Lina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SIAPA YANG LAYAK JADI EDITOR?
Gambar dari Google (Tantangan Menulis Hari Ke-8)

SIAPA YANG LAYAK JADI EDITOR?

Saat mesin cetak ditemukan kehidupan manusia semakin mudah dan berkembang. Bagi para penulis dan pelaku di dunia penerbitan jelas benda tersebut menjadi pusaka yang begitu bernilai.

Saya, masih teringiang oleh sekiranya dua pernyataan mengenai editing atau penyuntingan. Entah perspektif saya yang terlalu kolot dan alot atau memang pernyataan sebatas asumsi yang butuh dikaji lebih lanjut.

Pernyataan pertama muncul dari seorang pemilik penerbitan kecil yang menyatakan editing atau penyuntingan dapat dilakukan oleh penulisnya dengan memperoleh ilmu editing dari internet.

Pernyataan kedua berasal dari anak SMA yang merupakan seorang penulis juga editor disebuah penerbit--saya berasumsi penerbit kecil.

Ini menimbulkan keresahan, selain itu juga menjadi sebuah fenomena yang luar biasa lebih lanjut dapat dikaji dari pendekatan tertentu. Lantas pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan yang luar biasa.

Kita batasi terlebih dahulu, bahwa objek yang diedit adalah genre sastra modern berupa puisi dan prosa--agar pembahasan tak terlalu meluas.

Pernyataan Mas Mentri Nadiem esensinya 'ilmu bisa diperoleh dari Google tapi tidak bisa menggantikan guru', jika mengutip kata-kata itu maka saya memiliki kata-kata bahwa 'editing bisa dilakukan siapa saja tapi untuk editing sastra editor berkompetensi harus menjadi yang utama demi kualitas sebuah tulisan pada genre sastra'.

Saya pernah menyampaikan, bahwa editing adalah tahapan akhir dalam proses menulis kreatif sastra. Si penulis sendiri harus terus belajar editing secara otodidak ditambah berdiskusi dengan ahlinya seperti akademisi sastra juga editor.

Kita tidak akan tahu mana yang mendekati kebenaran, yaitu jika Anda sakit lantas tetangga sarankan minum obat A maka akan berbeda jika dokter yang menyarankan obat Z. Anda akan lebih mempercayai rekomendasi dari siapa? Apakah dalam hal editing teks sastra pada karya Anda demikian pula, dicukupkan edit sendiri tanpa kritik dan saran dari ahlinya? Lantas

bagaimana kualitas sebuah karya sastra dan juga kualitas menulis Anda?

Terkait pernyataan kedua, lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk menjadi editor bisa siapa saja yang paling penting mau belajar dan dirasa tak perlu kualifikasi pendidikan tertentu untuk menjadi editor. Sederhananya tak perlu kuliah untuk jadi editor, ini sungguh pernyataan yang berani--menurut saya. Jelas, perenungan dalam pun muncul. Apakah editor sebuah profesi atau pekerjaan? Jika berlandaskan pada pengklasifikasian sebenarnya editor adalah profesi yang membutuhkan kualifikasi akademik tertentu untuk menjalankan tugasnya.

Jika diasumsikan semua bisa jadi guru. Apakah guru sebuah profesi atau pekerjaan? Guru adalah profesi, membutuhkan kualifikasi pendidikan tertentu dalam menjalankan tugasnya. Bagaimana kualitasnya jika siapa saja bisa jadi guru tanpa menempuh kualifikasi pendidikan tertentu? Bagaimana kualitas dari pendidikan dan juga manusianya?

Ini renungan yang perlu dikaji lebih lanjut sebagai pengingat bahwa kedudukan ilmu begitu penting dalam membuka pikiran manusia itu sendiri.

Bandung, 17 April 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post