Lilik Ummu Aulia

Saat ini sedang menikmati profesi sebagai ibu rumah tangga sembari mengajar mata pelajaran Kimia di salah satu sekolah di Mojokerto. Just wanna be a good learne...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kebocoran Pajak Ironi Kebijakan Pajak?

Belakangan ini, publik dihebohkan dengan terungkapnya kasus kebocoran pajak yang mencapai angka lebih dari Rp 300 triliun. Sebuah jumlah yang luar biasa besar dan mencerminkan masalah struktural dalam sistem perpajakan Indonesia. Kebocoran ini berasal dari pengusaha dan perusahaan besar yang selama bertahun-tahun tidak membayar kewajiban pajaknya. Padahal, di sisi yang lain, rakyat kecil terus dibebani dengan pajak yang semakin tinggi. Kasus ini menyoroti ketidakadilan dalam penerapan kebijakan pajak yang seharusnya adil bagi seluruh lapisan masyarakat, tetapi pada kenyataannya justru menguntungkan pihak-pihak tertentu, khususnya pengusaha besar dan perusahaan.

Pemerintah mengungkapkan bahwa kebocoran pajak ini tidak hanya terjadi pada satu atau dua perusahaan, melainkan merupakan fenomena yang lebih luas. Sebagian besar kebocoran pajak berasal dari pengusaha yang memang memiliki kapasitas besar untuk membayar pajak, tetapi sengaja menghindari kewajiban tersebut. Jumlah yang disebutkan, yaitu Rp 300 triliun, bahkan dapat digunakan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan nasional yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Ironisnya, kebijakan yang ada justru lebih lunak terhadap pengusaha yang mengemplang pajak ini. Sementara rakyat kecil yang sudah terjerat berbagai macam pajak, dipaksa untuk terus membayar kewajiban perpajakan mereka.

Beberapa kebijakan pajak yang memberikan keringanan pada perusahaan, seperti tax holiday atau tax amnesty, bahkan sudah cukup lama diterapkan. Kebijakan ini seolah memberi ruang bagi pengusaha untuk menghindari kewajiban pajak yang semestinya mereka bayar. Sementara itu, masyarakat umum terus disodori berbagai macam pajak yang semakin meningkat, seperti pajak penghasilan, PPN, dan pajak kendaraan bermotor. Pembebanan pajak yang tidak adil ini semakin terasa karena rakyat kecil tidak hanya dibebani pajak langsung, tetapi juga terpaksa menanggung beban pajak tidak langsung melalui harga barang dan jasa yang terus naik.

Di tengah gencarnya kampanye pemerintah mengenai pentingnya taat bayar pajak, dengan slogan-slogan seperti "orang bijak taat bayar pajak", kenyataannya justru menciptakan kesenjangan yang semakin tajam antara rakyat dan perusahaan besar. Rakyat dipaksa untuk taat bayar pajak, sementara pengusaha besar yang mampu dan seharusnya membayar pajak lebih tinggi, malah menghindari kewajiban ini. Pada saat yang sama, pemerintah tampak memberikan pengampunan dan keringanan pajak kepada mereka yang sudah lama tidak memenuhi kewajibannya.

Pajak yang dikenakan kepada rakyat jelas berbeda dengan kebijakan pajak terhadap perusahaan. Rakyat kecil seringkali tidak memiliki ruang untuk menghindari pajak, dan harus membayar dengan segala konsekuensinya. Di sisi lain, pengusaha besar, yang seharusnya menjadi tulang punggung penerimaan pajak negara, malah bisa lolos dari kewajiban ini melalui berbagai celah dan kebijakan yang menguntungkan mereka. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang mendalam dalam sistem perpajakan negara, di mana rakyat yang tidak memiliki kekuatan politik atau finansial harus menanggung beban yang seharusnya dibagi rata oleh semua pihak.

Ketidakadilan dalam sistem pajak ini berdampak langsung pada kualitas pembangunan yang seharusnya dirasakan oleh seluruh rakyat. Kebutuhan dasar masyarakat, seperti infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, sering kali terhambat atau tertunda karena minimnya anggaran yang tersedia. Padahal, anggaran yang hilang akibat kebocoran pajak ini sebenarnya bisa digunakan untuk mempercepat pembangunan yang sangat dibutuhkan rakyat. Rakyat justru semakin sengsara dengan kondisi ini, karena mereka harus membayar pajak yang lebih tinggi sementara pembangunan yang mereka harapkan tidak kunjung datang.

Islam, memiliki pandangan yang berbeda dengan sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Sistem perpajakan dalam Islam, mengajarkan bahwa pajak hanya dipungut dalam kondisi yang sangat mendesak dan apabila negara memang benar-benar membutuhkan dana untuk tujuan yang bermanfaat bagi umat. Dalam sistem ekonomi Islam, pajak hanya dikenakan pada orang yang mampu (misalnya, orang kaya atau orang yang memiliki penghasilan tinggi) dan hanya dalam situasi yang memerlukan pendanaan untuk kepentingan umum yang sangat mendesak. Dengan kata lain, pajak bukanlah sumber pendapatan utama negara, melainkan hanya digunakan untuk membiayai kebutuhan mendesak yang tidak bisa dipenuhi dengan cara lain.

Islam juga menekankan bahwa pengelolaan sumber daya negara harus dilakukan dengan adil, transparan, dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini, jika terjadi kebocoran pajak yang mencapai triliunan rupiah, maka negara harus bertindak tegas dan mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu. Negara tidak boleh membiarkan pengusaha besar yang sudah seharusnya memenuhi kewajiban pajak mereka justru mendapatkan keringanan atau pembebasan, sementara rakyat kecil terus dibebani dengan pajak yang semakin memberatkan.

Kasus kebocoran pajak yang mengungkapkan angka lebih dari Rp 300 triliun menunjukkan adanya ketidakadilan yang nyata dalam penerapan kebijakan pajak di Indonesia. Rakyat kecil terus dibebani dengan pajak yang semakin tinggi. Sementara perusahaan besar, yang seharusnya menjadi penyumbang utama penerimaan negara, justru menghindari kewajiban pajaknya melalui berbagai celah hukum dan kebijakan yang menguntungkan mereka. Sistem perpajakan yang sewenang-wenang ini semakin memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi yang ada. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk mengevaluasi kembali kebijakan perpajakan yang ada, dan menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Dalam perspektif Islam, pajak hanya boleh dikenakan dalam kondisi yang sangat mendesak dan harus dipungut secara adil, dengan memprioritaskan kepentingan umat dan negara.

Wallahua’lam Bish showab

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post