawab pendidikan kepada swasta, sementara keterlibatan langsungnya hanya bersifat simbolik dan tambal sulam.

Kebijakan populis seperti pemberian bantuan tunai langsung kepada guru atau beasiswa kepada siswa miskin memang terlihat manis di permukaan. Tapi ini hanyalah solusi jangka pendek yang tidak menyelesaikan persoalan struktural di bidang pendidikan. Bahkan, bantuan tunai sering kali lebih bersifat politis: menciptakan kesan peduli tanpa harus melakukan reformasi menyeluruh. Padahal, masalah utama pendidikan di Indonesia bukan sekadar soal insentif atau dana hibah, melainkan sistemik: dari model pendanaan, peran negara yang minim, hingga paradigma pendidikan itu sendiri.

Dalam sistem kapitalisme, pendidikan dikapitalisasi. Artinya, akses terhadap pendidikan yang baik sangat tergantung pada kemampuan ekonomi. Sementara itu, negara hanya menjadi regulator, bukan pelaksana utama. Swasta berkembang pesat dalam sektor pendidikan, sementara sekolah negeri terseok-seok dengan fasilitas minim dan guru yang frustrasi karena kesejahteraan rendah. Di tengah kondisi seperti ini, bagaimana mungkin kualitas pendidikan bisa ditingkatkan secara merata dan berkelanjutan?

Sebaliknya, Islam memandang pendidikan sebagai hak dasar setiap individu dan tanggung jawab penuh negara. Dalam sistem Khilafah, negara tidak hanya hadir sebagai fasilitator, tetapi sebagai pelaksana utama pendidikan. Pendidikan disediakan secara gratis dan berkualitas, tidak hanya pada tingkat dasar, tapi hingga tingkat tinggi. Tujuan pendidikan pun bukan hanya mencetak tenaga kerja murah, tapi membentuk manusia yang berilmu, bertakwa, dan siap membangun peradaban.

Negara dalam sistem Islam memiliki sumber anggaran yang cukup untuk mendukung pendidikan secara menyeluruh. Pos-pos keuangan negara seperti fai’, kharaj, jizyah, serta hasil pengelolaan kepemilikan umum (seperti tambang, laut, dan hutan) dikelola langsung oleh negara untuk kepentingan rakyat, termasuk untuk membiayai pendidikan. Tidak ada ketergantungan pada utang luar negeri atau anggaran berbasis pajak.

Lebih jauh lagi, Islam memberikan penghargaan tinggi kepada guru dan ulama. Mereka tidak hanya diberi upah yang layak, tetapi juga dihormati sebagai penjaga ilmu dan pembentuk peradaban. Dalam sejarah Khilafah Islam, banyak ulama dan ilmuwan besar muncul karena negara memfasilitasi dan mendukung pendidikan mereka tanpa biaya sedikit pun.

Sudah saatnya kita berhenti berharap pada solusi tambal sulam dan kebijakan populis yang hanya bersifat sesaat. Problem pendidikan harus diselesaikan secara fundamental melalui perubahan sistem. Dan sistem Islam terbukti secara historis mampu membangun generasi yang cerdas, berakhlak, dan sejahtera.

Wallahua’lam Bish Showab

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post