Lisa Lazwardi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Manampuang Bareh Rondang

Manampuang Bareh Rondang

Tantangan hari ke-57

Menjelang Ashar saat kami tidur-tiduran menunggu adzan berkumandang. Rani bertanya ke Uwa, "Rani lahir dimana Wa?" Uwa menjawab," di Solok." Kalau Bang Han dan Bang Iki Wa?" "Bang Han di Payakumbuh, Bang Iki di Solok tapi akikah di Payakumbuh." Kembali Rani bertanya, "Rani akikah dimana Wa?" Bunda yang mendengar ikut jawab," di Solok." " Rani tidak ada acara manampuang bareh rondang ya Ma.." kata Bunda ke Uwa. "Manampuang bareh rondang tuh apa Uwa?" Tanya Rani lagi.

Bunda akan bercerita tentang tradisi manampuang bareh di Kanagarian Koto Nan Gadang kampung Bunda. Biasanya setelah kelahiran bayi, dalam rentang 14 hari dari hari lahir akan dilaksanakan acara turun mandi. Turun mandi bukan berarti bayi dimandikan. Tapi keluarga dari pihak Ayah atau yang kami sebut bako akan datang secara adat melihat anak atau cucu mereka yang baru lahir.

Pada acara turun mandi ini, sebelum keluarga bako datang. Bayi dibawa ke ruang tengah dibaringkan di ayunan atau digendong Ibunya. Di dekat bayi diletakan nampan yang berisikan Al Qur'an, bedak, cermin dan sisir. Dari isi nampan mengkhiaskan pengharapan orang tua bahwa bayinya akan sehat jasmani dan rohani. Di dahului mengisi qalbu dengan Al Qur'an dilanjutkan dengan kebagusan fisik. Di tengah rumah juga dibentangkan sepra dan ditata beraneka kue-kue kering dan basah menyambut kedatangan keluarga bako.

Keluarga bako akan datang membawa sanak famili dan tetangganya, biasanya terdiri atas 20 orang yang memakai baju kurung dan takuluak lakuang. Mereka datang menjunjung dulang-dulang yang berisikan beraneka penganan, biasanya kue bolu, pisang, lapek dan agar-agar. Sementara ada 3 buah dulang yang khusus membawa pisang yang sudah dipotong kecil dengan kulitnya, dulang yang satu lagi berisikan tebu yang sudah dikupas juga sudah dipotong-kecil bulat, dan dulang yang ketiga berisikan bareh rondang.

Bareh rondang yang dimaksud di sini adalah beras pulut yang disangrai kemudian dibaluri parutan kelapa. Ketiga isi dulang ini nantinya akan dibagikan untuk anak kecil di sekitar rumah dan sanak famili bayi yang masih berumur 12 tahun ke bawah.

Sementara menunggu rombongan bako datang, anak-anak tetangga dan sanak famili keluarga bayi mulai menyiapkan tempat menampung bareh rondang yang dibuat dari daun pisang. Daun dibentuk kotak atau kerucut yang direkat dengan tusukan lidi. Biasanya masing-masing anak hanya boleh membuat satu kotak, namun tidak dilarang juga kalau membuat dua. Tapi jika ada yang lebih, para Ibu akan menegur anaknya, "Jangan nak, malu kita. Nanti dikira orang anak cangok."

Saat keluarga bako datang, anak-anak akan duduk rapi di halaman biasanya diletakkan kayu-kayu panjang yang bisa diduduki anak. Kotak daun sudah berjejer rapi di depan mereka. Rombongan bako datang, anak-anak sumringah menunggu pembagian bareh rondang. Tapi bako naik dulu ke atas rumah.

Mereka beramah tamah dengan dengan keluarga mencicipi hidangan yang disajikan. Kemudian mulai menggendong bayi dan dipergilirkan ke setiap anggota rombongan bako. Mereka akan mulai memuji, "Buruaknyo badan anak gadih ko lai," Kata "Buruak" bukan berarti menganggap bayi jelek tapi itulah cara memuji yang berbentuk khiasan. Artinya tidak menyombongkan diri bahwa anak kita cantik atau tampan.

Setelah semua menggendong bayi, tiga orang etek-etek akan turun membawa dulang berisi bareh rondang, pisang dan tebu. Etek-etek ini akan mengisi satu persatu kotak daun dan karucuik daun. Dimulai dari segenggam bareh rondang, diikuti etek yg meletakan veberapa buah pisang di atas bareh, dan terakhir mengisikan tebu. Ini saat yang dinantikan para kanak-kanak. Mereka akan mulai bersuara riuh kalau kotak daunnya sudah terisi. Tapi belum ada aba-aba untuk mulai makan. Mereka akan saling pandang kapan mulainya. Ibu-ibu yang dipinggir halaman akan berbisik, "tunggu dulu Nak, bako belum berangkat."

Biasanya setelah semua kotak terisi, keluarga bako yang masih di atas rumah akan pamit. Begitu iring-iringan melangkah meninggalkan halaman, langsung akan terdengar keriuhan di halaman. Anak-anak bergembira memakan bareh rondang yang mereka terima. Inilah tradisi manampuang bareh rondang khas Koto Nan Gadang.

Tradisi ini mengajarkan anak untuk bersosialisasi dan berbagi dengan teman-temannya, walaupun masih bayi dan tidak tahu apa yang terjadi di hari itu.

Rani tertawa mendengar cerita Bunda dan Uwa, "Semoga ada Adik bayi di rumah kita ya Uwa, biar Rani ikut manampuang bareh rondang," katanya sambil tertawa.

Manampuang : menampung

Bareh : beras

Rondang: sangrai/ goreng tanpa minyak

Cangok : rakus

Etek : tante

#TantanganGuruSiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ola ikut mengaminkan do'a Rani....

30 Apr
Balas

Aamiin...

30 Apr



search

New Post