Lili Suriade, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Paket Untuk Ayah

Paket Untuk Ayah

Oleh: Lili Suriade, S.Pd

Pagi ini, aku membuka jendela kamar dengan pandangan penuh malu. Malu pada mentari yang yang sedari tadi mengintip tidurku dari celah dinding rumah yang memang sudah makin keropos dimakan rayap.

"Astagfirullah..ternyata aku benar-benar kesiangan." Perasaan bersalah mulai merasuki jiwaku. Sinar mentari pun langsung menerobos masuk ke seluruh sudut ruangan di kamar ini.

Semalam, aku tidur lumayan cepat. Aku memang membebaskan otakku dari semua aktivitas sekolah malam tadi. Sebab besok pagi aku harus ke sekolah anak-anakku untuk menerima Laporan hasil Belajar mereka. Namun, aku sedikit bingung ketika ku rogoh dompetku, ternyata hanya tersisa uang 20 ribu. Sebagai seorang ibu tentulah aku khawatir melangkah kemanapun jika tidak membawa uang yang cukup di kantong. Maklumlah anak-anakku masih kecil, terkadang ada saja hal-hal yang tak terduga yang diinginkannya. Sementara berpikir dalam kebuntuan, aku tertidur pulas.

Aku terbangun pukul 3 dini hari dan langsung menunaikan tahajjud. Di dalam hatiku penuh dengan rasa syukur bisa menghadap Allah di sepertiga malam ini. Sebab akhir-akhir ini kesempatan seperti ini sangat langka ku dapatkan. Maklumlah, selain kesibukan di rumah dengan 3 putri yang masih kecil, aku juga sibuk dengan tugas-tugas sekolah yang membuatku terpaksa begadang. Aku menumpahkan segala rasa syukur, keluh kesah dan segala resah kepadaNYA malam ini.

Usai Tahajjud, kulanjutkan membaca Alqur'an hingga pukul 4.00 WIB. Aku merasakan ketenangan jiwa yang luar biasa malam ini. Ku lihat anak-anak dan suamiku masih tertidur pulas.

Ya Allah, lindungilah mereka selalu..doaku lirih sambil membenarkan selimut putriku yang sudah berantakan.

Selanjutnya, aku mencoba membuka laptop untuk meneruskan pengisian E-Kinerja. Tapi baru saja ku buka SKP tahunan, setan durjana mulai menggodaku. Perlahan-lahan mataku yang tadinya segar, mulai mengantuk. Akhirnya aku tertidur pulas dan bangun kesiangan.

Secepat kilat, ku masak nasi goreng kesukaan anak-anak. Yah..walau tanpa telur, mudah-mudahan sarapan yang kubuat ini bisa dinikmati bersama. Namun, tatkala aku hendak menggoreng bumbu yang baru saja siap ku racik, ternyata komporku mati.

"Ayah..tolong nih,gas habis..!" Hanya sebuah teriakan biasa yang selalu ku lakukan di sepanjang penjuru rumah. Tak lama, suamiku datang entah dari mana. Mungkin saja dia tadi tengah sibuk dengan montirnya atau sibuk dengan bibit bawangnya di depan rumah. Aku tak tahu, mungkin saja.

Sembari menunggu gas, pakaian kotor yang sudah menumpuk di dalam mesin cuci, ku putar perlahan. Selanjutnya, aku langsung membereskan kamar tidur. Ketika hendak melipat selimut, aku menemukan segopok uang di di atas kasur.

"Alhamdulillah..reski nomplok!" Ujarku dengan penuh semangat. Cepat-cepat ku masukkan ke dalam kantong celana.

"Lumayanlah,,bisa buat beli sabun sama pulsa listrik." Gumamku lagi.

Aku bergegas mandi setelah selesai memasak sambal tahu goreng campur jengkol dan ikan nila. Aku tahu hari ini aku harus menerima rapor hasil belajar BErkah, putri keduaku yang masih duduk di bangku kelas 2 SD.

Perasaan nyamanpun merasuki jiwaku sebab setelah ku hitung ternyata uang yang ku dapat tadi berjumlah 180ribu, lumayan untuk kebutuhan dua hari ini, pikirku.

Aku berangkat menuju sekolah anakku dengan penuh semangat. Penerimaan rapor, diawali dengan temu ramah anatara para guru dengan orang tua wali murid. Aku menyimak dengan seksama penyampaian informasi dan pengumuman dari sang kepala sekolah. Ternyata, kami harus membayar sampul rapor sebesar 60 ribu. Selain itu, juga ada hutang buku anakku sebesar 50 ribu. Aku langsung membayarnya kepada wali kelas anakku. Setelah itu barulah rapornya ku terima. Meski dengan perasaan kurang puas, aku tetap bersyukur melihat nilai-nilai anakku, dengan peringkat 6. Sebelum pulang, aku sempat mampir ke sebuah salayan untuk membeli kebutuhan mandi dan membeli token listrik. Tentunya anak-anak juga jajan di sana. Akhirnya uang ku hanya tersisa 2000 rupaih saja.

Sampai di rumah aku melihat seorang kurir sudah menunggu di depan rumahku. Aku mengingat-ingat paketku, namun rasanya aku tak memesan apapun.

"Cari siapa dik?"

"Ini buk, ada paket untuk suami ibu, Cod. Jadi saya sedang menunggu pembayarannya."

Setengah berlari aku masuk ke dalam rumah. Di dalam kamar, aku melihat suamiku sedang sibuk mengobrak-abrik tempat tiidur.

"Bun..lihat uang aku?"

"Uang apa? Berapa?"

"Seratus delapan Puluh Ribu, semalam sudah kusiapkan untuk membayar obat tanaman yang sudah ku pesan 2 hari yang lalu." Jelasnya sambil terus mencari-cari.

Aku hanya menggeleng dengan perasaan penuh sesal.

Ya Allah..tolonglah aku..!

Sumpur Kudus, 08 Januari 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Izin follow bu..salam kenal, salam literasi

08 Jan
Balas



search

New Post