Lilynd Madjid

Lilynd Madjid is me 😊...

Selengkapnya
Navigasi Web
NIRWANA (MELUPAKAN KESEDIHAN 2)

NIRWANA (MELUPAKAN KESEDIHAN 2)

EMPAT

Nirwana membuka pagar besi. Suara berderit terdengar memekakan telinga. Ah, sudah lama ia tak melumasi engsel-engsel pagar ini. Nantilah, akan ia sempatkan waktu untuk melakukannya.

Suasana rumah gelap dan sunyi. Nirwana memandang sesaat. Tempo hari dia terburu-buru pergi, hingga tak sempat menyalakan lampu teras.

“Yakin kau tak takut, Wan?” Jimmy masih berada di atas motornya di depan pagar. Nirwana berbalik.

“Tak apa. Kau pulanglah,” katanya. Jimmy menatap ragu, tetapi kemudian menggedikkan bahunya.

“Okelah. Aku pulang. Kalau ada apa-apa, telpon aku.”

Nirwana tersenyum kemudian mengangguk. Jimmy menghidupkan mesin motornya kemudian mulai melaju.

“Hati-hati,” seru Nirwana.

“Oke. Kita jumpa di sekolah esok!” Jimmy menyahut. Sekejap kemudian sosoknya sudah lenyap di balik tikungan jalan.

Nirwana berjalan ke arah pintu. Rumah itu berbentuk panggung, terbuat dari papan. Kayunya sudah berwarna abu-abu, saking lamanya berdiri. Suara kayu berderit terdengar saat kaki Nirwana menaiki undagan di teras rumah. Dirogohnya saku celananya mencari kunci. Ketemu.

Pintu terbuka. Perlahan Nirwana masuk. Aroma pengap menyergapnya. Dinyalakannya lampu. Matanya menangkap pemandangan tak sedap. Pergi terburu-buru karena kabar yang diterimanya begitu tiba-tiba, membuat ia meninggalkan rumah dalam keadaan berantakan.

Sisa makanan masih tinggal di atas meja makan, menimbulkan aroma yang memuakkan. Kabel pemanas nasi sempat dia cabut sebelum pergi. Menyisakan nasi basi tertutup jamur yang mulai menebal. Nirwana mengeryitkan hidung ketika tercium bau asam bercampur sedikit aroma amoniak menusuk penciumannya.

Bergegas ia letakkan ransel di atas bangku kayu. Mengeluarkan isi alat penanak nasi itu dan membuangnya ke tempat sampah. Sisa-sisa makanan mengalami nasib yang sama. Setelah itu dicucinya semua perlengkapan makan hingga bersih. Menyapu, mengelap semua debu, hingga mengepel karpet yang mengalasi lantai kayu.

Larut malam, Nirwana baru dapat merebahkan badan di atas kasur tipis di kamarnya yang sempit. Pikirannya kembali melayang. Ia teringat lagi pada almarhumah Mamak, adik-adiknya, bahkan pada almarhum Abah yang telah lama berpulang.

Nirwana mendesah. Ujung matanya kembali basah. Mengapa tiba-tiba saja ia merasa begitu nelangsa? Terengah-engah ia menahan isak yang menyesak. Tetapi kemudian, seperti baru tersadar, Nirwana bangkit. Duduk tegak. Disekanya matanya dengan kasar. Tidak. Ia tidak boleh menangis lagi. Jangan. Bukankah hidup terus berjalan? Dan bukankah ia harus tetap menjalaninya dengan penuh ketegaran?

*** *** ***

Pak Indra tersenyum. Akhirnya dia melihat sosok itu lagi. Pemuda tanggung berkulit gelap yang selama ini absen di kelasnya, hari ini muncul. Sepanjang pelajaran tadi, mata Pak Indra tak lepas mengamati Nirwana. Ada kesedihan di matanya. Membuat Pak Indra diam-diam merasa iba. Namun semangat anak muda itu pun begitu terasa.

Apa yang diceritakan rekan-rekan sesama pengajar lambat laun terbukti. Nirwana memang terlihat lebih menonjol dibanding siswa lain. Pada pertemuan pertama hari ini, anak itu menyerap dengan baik semua materi. Bahkan materi-materi seminggu terakhir pun sudah ia pahami, entah bagaimana caranya.

“Hei, Awan. Tak pegi ke luarkah?” tanya Pak Indra. Bel istirahat sudah berbunyi. Semua murid berhamburan. Kemana lagi? Mereka pasti menyerbu kantin.

“Tidak, Pak.” Awan tersenyum tipis.

“Kenapa?”

“Tak ada, Pak. Sa-saya … emm, mau menyalin catatan yang kemarin sempat tertinggal saja,” katanya sambil menyambar sebuah buku di dekatnya. Membukanya tergesa. Lalu bersiap-siap menulis entah apa.

Pak Indra tersenyum sambil menatap awan lekat. Anak muda itu sampai salah tingkah dibuatnya. Pak Indra lalu mengangguk, senyum masih terkulum di wajahnya yang mulai menampakkan beberapa kerutan.

“Baiklah. Bapak tinggal ya.” Pak Indra berbalik untuk pergi. Baru beberapa langkah saat terdengar suara keriuk perut yang cukup keras.

Pak Indra menghentikan langkahnya. Ia berbalik. Melihat Awan yang tertunduk dengan wajah memerah.

“Awan, mari ikut bapak,”

“Eh, ikut kemana, Pak?”

“Alaaaa, awak ikut sajalah. Ayo.”

*** *** ***

Nirwana berjalan kaki sambil menunduk. Matanya memandangi setiap ayunan langkah kakinya sendiri. Dia seperti sedang melamun. Padahal tidak. Nirwana sedang berpikir keras.

Persediaan uang sakunya sudah sangat menipis. Waktu ia pulang tempo hari, ia memakai sebagian besar uangnya untuk biaya perjalanan pulang ke kampung. Saat kembali, Pak Ngah Zain memang membekalinya uang. Sebagian ia berikan pada si kembar untuk pegangan mereka, sebagian lagi untuk ongkos boat.

Sisanya sekarang mungkin hanya cukup untuk hari ini sampai lusa. Om Joni, entah kenapa belum ada kabar. Malam tadi saat ia mencoba menelpon, tidak terhubung. Mungkin kendala sinyal atau apa. Nirwana belum tahu, kapan tepatnya Om Joni akan pulang.

Pagi tadi Nirwana beruntung, Pak Indra memaksanya menemani beliau sarapan di kantin. Sehingga ia bisa sarapan sambil tetap menghemat pengeluaran. Walaupun sebenarnya ia malu sekali. Apalagi, sepertinya tadi Pak Indra sempat mendengar orchestra dari perutnya.

Nirwana berpikir, tidak mungkin ia seperti ini terus. Bergantung pada belas kasihan orang lain. Tidak. Nirwana tidak ingin seperti itu. Ia harus mencari jalan keluar. Tetapi bagaimana caranya?

Sebuah pemikiran tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Ah, ya. Dia harus mencobanya. Mata Nirwana berbinar-binar. Dadanya terasa sedikit lega. Mudah-mudahan saja ini bisa menjadi jalan keluar.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post