Day18

Ketika bahagia hanya dimaknai sebatas tercapainya kebutuhan fisik, maka kebahagiaan hanya sebatas urusan perut, eksistensi diri, kesempurnaan fisik, dan banyaknya kekayaan yang dimiliki. Bahagia tidak akan didapat saat uang didompet hanya cukup untuk makan saja. Bahagia tidak akan dicapai saat istri tak cantik bak artis di televisi, bahagia tak di dapat saat rekening kosong tiada isi.

Memang faktanya emak-emak merasa bahagia ketika bisa membeli banyak hal yang mereka inginkan. Bisa traveling, shoping, atau sekedar kuliner. Namun itu hanya kebahagiaan semu. Maindset kita sudah terpola, bahwa dengan makan kenyang, baju bagus, rumah mentereng, istri cantik, anak-anak pintar, baru dikatakan seseorang itu berbahagia.

Padahal dalam Islam kabahagiaan itu dimaknai ketika seseorang mendapatkan ridho Allah SWT, maka dia akan bahagia. Seseorang yang orientasinya ridho Allah, ia akan fokus pada proses, bukan pada hasil. Sehingga hasil apapun yang dia dapatkan dari usaha sehari-hari, ia syukuri, yang penting prosesnya ia sudah maksimal sesuai perintah Allah.

Ketika berdagang untung sedikit, tetap bahagia. Yang penting tidak curang dan mengambil hak orang. Ketika uang hanya cukup untuk makan 2 kali sehari, ia syukuri yang penting makanan ini halal dan toyyib. Insyaallah bisa membuat anak-anak kuat dan tidak kekurangan gizi.

Saat sudah berkorban banyak dan hasil tidak sesuai dengan perhitungan, tetap bahagia asalkan sudah maksimal dan Allah ridho. Insyaaalah setiap keringat yang tercurah tidak akan sia-sia.

Makna kebahagiaan ketika disandarkan pada ridho Allah SWT inilah yang akan menjadikan kehidupan kita di dunia ini memiliki visi yang jelas. Dengan visi yang jelas, jalan yang ditempuh terarah, impian hidup pun tak hanya sekadarnya. Bolehlah kaki menjejak ke bumi tapi kepala mendongak ke langit.