Linggawati

Seorang Guru Ekonomi di SMA N 4 Prabumulih, Sumatera Selatan. Kelahiran Pangkalpinang, 24 Juli 1985. Riwayat pendidikan SD sampai SMA di PangkalPinang, melanjut...

Selengkapnya
Navigasi Web
HATI YANG MENDUA

HATI YANG MENDUA

Part 7

Bryan masih belum bisa dihubungi sampai keesokan harinya. Aku sangat panik, sampai rasanya ingin melapor ke polisi untuk mencari keberadaan Bryan. Tidak lupa aku menghubungi mama mertua ku menceritakan tentang Bryan yang tidak tahu keberadaannya di mana. Mama menyarankan jangan dulu lapor ke polisi, tunggu dulu sampai besok sambil menunggu siapa tahu hari ini Bryan bisa dihubungi. Papa juga menghubungi Irvan keponakannya yang bekerja dalam satu perusahaan tetapi lain cabang untuk mencari informasi keberadaan Bryan di kantor cabang yang lain.

Hari ini harusnya Bryan merayakan ulang tahunku. Sedih rasanya di pernikahan kami yang ke 13 ini baru pertama kali Bryan tidak bersamaku dan mengucapkan selamat ulang tahunku. Padahal setiap aku ulang tahun, Bryan selalu mengucapkan selamat ulang tahun ditambah dengan kue ulang tahun dan hadiah kecil untukku. Kamu di mana Bryan?. Dua malam ini aku tidur dalam kegelisahan. Entah di mana suamiku ini berada.

Aku terbangun oleh alarm di HP ku. Sudah setengah 4. Aku segera bangun menyiapkan makanan sahur. Kepala ku masih terasa pusing. Entah jam berapa aku baru tertidur semalam. Ku bangunkan Manda untuk bersegera makan sahur. Kami makan tanpa banyak bicara. Rasa sedih dan khawatir membuat makanan sahur ini seperti tak mudah untuk ditelan. Selesai Sholat Subuh kucoba kembali menghubungi nomor Bryan, dan ternyata aktif. Aku bersyukur sekali. Lama sekali tidak diangkat. Pada panggilan yang ke lima terdengar suara Bryan mengucap salam.

“Assalammualaikum Bunda, maaf ayah lupa menghubungi Bunda. Ayah lupa membawa Charger, mana mobil mogok di tengah jalan. Jadi kami menginap sambil menunggu mobilnya selesai diperbaiki. Bunda nggak apa-apa kan,” terdengar suara Bryan. Dari suaranya sepertinya Bryan baru bangun tidur.

“Ya Allah ayah, Bunda rasanya nggak tau lagi harus bagaimana menghubungi ayah. Bunda cari di kantor nggak ada, jadi tanya sama mama dan Irvan. Tapi semua juga tidak tahu ayah di mana. Untung belum lapor polisi,” aku mengungkapkan kecemasanku.

“Tidak apa-apa, ayah baik-baik saja. 2 jam lagi sampai di kosan. Tunggu di rumah ya, nanti ayah cerita. Ya sudah dulu ya Bun, Ayah belum sholat Subuh,” Bryan menutup teleponnya.

Aku sangat bersyukur sudah berhasil menghubungi suamiku. Aku juga memberi kabar kepada keluarga ku kalau Bryan sudah bisa dihubungi. Mereka turut bahagia mendengar kabar ini. Manda pun sangat senang. Ia tak sabar lagi menunggu kepulangan Ayahnya.

Aku kembali merebahkan tubuhku ke tempat tidur. Badan ini terasa sangat letih. Dua hari ini memang kurang tidur karena mengkhawatirkan keberadaan Bryan. Sambil membuka Hp ku lihat ada pesan yang masuk.

“Maaf ya mbak, suaminya aku pinjam 2 hari buat menemaniku. Aku juga tidak mau ia merayakan ulang tahunmu,” Begitu bunyi pesan yang masuk. Pesan ini berasal dari kontak yang tidak terseimpan di Hp ku. Jadi aku tidak tahu siapa yang mengirimkannya. Hatiku rasa diiris sembilu. Siapa orang gila ini. Aku segera menghubungi nomor tersebut.

“Apa kabar mbak,” terdengar suara yang sangat ku kenal. Ya, itu suara Shelly.

“Apa maksud kamu kirim pesan seperti itu. Mbak tahu kamu ,Shelly kan?” Aku bertanya penuh marah.

“Tidak ada maksud apa-apa, Mbak. Shelly hanya ingin minta maaf sama mbak karena sudah merusak rumah tangga Mbak. Shelly tidak bisa meninggalkan Mas Bryan. Uang yang Mbak kirim untuk Shelly mana cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Shelly butuh tas mewah, baju mahal, perawatan salon Mbak dan segala penunjang kecantikan Shelly Mbak. Jadi Shelly minta maaf, Shelly tidak bisa meninggalkan Mas Bryan. Sepertinya Mas Bryan juga tidak bisa meninggalkan Shelly,” Shelly berkata dengan nada tanpa rasa bersalah. Sementara Aku yang mendengarkan perkataannya seperti akan mati berdiri.

“Shelly, salah mbak sama kamu apa. Kamu masih muda, cantik, masih banyak laki-laki yang sepadan dengan mu. Kenapa harus merusak rumah tangga kami?” aku mencoba menenangkan diri.

“Shelly ingin mendapatkan suami seperti Mas Bryan, yang baik dan selalu menuruti semua keinginan Shelly. Shelly juga sudah berjanji berhenti melacur asal Mas Bryan mau menikahi Shelly,” Ujar Shelly.

“Gila kamu Shel, Istighfar. Mas Bryan itu punya anak. Pikirkan perasaan mbak dan Manda,” Aku memelas kepada Shelly.

“Shelly tidak bisa mbak, mbak telepon tadi kami masih di hotel bersama Mbak. Silahkan tanya suami Mbak kalau dia sampai di rumah nanti. Tadi Mas Bryan sudah pulang. Mungkin sebentar lagi sampai ke kosnya. Sudah dulu ya mbak, Shelly mau istirahat,” Shelly menutup telepon.

Rasanya tak sabar menunggu kedatangan Bryan untuk meminta penjelasan apa yang baru saja ku dengar. Aku menahan tangisku, kasihan Manda jika aku menangis untuk sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Tak berselang lama terdengar pintu di ketuk. Manda melonjak kegirangan karena yakin pasti Ayahnya yang pulang. Kubiarkan Bryan terlebih dahulu masuk dan beristirahat. Aku tak banyak berkata. Ia memelukku dan meminta maaf.

Manda tak hentinya mencium pipi ayahnya saking bahagianya. Ia tampak tak kecewa meski Bryan tak membawa oleh-oleh untuknya. Biasanya Bryan tak pernah lupa membawa mainan atau makanan kesukaan Manda bila habis dari bepergian. Tak tahu lah kenapa kali ini Bryan sepertinya melupakan kami.

“Ayah minta maaf ya Bun, Ayah lupa bawa charger. Ayah istirahat dulu. Masih mengantuk,” Bryan mencoba meminta maaf dan ingin beristirahat..

“Bisakah kita bicara sesuatu. Tapi jangan di sini,” Aku menyampaikan keinginanku sambil melirik ke Manda, memberi kode ke Bryan kalau hal yang ingin kusampaikan tak ingin di dengar oleh Manda.

“Manda tadi katanya mau berenang, nggak apa-apa kalau mau duluan. nanti Bunda menyusul ya,” Aku mencoba menyuruh Manda berenang agar kami leluasa bercerita. Manda senang sekali disuruh berenang. Ia langsung mengambil baju renang dan turun ke bawah untuk berenang.

“Ingin bicara apa, Bun. Sebenarnya ayah capek sekali,” Bryan langsung bertanya.

“Ayah berhubungan lagi ya sama Shelly. Jujurlah, Yah,” aku langsung menodong Bryan dengan pertanyaan penuh selidik.

“Bunda bicara apa sih. Kan kita sudah sepakat tidak lagi mengungkit kesalahan yang lalu,” Bryan mengelak.

“Ayah jangan bohong, tadi Shelly mengirim pesan ke Bunda. Katanya Kalian 2 hari ini bersama. Ayah tega meninggalkan Bunda dan Manda dalam kekhawatiran sementara ayah asyik berduaan dengan nya,” aku mencecar Bryan.

“Sekarang begini saja lah, kalau Ayah memang masih tidak bisa lepas dari Shelly, tinggal kasih tahu mama, biar Bunda dan Manda pergi dari kehidupan Ayah,” Aku tidak tahu kenapa dalam marahku terucap pemikiran yang sedemikian.

Bersambung …

#TantanganMenulisGurusiana Hari ke 7

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Harus bisa buat keputusan tegas..smga itu hnya cerita dn tak kan pernah trjadi dlm kehidupan kita.. Aaminn

01 Jun
Balas

Aamiin.semoga keluarga kita dilindungi dr makhluk ini ya bu

01 Jun

Bagus ceritanya bu smg shely cpt sadar akan tindakannya ...

01 Jun
Balas

Semoga ya bu

01 Jun

Padahal perempuan jadi-jadian itu hanya butuh uang saja.

01 Jun
Balas

Benar bu, gaya hidup yg tidak mau tau kondisi hidup sebenarnya

01 Jun

Keren ceritanya Bu .. salam literasi

01 Jun
Balas

Terima kasih bu.salam literasi juga

01 Jun



search

New Post