Lilis Lisnawati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Andai Jadi Aku

Panasnya mentari seolah membakar kulit. Angin engan berhembus. Enggan bergerak sebarkan kesejukan walau hanya sekejap. Enggan beranjak dari persembunyiannya di antara daun-daun lebat. Enggan karena teriknya mentari seolah menghalangi langkah angin menyebarkan kedamaian bagi penghuni bumi.

Pangilan aku Pak Setia. Aku setia mengabdi untuk cerdaskan anak negeri. Aku setia datang pagi dan pulang ketika mentari mulai menuju peraduannya. Setia menanti tanggal satu agar isi dompet bisa sedikit tersenyum. Setia menanti tugas-tugas muridnya yang kadang kala telat.Setia menemani murid-muridnya yang tawarkan jutaan pengalaman hidup.

Waktu sudah menunjukan pukul dua belas siang. Mentari ada d atas kepala membakar ubun-ubun. Keringat seolah tak berhenti membasuh baju. Wangi minyak wangi yang disemprotkan tadi pagi sudah berharu-biru dengan wangi cairan yang keluar dari pori-pori. Wangi itu berlomba untuk menjadi pemenang yang akan menentukan aroma tubuh.

Secarik kertas yang sengaja dia sobek dari buku bekas dijadikan kipas buatan. Sengaja untuk mengusir hawa panas yang selalu menjerat badan. Rasanya lengket bikin tak nyaman. Ternyata murid-muridnya juga begitu. Gerah dan panas. Dia buka lebar-lebar jendela dan pintu kelas untuk mempersilakan angin bergerak dan menjelajah seisi kelas. Harapnya suasana kelas menjadi adem walau sejenak. Harapnya. Namun yang begitulah.

Kipas angin yang biasanya menari-nari diantara desakan suhu panas sudah dilarang untuk digunakan lagi dengan alasan dan teori kemanusiaan dan keuangan. Katanya.

Pak Setia yang selalu setia mengikuti titah tak punya hak untuk menolak. Pak Setia hanya punya kewajiban untuk mengiakan. Andaikan kepedulian orang yang disana tidak disalah artikan pastinya genggaman tangan antara pihak A dan B pastinya bisa berjalan beriringan. Toh kata gratis bukan berarti A sampai Z harus gratis.

Perlu ada kepedulian dan partisipasi dalam rangka menciptakan kelas nyaman dan kelas impian.

"Entahlah susah menerjemahkan kata nyaman. Semua orang bebas menafsirkannya sesuai versi dan kepentinganya masing-masing" sambil menarik nafas. Tanganya tak berhenti mengibas-kibaskan kertas kecil pengganti kipas yang sedang diberhentikan dengan tidak hormat.

Pak Setia menerawang kepada Pak Bijaksana di ruangan dingin yang sedang menerima aspirasi seseorang. Ruangaannya terasa adem sampai keringatpun malas keluar dari pori-pori nya.

Pak Setia bersyukur sekarang suasana kelas sudah adem. Banyak AC (angin cepoi-cepoi ) hikir mudik bebas masuk dan keluar kelas. Yah angin cepoi-cepoi lah AC alam yang sekarang menjadi pendingin ruangan kelasnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post