Tawanya lepas seolah harinya jauh dari duka. Tak pernah sedetikpun raut wajahnya mengambarkan gelombang yang suatu saat menyeternya ke dasar lautan. Tenggelam dan hilang. Baginya tawa adalah satu-satunya cara memanipulasi hidup.

Pertemuanya dengan sahabat lamanya membuat girang. Ingin diceritakan semua "kebahagianya" yang mengiringi langkah kecilnya mengarungi dunia.

"Tau Al itu sangatlah perhatian padaku. Aku bersyukur mendapatkanya'" katanya.

"Sepertinya aku termasuk wanita yang beruntung dipertemukan dengan Al, " tambahnya lagi.

"Aku bahagia sangat bahagia, " Ujarnya lagi.

Tapi aku melihat sebaliknya.

Dari cara bicaranya tentang Al sepertinya tak ada cela. Sempurna. Sangat sempurna.

Ribuan pujian tentang Al, Al, dan Al meluncur deras dari mulutnya yang mungil. Sepertinya dia sudah menghapal semua kalimat itu untukku.

Tapi aku tahu, matamu tak dapat membohongiku. Mata teduhmu selalu jujur padaku. Mata yang diam-diam aku suka itu selalu mengatakan hal sebaliknya.

Aku tau Al yang selalu kau banggakan hanya karanganmu saja. Aku tahu, Al yang kau sanjung setinggi langit hanya ada dalam hayalanmu saja.

Duduklah dekatku. Tarik nafasmu dan ceritakan semua. Titik. Matamu tak bisa bohongi ku.

Dari ujung mataku, bayangan bening sengaja ditahanya ditutup dengan gelak tawamu. Aku ikut tertawa. Tepatnya pura-Pura tertawa.