Lina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PLAGIASI,  PLAGIARISME,  PLAGIAT, PLAGIATOR DI DUNIA LITERASI SASTRA
Gambar dari Google (Tantanagan Menulis Hari Ke-2)

PLAGIASI, PLAGIARISME, PLAGIAT, PLAGIATOR DI DUNIA LITERASI SASTRA

'Entah apa yang merasukimu,' seperti itu lirik pada sebuah baris lagu. Apa yang merasuki seseorang hingga melakukan hal yang disebut dengan plagiasi, plagiat, plagiarisme hingga plagiator?

Tulisan ini tidak akan membahas apa perbedaan dari kata-kata tersebut karena esensi dari kata-kata itu dapat dipahami seluruhnya adalah 'copy paste' tanpa memcantumkan sumber atau 'comot' tanpa izin dan cantumkan sumber tulisan.

Beberapa tahun silam kita digegerkan oleh adik manis yang dicap sebagai plagiat atas pemikiran seseorang--hebohnya hingga dapat perhatian orang nomer satu di NKRI ini. Dari kasus itulah kita dapat belajar arti pentingnya sebuah ide dan gagasan yang diwujudkan dalam sebuah tulisan.

Lantas kembali dihebohkan oleh plagiat cerita anak yang dilakukan penulis anak pada penerbit mayor buku anak--ini sudah dilaporkan pada penulis aslinya dan pihak penerbit, entah bagaimana kelanjutannya.

Kasus-kasus tersebut hanya segelintir kasus dari kasus yang nampak dipermukaan, sebab masih banyak kasus lainnya yang serupa.

Tindakan plagiat atau 'comot' atau 'copy paste' tanpa kesantunan ini pasti sudah terjadi pada zaman dahulu kala--ini asumsi sebab jika dikaitkan dengan revolusi industri maka pada saat itu penulis belum dapat menyebarluaskan karyanya bahkan masih bersembunyi dibalik nama pena karena banyak hal yang menjadikan hal itu berlaku.

Hingga rovolusi industri 4.0 ini plagiat masih marak dilakukan, tak hanya dunia sastra melainkan dunia akademik pun mengalami catatan buruk dalam hal plagiasi. Perbedaannya adalah kode etik dalam tulisan ilmiah harus memenuhi aturan yang sudah dibakukan oleh dunia internasional--ini berkaitan dengan teknik penulisan ilmiah. Kemutakhiran di dunia akademik ialah adanya 'bimbingan' di mana jika penulis karangan ilmiah melakukan tindakan plagiat yang akan menerima sanksi tak hanya penulis melainkan para pembimbing tersebut. Jelas sudah yang menjadi pembimbing harus memenuhi kualifikasi tertentu yang telah ditetapkan oleh Kemenristekdikti.

Kebermanfaatan teknologi memang dirasa penting, kita dapat dengan mudah mencek lewat Google hingga Trunitin apakah tulisan tersebut asli apa bukan.

Bagaimana dengan karya sastra?

Kita dapat cek melalui Google karya itu hasil 'comot' atau bukan. Untuk Trunitin mungkin bisa diuji coba--sebab belum pernah mengujicobakan pada karya sastra.

Mengapa lolos oleh penerbit karya tersebut?

Bandingkan dengan upaya anti plagiasi dikalangan akademik. Upaya anti plagiasi di lingkungan penerbit--sepertinya-belum berkembang. Asumsi ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah penerbit yang setiap waktu dapat menerbitkan buku dari banyak penulis.

Pertanyaan yang muncul, siapa yang membimbing para penulis ini? Jelas tidak dibimbing karena bukan menulis karangan ilmiah, tetapi peranan editor penerbitlah yang paling penting dalam naik cetaknya sebuah karya sastra.

Siapa yang jadi editor? Ada pernyataan monohok dari salah satu penerbit kecil bahwa yang menjadi editor itu bisa siapa saja tanpa membutuhkan seorang ahli pun siapa saja bisa jadi editor sebab ilmu soal editing bisa dipelajari melalui internet--pendapat yang memang ada baiknya.Demikian pula jawaban dari seorang anak SMA yang konon katanya seorang editor, bahwa menjadi editor bisa siapa saja yang penting mau belajar tanpa perlu kualifikasi akademik tertentu--kuliah kebahasaan, penyuntingan atau jurnalistik.

Lantas jika editor itu asal-asal editor tanpa kualifikasi tertentu, kasus plagiasi ini siapa yang juga kena imbasnya?

Editor adalah sebuah profesi yang membutuhkan kualifikasi akademik tertentu, hal ini dikarenakan kewenangan dalam kelayakan sebuah tulisan untuk terbit.

Asumsi sederhana, jika Anda batuk maka semua orang tahu Anda itu sakit tapi siapakah yang lebih tahu Anda sakit jenis batuk apa sekalipun semua orang tahu jenis batuk Anda itu apa. Siapa yang lebih tahu jenis batuk dan obat yang tepatnya?

Dokter lebih tahu Anda sakit apa dibandingkan manusia lainnya yang memberitahu Anda soal batuk. Demikian dengan editor itu harus siapa? Orang yang memiliki kualifikasi akademik tertentu karena dapat mempertanggungjawabkan isi karya atau buku dari beberapa prespektif keilmuan dalam hal ini orang sastra dan bahasa adalah yang dianggap menguasai hal-hal kepenulisan dan penerbitan.

Jadi, banyaklah berdiskusi dengan ahli atau akademisi jangan sebatas berdiskusi soal karya sastra dengan praktisi. Keseimbangan Anda sebagai penulis juga paham soal teori sastra akan membuat tulisan Anda jauh lebih alami. Artinya tulisan sungguh berasal dari ide dan gagasan Anda sendiri.

Salam dari Penggiat Literasi Sastra Digital

Bandung, 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren tulisannya sangat bermanfaat. sukses selalu..aamiin

11 Apr
Balas

Terima kasih, sukses selalu juga, Pak.

16 Apr
Balas



search

New Post