Lili Priyani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tantangan Hari ke-80  LAKSANA JENTAYU MENANTIKAN HUJAN
LAKSANA JENTAYU MENANTIKAN HUJAN

Tantangan Hari ke-80 LAKSANA JENTAYU MENANTIKAN HUJAN

Tantangan Hari ke-80

LAKSANA JENTAYU MENANTIKAN HUJAN

Penulis Lili Priyani (Penggiat Literasi/Guru)

Gerimis menderai siang ini, cahaya mentari tampak malu-malu berselaput kabut tipis, membias redup seakan paham keredupan hati yang kurasakan. Alam memberi sinyal kesepakatan bahwa kesyahduan hatiku mampu terwakili oleh bisik bayu yang melirih.

Ya, sejak berita duka yang kuterima tadi malam menjelang salat Maghrib, hatiku sungguh tak tenang, pilu.

“Assalamualaikum, Liani. Mohon doa ya. Ayahku sekarang sedang sakit”, begitu pesan yang kubaca di layar gawai. Tertulis pesan dari Hery, ya Hery.

Aku agak heran, mengapa Hery mengirimkan pesan kepadaku. Bukankah sejak studi tur ke Dieng waktu kami sama-sama kelas XI lalu, komunikasiku dengannya nyaris terputus. Kami sangat jarang ngobrol atau sekadar sapa pun tidak. Aku juga heran, mengapa bisa seperti itu.

“Waalaikumsalam, Hery. Saya doakan semoga ayahmu segera sembuh dan sehat seperti biasanya ya. Ayahmu sakit apa Her?”, segera kujawab pesan WhatsApp darinya.

Sambil menunggu jawaban dari Hery, kucoba menarik benang merah, menarik akar permasalahan dan sebab mengapa kami tidak saling bertegur sapa. Kenangan saat mengunjungi Negeri di Atas Awan kembali menari-nari dalam benakku. Kuingat sangat jelas bagaimana saat satu jam kami berada di puncak untuk menikmati matahari terbit dan juga pemandangan alam dari atas gunung. Selanjutnya kami turun untuk menuju titik kumpul. Di jalur menurun dari puncak, Hery menahan tanganku.

“Liani, ada yang ingin kusampaikan padamu”, begitu ujarnya di sisiku. Aku menoleh ke arahnya sambil tetap berjalan.

“Bila kamu berkenan, aku ingin menjadi orang yang selalu ada untuk memegang tanganmu”, lanjut Hery.

Langkahku terhenti. Sungguh aku tak menyangka kalimat itu akan meluncur dari Hery.

“Bagaimana, Liani? Maukah?”, seakan dia mendesakku.

“Maafkan aku Hery. Aku hanya menganggapmu sebagai teman saja. Tak lebih dari itu. Tanganku sudah ada yang memegang dan menggenggamnya”, kukumpulkan keberanianku untuk mengucapkan kalimat ini.

Cukup lama kami saling diam, larut dalam pikiran masing-masing. Tak perlu bagiku untuk mempertegasnya karena Hery sudah mahfum, dia sudah tahu bahwa hatiku sudah kupersembahkan kepada Kak Fariz.

Lalu, aku masih sangat ingat manakala dia mengucapkan kalimat seperti ini.

“Sungguh jawabanmu tadi membuat hancur hatiku. Ternyata Negeri di Atas Awan tidak seindah yang kubayangkan. Ada mendung menyelimuti, padahal kuberharap matahari akan selalu cerah menyinari”, ungkapan itu mengalir dari ucapannya. Sungguh dalam maknanya.

Akar permasalahannya sudah kuurai, dan memang kusadari sejak peristiwa itu, aku seakan membatasi diri untuk tidak terlibat komunikasi intens dengannya. Bagaimanapun aku harus menjaga hatiku untuk Kak Fariz.

Cukup lama aku menanti jawaban dari Hery, tapi tak kunjung jua. “Hery, gimana keadaan ayahmu?”, tak sabar ku-WA kembali Hery. Kembali tak ada jawaban.

Daripada diam saja di depan layar gawai, aku pun ke kamar mandi. Kunikmati guyuran air dari shower dengan penuh kesegaran. Meskipun cuaca hari tak terik dan tak menyengat, tetapi tetap saja badanku terasa berkeringat, perlu kucuran air untuk membasuh peluh di tubuh. Setelah itu, aku bersiap-siap memakai mukena dan membentangkan sajadah. Suatu kebiasaan yang lazim dan sudah sejak lama kulakukan. Menjelang salat Maghrib, kumanfaatkan dengan membaca kitab suci AlQuran, menuntasakan target One Day One Juz bila memang belum tertuntaskan satu juz, atau terkadang aku membaca surat-surat pilihan, seperti surat Yasin, Ar-Rohman, Al-Kahfi, Al-Mulk, Al-Waqiyah, As Sajdah, atau membaca surat-surat pendek seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, ayat Kursi, ataupun bertasbih dan bertahmid. Ajaran dari kedua orang tuaku yang hingga kini masih tetap kupelihara.

Karena waktu salat Maghrib masih setengah jam lagi, aku pun iseng melirik gawai dan berniat membukanya. Kulihat ada 15 notifikasi yang masuk. Mataku langsung tertuju pada pesan yang masuk dari Hery.

“Liani, maaf baru jawab. Ayahku meninggal tadi pukul 17.00 WIB. Ayahku terjangkit Corona. Mohon dimaafkan bila selama ini ada kesalahan yang Ayah perbuat, mohon doanya ya”, begitu pesan yang kubaca di layar.

Aku bergetar. Bulir bening mengalir di pelupuk mataku.

“Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Saya dan keluarga ikut berduka cita. Semoga Almarhum ayah husnul khotimah, diampuni segala salah dan khilafnya, ditempatkan di surga-Nya, dan Hery sekeluarga diberikan ketabahan serta keikhlasan. Aamiin”, kalimat itu yang meluncur dari tanganku mewakili segenap kesedihan hatiku.

 

Pandemi virus Corona yang melanda Indonesia terus-menerus merenggut nyawa, tak kenal siapa dia. Virus yang dikenal dengan Covid-19 ini merebak pertama kali di Wuhan, China pada Desember 2019. Setelah itu, menyebar ke seluruh dunia sebagai pandemi global. Di Indonesia, sejak wabah Corona merebak, diberlakukan Social Distancing (menjauhi segala bentuk perkumpulan, menjaga jarak antarmanusia, menghindari berbagai pertemuan yang melibatkan banyak orang), Physical Distancing (jaga jarak fisik/membatasi kontak fisik), Isolasi (mengendalikan penyebaran penyakit dengan membatasi perpindahan orang dalam rangka mencegah perpindahan penyakit dari orang yang sakit), Karantina (mengendalikan penyebaran penyakit dengan membatasi perpindahan orang dalam rangka mencegah perpindahan penyakit kepada orang yang sehat), dan diterapkan Work From Home/WFH (Bekerja dari Rumah, termasuk Belajar dari Rumah). Tagar #DiRumahSaja menjadi jargon yang terus-menerus dikampanyekan untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 ini.

Beberapa hari terakhir ini, sejak pemerintah mengimbau masyarakat untuk melakukan kegitan di rumah saja, masjid-masjid sepi. Jamaah disarankan untuk salat di rumah, sekalipun salat Jumat yang biasanya selalu penuh. Rumah ibadah lengang, termasuk gereja dan tempat ibadah lainnya. Sungguh menyayat hati, terlebih sebentar lagi bulan suci Ramadan akan kita jelang. Jalanan terlihat sepi, sedikit saja yang lalu lalang. Hanya tampak para pekerja yang memang mengharuskan mereka berada di luar rumah. Itupun aku yakin, mereka dipenuhi rasa was-was dan khawatir, ketakutan membayangi karena virus Corona menghantui mereka.

Tadi siang, aku sempat menonton televisi, yang setiap menit menayangkan tentang Corona nyaris di semua saluran/channel tv. Sempat kubaca data yang ada di layar televisi, sudah tercatat 18 orang dokter yang meninggal dunia setelah berjibaku melaksanakan tugas sebagai Pahlawan Kemanusiaan di tengah wabah Covid-19. Mereka paramedis, garda terdepan kesehatan, yang membantu pemerintah menanggulangi penyebaran Corona.

Ternyata, di antar mereka pun terpapar virus dan meregang nyawa ketika sedang bertugas. Ya Allah, salah satu dari tim medis itu adalah ayahnya Hery.

Dukaku luruh, tangisku membasahi sajadah tatkala kutunaikan salat Maghrib.

*****

Seperti kabar yang kudengar dari pesan grup WhatsApp kelas kami bahwa ayah Hery akan dimakamkan siang ini.

Sebenarnya aku sangat ingin takziah atau turut mengantar jenazah menuju peristirahatan terakhirnya. Tetapi seperti informasi yang kuterima bahwa jenazah ayahnya dimasukkan ke dalam kantong mayat yang sudah disemprotkan disinfektan.

Lebih menyedihkan lagi, jenazah ayahnya akan dimakamkan di pemakaman khusus yang lokasinya di luar kecamatan tempat Hery tinggal. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO bahwa pemakaman harus berjarak 500 meter dari sumber air dan 500 meter dari pemukiman terdekat. Sementara lahan pemakaman di daerah kami berada di lokasi yang padat pemukiman penduduk. Maklum saja, daerah kami berkatagori daerah transisi atau penyangga ibukota.

Kabar lain yang kubaca dari kiriman pesan teman bahwa jenazah tidak disalatkan di masjid dekat rumah Hery, melainkan sudah di-salat jenazah-kan di rumah sakit. Tak satu pun dari pihak keluarga yang diperkenankan membantu proses pemakaman ayahnya, termasuk Hery. Hal ini diberlakukan dengan alasan keselamatan dan kesehatan agar terhindar dari penularan virus nan mematikan ini.

Tak bisa kubayangkan bagaimana kesedihan yang dirasakan Hery. Aku paham betul bahwa Hery sangat menyayangi dan begitu mengidolakan ayahnya.

Dalam beberapa kali kesempatan berbincang di sekolah, dia pernah menceritakan bagaimana kiprah ayahnya sebagai seorang dokter senior yang juga dosen Fakultas Kedokteran di sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia. Ayahnyalah yang menjadi inspirator bagi Hery. Hery sangat bersungguh-sungguh untuk meraih nilai maksimal, terutama dalam mata pelajaran Biologi dan Kimia. Menurutnya seorang dokter harus menguasai kedua bidang ini secara mumpuni agar tidak terjadi malpraktik. Begitu ungkapnya waktu itu.

“Hery, kuharap kamu tabah menerima cobaan ini. Doa terbaik dariku, buatmu dan juga keluargamu”, tulisku pada layar gawai.

Sejujurnya aku rindu, seakan berabad kami tak berjumpa. Aku menyesal mengapa selama ini selalu menghindar berjumpa dengannya. Aku menyesal mengapa selama ini tidak menjalin komunikasi dengannya. Sungguh aku menyesal. Bukankah kami bisa menjadi sahabat?

Kini, hatiku laksana jentayu menantikan hujan. Begitu merindukan, walau hanya sebatas sahabat yang saling memberikan perhatian dan saling ulur tangan ketika dibutuhkan. Hatiku larut dalam duka, seiring rinai yang turun perlahan, basahi bumi, sirami nurani yang nestapa.

Semoga segala bencana juga meluruh bersama derai yang menyapu jelaga.

 

(Tulip, 4 April 2020)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Manatap mih

04 Apr
Balas

Ceritanya sedih but i like it, sukses terus mii

04 Apr
Balas

Bagus, keren mam

05 Apr
Balas

Cerita yang menarik mih, sukses terus mih untuk artikel-artikel berikut nya

04 Apr
Balas

Bagus banget mih

04 Apr
Balas

Bagus, mantapp mihh

05 Apr
Balas

Semoga kita semua dalam lindungan Allah aamiin

04 Apr
Balas

Keren mih

04 Apr
Balas

keren banget mih

04 Apr
Balas

Bagus bgt parah

04 Apr
Balas

Keren mih artikelnya sukses terus mamih

05 Apr
Balas

Baguss mih..

04 Apr
Balas

Bagus mi

06 Apr
Balas

Bagus mi

06 Apr
Balas

Keren mihhh

05 Apr
Balas

tulisan nya tiap hari makin keren mii,sukses mii

04 Apr
Balas

Keren mih

04 Apr
Balas

Keren bagus mih menginspirasi

04 Apr
Balas

Bagus dan keren mih

04 Apr
Balas

Baguss mih

04 Apr
Balas

Bagus mii.

04 Apr
Balas

Baguss mih

04 Apr
Balas

Keren dan bagus sekali artikelnya

04 Apr
Balas

Keren

04 Apr
Balas

Bagus mih menginspirasi

04 Apr
Balas

Keren mih

04 Apr
Balas

Menyentuh hati pembaca

04 Apr
Balas

Lumayan sedih bacanya,tapi tetep enak dibaca,sehat selalu mih

04 Apr
Balas

Keren,sehat selalu mih

04 Apr
Balas

Bagus mih

04 Apr
Balas

Bagus mih

04 Apr
Balas

Bagus mih

05 Apr
Balas

Bagus mih

04 Apr
Balas

mantapppp

04 Apr
Balas

Sukaaa sama cerita mami

04 Apr
Balas

Suka sama ceritanya, sukses terus mii

04 Apr
Balas

Keren mih, s

04 Apr
Balas

Keren mih, s

04 Apr
Balas

Baca kisah liani sm hery di SMA jd inget sekolah..sukses mih

04 Apr
Balas

Bagus mih

04 Apr
Balas

Bagus mih

04 Apr
Balas

Kerenn, sukses terus mih

04 Apr
Balas

Sedih ceritanya, menyentuh hati. Semoga kita selalu dilindungi dari segala musibah dan malapetaka... Sehat terus mami

04 Apr
Balas

Malam" begini baca cerpen mami yang seperti ini bikin merenung. Bagus mih

04 Apr
Balas

Kita sama sama berdoa menurut agama masing" agar permasalahan wabah corona cepat selesai... dan terima kasih mih ceritanya...

05 Apr
Balas

Kita sama sama berdoa menurut agama masing" agar permasalahan wabah corona cepat selesai... dan terima kasih mih ceritanya...

05 Apr
Balas

Ok ceritanya sedih kayak tugas yang bermunculan setiap hari haha,sejauh ini bagus

04 Apr
Balas

Keren mih

04 Apr
Balas

Keren

04 Apr
Balas

Wooooooooah

06 Apr
Balas

Bagus mih mantap

04 Apr
Balas

bagus mih

04 Apr
Balas

Keren banget mih

04 Apr
Balas

keren mih

04 Apr
Balas

Lope banget deh mi

04 Apr
Balas

Keren mi

04 Apr
Balas

Keren

04 Apr
Balas

Bagus mi

04 Apr
Balas

Keren mih,

04 Apr
Balas

Bagus mih suksess teruss

04 Apr
Balas

Keren mih, sukses terus mamih :*

04 Apr
Balas

Bagusss miih

04 Apr
Balas

Bagus dan keren mih

04 Apr
Balas

Bagus dan keren mih

05 Apr
Balas

Baguss mih

04 Apr
Balas

Keren mih

05 Apr
Balas

Bagus mih

04 Apr
Balas

bagus mih

04 Apr
Balas

Bagus mih,sukses terus mamih

04 Apr
Balas

Ceritanya bagus mih.

04 Apr
Balas

Keren banget mih.

04 Apr
Balas

Bagus dan keren sangat mih

04 Apr
Balas

Keren dan menginspirasi,sukses terus mamih

04 Apr
Balas

Keren dan menginspirasi,sukses terus mamih

04 Apr
Balas

Keren dan menginspirasi,sukses terus mamih

04 Apr
Balas

Bagus Mih

04 Apr
Balas

Di awali puisi yang keren mih, semoga covod-19 segera selesai, dan semoga kita semua di lindungin Allah SWT. Aamiin

04 Apr
Balas

Keren mami

04 Apr
Balas

Sukak, bagus mih

04 Apr
Balas



search

New Post