Ayo Kita Berangkat
Oleh: Lili Suriade, S.Pd
Selesai sholat Isya, aku lanjut mempersiapkan semua pakaian yang akan kami pakai besok. Aku senang sekali lantaran kemarin sempat membelikan baju untuk dipakai semua anakku besok, jadi tak perlu disetrika lagi. Kalau masalah yang satu ini aku jadi teringat pada adikku yang bekerja di dinas kesehatan.
"Un..baju-baju yang siap dibeli harusnya dicuci dulu, ntar kumannya nempel lho."
Aku hanya pura-pura tidak mengerti sambil mengajukan pertanyaan
"Lho kok dicuci? kan masih baru?"
Yena terlihat mulai serius memandangku.
"Begini uni..apa uni yakin semua pakaian itu steril? coba deh uni pikir sudah berapa tangan yang memegang pakaian tersebut? dan tangan-tangan itu apakah dijamin bersih? Gak kan?!!"
"oke.. uni mengerti, hanya saja uni malas." Jawabku seenaknya. Dan malam ini aku pun menuruti kemalasanku. Sejak kemarin baju-baju ini hanya tergeletak di atas meja belajar anakku. Setelah menghela nafas panjang, akhirnya satu persatu pakaian ganti untuk besok ku masukkan ke dalam tas. Tas yang sudah sangat lusuh, pemberian mertuaku 7 tahun yang lalu saat pulang umrah yang pertamanya.
"Huff.." kembali ku hela nafas, setelah resluting tas pakaian berhasil ku tutup rapat.
Ku lirik jam di Handphoneku, ternyata sudah pukul 11 malam. Aku beranjak dari tempatku menyusun pakaian, lalu menuju dapur. Dalam waktu kurang dari 1 jam, aku selesai memasak sambal kentang favorit anak-anakku. Setengah jam kemudian, mataku pun mulai menyerah. Padahal tadinya aku berniat hendak menonton Layangan Putus, sebuah film yang tengah viral saat ini. Tapi semakin ku paksakan, justru membuat mataku terasa makin perih.
"Bismika Allahumma Ahya, wabismika amuut...!" Aku menarik selimut ke kepala, sebagai pertanda aku menyerah, selanjutnya aku tak sadar apa-apa.
"Bunda..ayo bangun...!" Samar-samar suara anakku mulai terdengar.
"Bunda..mimik cucu...!" si bungsu mulai merengek lagi.
"Iya sayang..sebentar ya.."Aku berusaha bangkit dari tidurku yang memang masih belum puas.
Seperti biasa, kalau sudah begini langkahku akan sempoyongan menuju dapur, tempat penyimpanan susu anak-anak.
Hanya 10 menit, lagi-lagi tabung susu dilempar begitu saja oleh ketiga putriku. Aku dengan sigap kembai mengumpulkannya. Lalu tergopo-gopo menuju kamar mandi untuk berwudhuk.
Samar-samar aku mendengar azan berkumandang.
"Ya Allah..berarti aku sudah telat bangunnya."
Aku bergegas ke ruang sholat untuk menghadap sang pemilik semesta. Dalam doa-doaku subuh ini tak lupa aku memohon perlindungan agar selamat dalam perjalanan nanti. Tiba-tiba saja, saat aku melipat mukena, hujan turun.
"Hujan Bun..!" Suamiku yang sedang di kamar mandi berteriak.
"Ya..mudah-mudahan segera reda ya nak." Aku mulai menenangkan hati anak-anakku yang terlihat agak kecewa.
Namun alhamdulillah 40 menit kemudian, hujan pun reda.
"Nak..ayo kita ke Cianangkiak...!!" Aku bersorak di depan rumah memanggil anak-anakku yang sedari tadi sabar menungguku berbenah.
"Hore...ayo bun..!" si bungsu mulai berteriak.
"Bismillhirrahmaanirrahimm..!" suamiku memulai penyetiran mobilnya.
(Bersambung)
Sumpur Kudus, 02 desember 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar