Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali menyita perhatian publik setelah 11 warga Kabupaten Sukabumi dilaporkan menjadi korban di Myanmar. Kasus ini viral melalui berbagai media setelah para korban mengirimkan video permohonan bantuan kepada pemerintah Indonesia. Mereka disekap dan dijadikan objek eksploitasi oleh sindikat perdagangan manusia yang semakin marak di tengah minimnya jaminan kesejahteraan warga negara. Kejadian ini tidak hanya menunjukkan betapa rentannya warga negara Indonesia terhadap TPPO, tetapi juga menyoroti kelemahan sistem penegakan hukum dan minimnya perhatian pada kesejahteraan sosial.

Kasus perdagangan orang terus berulang dengan penyebab yang kompleks. Di antaranya adalah kurangnya kesempatan kerja di dalam negeri, rendahnya pendidikan, lemahnya penegakan hukum, serta dugaan keterlibatan aparat dalam sindikat-sindikat perdagangan manusia. Di Indonesia, ketidakmampuan ekonomi sering kali mendorong individu untuk mencari pekerjaan di luar negeri, meskipun tanpa perlindungan yang memadai. Dalam banyak kasus, kurangnya akses terhadap pekerjaan yang layak di dalam negeri menyebabkan warga negara terjebak dalam rayuan agen-agen ilegal yang menjanjikan pekerjaan dengan upah tinggi di luar negeri. Sayangnya, harapan ini sering kali berakhir tragis ketika mereka menjadi korban eksploitasi, penyiksaan, dan perbudakan modern.

Kelemahan lain yang menyebabkan TPPO terus terjadi adalah rendahnya edukasi dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya perdagangan manusia. Edukasi di tingkat lokal yang seharusnya menjadi benteng pertahanan awal bagi warga, seringkali tidak memadai. Banyak korban TPPO tidak memahami risiko yang mereka hadapi karena minimnya informasi tentang modus operandi sindikat perdagangan orang. Mereka mudah terperangkap karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan untuk menganalisis tawaran kerja yang tidak masuk akal.

Tak kalah penting, lemahnya penegakan hukum menjadi faktor signifikan yang memungkinkan sindikat TPPO terus beroperasi. Dalam beberapa kasus, terdapat dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi warga dari kejahatan semacam ini. Lemahnya penindakan terhadap para pelaku perdagangan orang membuat para sindikat merasa aman untuk terus menjalankan bisnis haram mereka. Bahkan, meski pemerintah sering kali melakukan operasi penyelamatan, masalah ini tidak kunjung tuntas karena sindikat dengan cepat berganti modus dan target.

Dalam konteks ini, perlu diakui bahwa solusi parsial yang diberikan pemerintah belum cukup untuk menanggulangi akar permasalahan perdagangan orang. Salah satu pendekatan yang dapat dipertimbangkan adalah penerapan strategi politik ekonomi berbasis Islam. Dalam pandangan Islam, kesejahteraan rakyat dijamin secara menyeluruh dan merata. Negara bertanggung jawab menyediakan pekerjaan yang layak bagi setiap warganya, sehingga tidak ada individu yang terpaksa mencari nafkah di luar negeri dengan risiko besar. Dalam sistem Islam, kesejahteraan ekonomi bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab negara yang harus memastikan bahwa setiap orang memiliki akses terhadap pekerjaan, pendidikan, dan perlindungan hukum.

Di samping itu, pendidikan berbasis akidah Islam juga sangat penting dalam membentuk individu yang memiliki moral dan ketakwaan tinggi. Pendidikan yang kuat dalam nilai-nilai agama dapat menjadi tameng bagi seseorang untuk tidak terlibat dalam kejahatan, baik sebagai korban maupun pelaku. Pendidikan ini juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya perdagangan manusia dan membekali mereka dengan pengetahuan yang diperlukan untuk melindungi diri. Individu yang bertakwa tidak hanya akan menghindari menjadi korban, tetapi juga tidak akan terlibat dalam sindikat-sindikat kejahatan semacam ini.

Selain kesejahteraan ekonomi dan pendidikan, peran negara dalam hal sistem hukum dan politik luar negeri juga sangat krusial. Negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh akan mampu memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada warganya. Sistem hukum Islam memberikan hukuman tegas kepada pelaku TPPO, sehingga memberikan efek jera yang lebih signifikan. Di bidang politik luar negeri, negara juga harus memastikan bahwa setiap warganya yang bekerja di luar negeri dilindungi hak-haknya, dengan menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara tujuan tenaga kerja.

Kasus-kasus seperti yang menimpa 11 warga Sukabumi ini menjadi pengingat bahwa perdagangan manusia adalah kejahatan serius yang membutuhkan solusi sistemik. Pemerintah harus segera mengambil langkah nyata untuk mengatasi akar permasalahan, mulai dari menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan edukasi, memperbaiki sistem penegakan hukum, hingga melindungi warganya yang berada di luar negeri. Penerapan prinsip-prinsip Islam dalam politik ekonomi, pendidikan, dan sistem hukum dapat menjadi solusi yang efektif dalam mencegah terulangnya TPPO, sekaligus memberikan kesejahteraan dan perlindungan maksimal kepada seluruh warga negara.

Jaminan kesejahteraan rakyat, penegakan hukum yang tegas, serta pendidikan yang berakar pada nilai-nilai Islam, dapat menjadi fondasi kokoh untuk mencegah terjadinya kejahatan perdagangan orang. Tanpa langkah-langkah ini, kasus serupa akan terus terjadi, dan sindikat TPPO akan semakin merajalela di tengah ketidakmampuan negara melindungi warganya.

Wallahua'lam bish showab