KISAH PENGAWAS DI BALIK AKREDITASI
Pemerataan akses jalan di negara tercinta ini sebagian wilayah masih memerlukan perhatian pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, ini terbukti ketika saya di tugaskan mengemban tugas untuk visitasi akreditasi ke daerah Cikembar Sukabumi, kota yang memiliki jarak tempuh dari kota Sukabumi kurang lebih sekitar 60 km ini , cukup membuat saya bersama tim merasa terenyuh dengan akses jalan yang cukup membuat sport jantung, kami menelusuri jalan yang berkelok – kelok penuh bebatuan tidak ubahnya seperti hamparan sungai yang kering. Tidak sedikit pula kami harus menelusuri terjanya dan curamnya jalan. Untung kami merasa terhibur ketika melihat pemandangan yang sangat eksotis. Hamparan sawah, lebatnya pepohonan, serta terbentangnya perkebunan kelapa yang begitu menawan.
Sesampainya di Cikembar ternyata kami harus menempuh jalan sekitar 48 km lagi menuju Kecamatan Cidadap dengan medan jalan yang rusak, terjal dan penuh dengan bebatuan. Kecamatan yang hampir sebagian hutan ini mepunyai 17 Sekolah Dasar , dan tiga sekolah yang akan divisitasi oleh kami yaitu, Sekolah Dasar Pasir Bitung, Sekolah Dasar Ciaul dan sekolah Walantara.
Sesampainya di kantor Dinas Pendidika SD dan Paudni Kecamatan Cidadap, kami disambut baik dengan penuh kehangatan oleh Kepala UPT, Beliau memfasilitasi kami tempat untuk beristirahat, maka malam itu kami bisa istirahat di rumah salah satu kepala sekolah yang tidak seberapa jauh dari kantor UPT , kamipun beristirahat setelah melakukan perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan.
Hari pertama kami dijemput oleh utusan dari SD Walantara. Sekolah yang berada di wilayah perbatasan antara Sukabumi dengan Australia ini yang dibatasi oleh sungai Cibuni dengan jarak tempuh 28 km, kami menempuhnya dengan kendaraan roda dua dimana ban belakangnya dipasang rantai supaya bisa menembus lumpur yang terjal dan curam. Selesai kami menempuh medan jalan yang penuh lumpur, terbentang jempatan gantung yang menghubungkan antara Cidolog dengan SD Walantara. Dengan jarak tempuh selama 4 jam kami menempuh jembatan gantung tersebut dengan penuh konsentrasi, karena lengah sedikit kami bisa terpeleset serta bisa terbawa arus derasnya sungai Cibuni.
Dengan perjuangan yang cukup menguras keringat akhinya saya sampai di SDN Walantara, sekolah yang mempunyai 3 ruang kelas dengan jumlah siswa 67 siswa , serta memiliki 1 orang guru PNS dan 3 orang guru honorer, namun memiliki sorang kepala sekolah yang ulet dan pekerja keras , sehungga tidak heran walaupaun kondisi sekolahnya demikian tapi keberadaan kepala sekolahnya cukup sejahtera.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya ketika saya mebuka buku induk, di sana ada biodata siswa. Mata saya tertuju pada status anak tersebut rata-rata tidak mempunyai kakak maupun tidak mempunyai adik, artinya siswa di SD Walantara rata-rata adalah anak tunggal. Setelah saya melakukan wawancara dengan Kepala sekolah, jawabnya cukup masuk logika. Subhanalloh.
Keberadaan siswa yang notabenenya sebagai anak tunggal , hal ini disebabkan karena akses jalan yang tidak bisa ditempuh baik oleh roda empat maupun roda dua. Sehingga jjika ada yang mau melahirkan masyrakat di sana menandunya dengan melewati jembatan gantung selama 4 jam dengan jalan kaki, belum menempuh jalan yang terjal , curam dan berumpur dengan jarak tempuh 28 km. hal inilah membuat masyarakat sekitar SD Walantara memutuskan cukup anak satu saja, katanya.
Keberadan akses jalan yang demikian membawa dampak juga ke berbagai hal seperti dalam melangsungkan pernikahan. Masyarakat disana merindukan perayaan pernikahan yang meriah , glamaor dan dengan pesta yang penuh dengan kemeriahan. Suasana tersebut tidak didapatkan oleh masyrakat Walantara . Karena pernikahan di sana cukup datang ke penghulu ijab Kabul di rapalah wali dan saksi, tidak ada pesta tidak ada rias merias dengan alas an tidak ada perias pengantin yang sanggup dengan medan jalan yang begitu memacu andrenalin.
Hari ketiga kami dijemput oleh dua orang guru dari SD Ciaul, maka dengan mengendarai motor kami berdua menuju SD tersebut. Sekolah yang berada di puncak gunung Ciaul ini, hanya memiliki dua akses jalan yang satu ditempuh dengan jalan melewati sungai dengan resiko jika sungai tersebut meluap maka akses jalan tersebut tidak bisa digunakan, yang kedua ditempuh dengan jalan setapak dengan medan yang terjal, kadang naik kadang turun dengan genangan lumpur sehingga kami mengendarai motor tidak ubahnya seperti mendayung sebuah perahu di tengah danau. Setelah menempuh perjalan kurang lebih 28 km akhirnya kami sampai juga diatas puncak gunung dan yang pertama kali saya lihat di punacak gunung itu adalah sebuah bangunan dengan tulisan “ SDN CIAUL” sungguh luar biasa.
Seperti biasa sesampainya di SD Ciaul kami melakukan ice breaking dulu untuk mencairkan suasana, setelah melakukan pertemuan awal dan studi dokumen kami melakukan temu akhir yang biasa kami lakukan jika sedang melakukan visitasi. Di dalam kegiatan temu akhir saya mengawali pertanyaan dengan sejarah silsilah dari nama sekolah, mengapa disebut SD Ciaul? Ternyata jawabanya cukup mebuat merinding bulu kukuk saya, pemberian SD Ciaul oleh tokoh masyarakat yang ada di sana di sesuaikan dengan nama bukit Ciaul, dan kenapa bukit tersebut disebut bukit Ciaul, karena konon katanya bahwa dibukit itu serig mucul makhluk aneh yang dengan badan seperti anjing namun kepalanya seperti manuasia dan mayrakat disana menyebutnya “Aul”. Hal lain yang lebih menarik bagi saya ketika melakukan wawancara dengan semua warga sekolah yaitu keika kenaikan kelas, ini berawal dari pertanyaan saya tentang keamanan dan kenyamanan sekolah, karena halama sekolah yang cukup luas tidak ada bekas adanya pemagaran baik secara permanen maupun secara sederhana, ternyata jawabanaya sunguh menakjubkan, subhanlloh.
Ternyata halaman sekolah dibiarkan tidak dipagar karena setiap kenaikan kelas diperutukan untuk pembuatan panggung wayang golek, saya tanya , mengapa ada wayang golek siapa yang menyelenggarakan dan darimana daya yang harus dikeluarkan untuk membiayai pagelaran waayang golek yang iayanya cukup merogoh kantong yang cukup besar? SDN Ciaul mempunyai kebiasaan dalam kenaikan kelas dengan menampilkan wayang golek dengan biaya dari orangtua siswa, mereka berani merogoh kantong demi pagelaran wayang golek. Yang lebih unik lagi, kenaikan kelas dijadikan ajang hiburan dibanding momen momen bersejarah lainya, sekalipun dengan hari Raya Idul Fitri. Manakala mereka bertemu dengan hari lebaran tidak sesibuk ketika mereka akan merayakan kenaikan kelas, menurut hasil wawancara dengan mayarakat sekolah ini, mereka ketika mau menyambut hari raya idul fitri seolah-olah tidak mempunyai makna apapun, yang biasa ke hutan maka meraka ke hutan yang biasa mencangkul mereka malkukan aktivitasnya seperti biasanya. Berbeda ketika mereka mau merayakan kenaikan kelas seminggu sebelumnya mereka sudah pergi ke kota untuk membeli baju baru perhiasan dan kebutuhan lainya untuk menonton pagelaran wayang golek di hari peryaan kenaikan kelas anaknya. Selesai melakukan visitasi yang berkaitan dengan Akreditasi maka kamipun pamit, dan kami diistirahatkan di salah satu guru SD Ciaul yang berada di bawah kaki gunung Ciaul
Hari kelima kami dijemput oleh dua orang guru utusan dari SDN Pasir Bitung, sekolah yang di kepalai oleh ketua PGRI ini memiliki jarak tempu 27 km dari lokasi dimana saya menginap di rumah salah satu guru SD Ciaul. Dengan perjalanan yang cukup memerlukan konsentrasi karena medan yang terjal penuh bebatuan , kadang turun kadang naik kami berdua tetap semangat , dan akhirnya saya sampai di rumah bapak Kepala Sekolah SD Pasir Bitung. Seperti biasa kami disambut dengan penuh kekeluargaan. Ditengah- tengah keluarga yang agamis dan , ternyata bapak kepala sekolah adalah seorang tokoh masyarakat yang cukup disegani, ini dibuktikan dengan cara sikap masyarakat sekitar rumahnya yang begitu menghargai keradaan bapak Cecep ini. Ketika kami sedang soan dengan anggota keluarga lainya belaiupun cukup peka ketika melihat kaki kanan saya yang bengkak akibat terjatuh dari motor, dengan sentuhan tanganya yang sudah terbiasa menolong orang-orang yang keseleo maupun patah tulang sekalipun maka kaki saya pun di urut dan di betulkan sarap-sarapnya sehingga saya merasa nyaman untuk bisa berjalan kembali. Alhamdulilah.
Besoknya saya dan rekan saya pergi menuju sekolah Pasir Bitung, dengan diantar oleh anaknya bapak kepala sekolah . Sesampainya di sekolah kami disambut tidak kalah cerianya dari sekolah sebelumnya, kami disambut dengan penuh keceriaan dan kekeluargaan. Sekolah yang berada dibawah lingkungan peantren ini cukup menarik dalam hal keagamaanya. Setiap tahunya sekolah ini sudah terbiasa mengadakan MUO dengan pesantren terdekat baik dalam hal PPDB dimana para santri yang masih usia anak sekolah Dasar dijadikan embrioya para siswa dari SD Pasir Bitung, begitu juga lulusan dasi SD Pasir Bitung di salurkan untuk menjadi santri di pesanten–pesantren tersebut. Salah satu peneraan pendidikan lingkungan yang berbasis pesantren dimana setiap siswa diwajibkan menenem satu pohon kelapa , merawatnya sampai memanennya dan hasilnya diperuntukan untuk keperluan sekolah para siswanya, sungguh luar biasa.
Selesai melaksanakan tugas, kami dikumpulkan di satu tempat penginapan yang berada di wilayah sagaranten. Kami menginap satu malam sambil mengolah hasil visitasi. Kami bisa menikmati jamuan masayarakat sagaranten yang begitu peduli terhadap keberadaan kami. Kami mengucapkan terimakasih atas kerjasamanaya dan pengalaman ini merupakan pengalaman yang paling berhaga bagi saya. Semoga menjadi bahan renungan serta menjadi bahan inspirasi buat penulisan selanjutanya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Subhanallah perjalanannya ya Bu Lilis. Di atas ada kalimat SD Walantara adalah perbatasan Sukabumi dengan Australia. Apa benar bu?
Iya betul pak, lebih tepatnya di Tenjolaut yang di belah oleh sungai ci buni