Sistem Islam Penjamin Tersedianya Rumah Layak Huni
Kebutuhan akan rumah layak huni adalah hak dasar setiap manusia. Namun sayangnya, di tengah sistem kapitalisme yang saat ini mengatur negeri ini, hak dasar tersebut belum terpenuhi untuk seluruh rakyat. Berdasarkan data Kementerian PUPR, sebanyak 2,69 juta rumah di Indonesia masih masuk kategori tidak layak huni. Masyarakat hidup dalam kondisi yang mengkhawatirkan—atap bocor, dinding rapuh, lantai tanah, dan fasilitas sanitasi yang jauh dari layak. Sungguh potret buram dari realitas kesejahteraan rakyat di negeri yang katanya kaya raya ini.
Pemerintah memang terus berupaya melakukan berbagai program seperti sinergi antara Kemensos dan Kementerian PUPR untuk membangun rumah layak huni bagi masyarakat miskin. Namun sayangnya, program tersebut masih sangat terbatas cakupannya. Persoalan utamanya adalah akar masalah kemiskinan itu sendiri belum ditangani secara sistemik. Selama sistem kapitalisme masih diterapkan, kesenjangan ekonomi akan tetap lebar. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpuruk.
Harga tanah dan material bangunan terus melambung tinggi setiap tahun, dikendalikan oleh mekanisme pasar dan korporasi yang hanya mengejar keuntungan. Sementara negara lebih banyak berperan sebagai regulator, bukan penjamin kebutuhan rakyat. Akibatnya, hunian menjadi barang mewah yang hanya dapat dimiliki oleh segelintir orang. Kalaupun ada skema bantuan, itu pun seringkali disertai cicilan dan riba, yang justru semakin membebani masyarakat miskin.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam melalui sistem Khilafah memandang tempat tinggal sebagai kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara Islam akan menjamin setiap warga negaranya memperoleh rumah yang layak huni—bukan hanya dalam bentuk fisik bangunan, tetapi juga lingkungan yang sehat dan aman. Negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok rakyat: sandang, pangan, dan papan, dengan mekanisme syariat yang adil dan manusiawi.
Dalam sistem Khilafah, lapangan pekerjaan tersedia luas, dan gaji diberikan sesuai standar kehidupan yang layak. Dengan demikian, rakyat memiliki kemampuan untuk membeli atau membangun rumah tanpa harus berutang apalagi terjerat riba. Di sisi lain, negara juga bisa langsung menyediakan rumah bagi warga yang tidak mampu, tanpa beban cicilan.
Kebijakan dalam sistem Islam juga memungkinkan pendistribusian lahan secara adil. Salah satunya adalah ketentuan bahwa tanah yang dibiarkan telantar selama tiga tahun oleh pemiliknya, akan diambil alih oleh negara untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan. Tanah bisa digunakan untuk membangun rumah atau lahan produktif lainnya.
Khilafah juga menjamin agar pemukiman tidak dibangun di area berbahaya atau tercemar. Pembangunan dilakukan dengan memperhatikan kebersihan, sanitasi, dan kelestarian lingkungan. Ini berbeda jauh dengan sistem hari ini, di mana permukiman kumuh justru menjamur akibat keterbatasan akses dan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan hunian yang layak.
Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa problem perumahan bukan sekadar soal teknis atau anggaran, tetapi persoalan sistemik. Selama sistem kapitalisme terus mendominasi, kebutuhan dasar rakyat, termasuk rumah, akan selalu menjadi komoditas. Sebaliknya, Islam melalui Khilafah memberikan solusi yang menyeluruh—tidak hanya menyediakan rumah layak huni, tetapi juga mewujudkan masyarakat sejahtera dan beradab.
Wallahua’lam Bish Showab
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar