Lilik Ummu Aulia

Saat ini sedang menikmati profesi sebagai ibu rumah tangga sembari mengajar mata pelajaran Kimia di salah satu sekolah di Mojokerto. Just wanna be a good learne...

Selengkapnya
Navigasi Web

Setelah Pertamax Oplosan, Muncullah Minyak Oplosan

Kasus minyak goreng merek MinyaKita yang tidak sesuai takaran dan standar kualitas menambah daftar panjang praktik kecurangan dalam distribusi barang kebutuhan pokok di Indonesia. Sebelumnya, masyarakat dikejutkan dengan temuan Pertamax oplosan yang merugikan konsumen dan berpotensi merusak mesin kendaraan. Kini, praktik serupa terjadi pada MinyaKita, di mana produk yang seharusnya berisi 1 liter ternyata hanya berisi 750 hingga 800 mililiter.

Kecurangan dalam Distribusi Barang Kebutuhan Pokok

Temuan mengenai MinyaKita yang tidak sesuai takaran ini diungkap oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat inspeksi mendadak di Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Beliau menemukan bahwa minyak goreng kemasan dengan merek MinyaKita yang diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara, dan PT Tunas Agro Indolestari tidak sesuai dengan aturan dan dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).

Praktik kecurangan ini tidak hanya merugikan konsumen secara finansial tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap distribusi barang kebutuhan pokok. Ketika korporasi lebih mengutamakan keuntungan tanpa memperhatikan standar dan kualitas produk, konsumen menjadi pihak yang dirugikan.

Peran Negara dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme

Dalam sistem ekonomi kapitalisme yang berlandaskan liberalisme, peran negara seringkali terbatas sebagai regulator dan fasilitator. Korporasi diberikan kebebasan untuk menguasai rantai distribusi pangan dari hulu hingga hilir. Negara lebih fokus menciptakan iklim bisnis yang kondusif bagi para pelaku usaha, seringkali mengabaikan tanggung jawabnya dalam melindungi konsumen dari praktik kecurangan.

Ketika negara hanya berperan sebagai regulator, pengawasan terhadap praktik bisnis menjadi lemah. Sanksi yang diberikan kepada pelaku kecurangan seringkali tidak menimbulkan efek jera. Akibatnya, praktik-praktik seperti pengoplosan bahan bakar dan pengurangan takaran minyak goreng terus berulang tanpa ada perbaikan signifikan.

Paradigma Islam dalam Pengelolaan Kebutuhan Pokok

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam menetapkan bahwa pengelolaan hajat hidup rakyat berada di bawah kendali pemerintah. Pemimpin dianggap sebagai raa’in atau pengurus umat yang bertanggung jawab memastikan kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dengan baik. Paradigma ini menempatkan pelayanan kepada rakyat di atas kepentingan bisnis atau keuntungan semata.

Dalam konteks distribusi pangan, negara memiliki peran aktif dalam mengawasi rantai distribusi dan menghilangkan segala bentuk distorsi pasar. Institusi seperti Qadhi Hisbah bertugas melakukan inspeksi pasar untuk memastikan tidak ada kecurangan. Jika ditemukan pelanggaran seperti pengurangan takaran atau pengoplosan, negara akan memberikan sanksi tegas, termasuk penutupan usaha dan pencabutan izin operasi.

Pentingnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Kasus MinyaKita oplosan menunjukkan urgensi peningkatan pengawasan dan penegakan hukum dalam distribusi barang kebutuhan pokok. Pemerintah harus memastikan bahwa produk yang beredar di pasaran memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang ditetapkan. Selain itu, sanksi yang diberikan kepada pelaku kecurangan harus menimbulkan efek jera agar praktik serupa tidak terulang.

Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam melaporkan temuan produk yang tidak sesuai standar. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha yang jujur, dan konsumen akan menciptakan ekosistem distribusi pangan yang adil dan transparan.

Kesimpulan

Praktik kecurangan dalam distribusi barang kebutuhan pokok, seperti kasus MinyaKita oplosan, mencerminkan kelemahan sistem pengawasan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Negara harus mengambil peran lebih aktif dalam mengelola dan mengawasi distribusi pangan untuk melindungi konsumen. Penerapan paradigma Islam yang menempatkan pemimpin sebagai pengurus umat dapat menjadi alternatif dalam memastikan kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi dengan baik dan bebas dari praktik kecurangan.

Wallahua’lam Bish Showab

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post