Lisa Lazwardi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Menggapai Asa (part 3)

Menggapai Asa (part 3)

Tantangan Hari ke-61

Mai dan Mak Cuk berjalan ke ruang dokter, hari ini keputusan rapat tim dokter. "Ibu, Kami sudah berdiskusi bersama dokter spesialis penyakit dalam, spesialis syaraf dan spesialis bedah tulang." " Dari hasil rontgen menunjukkan ada tulang punggung Bapak yang mengalami infeksi. Tulang yang ke tujuh dan ke delapan. Pada persambungan tulang kemungkinan sudah bernanah."

Dokter melanjutkan penjelasan, "Saat operasi nanti tulang ke delapan kemungkinan dipotong dan tulang ke tujuh dikikis, jika tidak seluruh permukaan tulang infeksi." Mai dan Mak hanya mengangguk saat dokter memutuskan operasi.

Ini sudah bulan keempat mereka di Padang menemani suami Mai dirawat. Sejak 19 Agustus 1975 Wardi sudah mulai rawat Inap di RS M. Jamil Padang. Padahal sebelumnya sudah dirawat di RSU Payakumbuh, tapi tidak ditemukan penyakitnya. Sejak Daud berumur 8 bulan Mai dan Mak sudah kos di Padang membawa dua orang balitanya.

Dasril Adik Mai kuliah di Fakultas Hukum UNAND kos di jalan Jati. Teman sekamar Dasril pindah ke kamar lain, dan mereka menempati kamar itu. Dasril setiap malam menemani Uda Wardi di Rumah Sakit.

Awalnya dokter di RS M. Jamil juga bingung, hasil rotgen di dada, perut dan lutut semuanya baik-baik saja. Kemudian residen dokter memanggil Mai, "Ibu.. dari semua hasil pemeriksaan Bapak, tidak ditemukan kejanggalan Bu. Coba Ibu ingat, apa ada Bapak jatuh, atau terbentur benda keras Bu?". Mai mencoba mengingat tapi tidak menemukan jawabannya.

Malamnya saat sholat tahajud, tiba-tiba Mai teringat cerita suaminya, bahwa saat menolong anak yang hanyut di sungai, tumit Uda Wardi terbentur batu runcing. Keesokkan harinya Mai langsung menemui dokter. "Informasi Ibu ini sudah cukup buat kami Bu. Besok kami rotgen punggung Bapak." Wajah sang dokter langsung cerah, sepertinya titik terang sudah didapatkan.

"Pak, kapan saya dioperasi," tanya Wardi pagi itu saat visite dokter. " Sabar Pak, kita pulihkan kondisi Bapak dulu, baru kita operasi," sang dokter tersenyum melihat semangatnya suami Mai untuk menjalani operasi.

Awal Desember, jadwal operasi yang sudah dijanjikan. Perawat mendorong brankar menuju kamar operasi. Mai menunggu bersama Daud, Miza, Bapak Mai dan Ibu Mertua. Sebelum masuk ruang operasi Wardi meminta waktu untuk mencium kedua anaknya. "Mai, jika Uda tidak ada rawat anak kita baik-baik. Jangan biarkan orang lain memukulnya." Mai hanya mencium tangan suaminya tanpa mampu berkata sepatahpun.

Pak Bahar ayah Mai, memandang menantunya dan menggenggam tangan Wardi untuk menguatkan. Baru saja brankar didorong masuk ruang operasi, pak Bahar lari menjauh dari kerumunan keluarga melepaskan tangis yang dari tadi ditahannya. "Desember 1975, akankah menjadi akhir cucu-cucunya memiliki Ayah?"

(...)

#TantanganGuruSiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Barakallah bun..diksinya bagus..jadi sedih

24 Jun
Balas

Alhamdulillah, bisa memfollow. Jadi tidak ketinggalan tulisan Ibu lagi.

03 Jul
Balas

keren dan diksi yang semakin bagus

08 Jun
Balas

dalam pengetahuan tentang kedokteran

05 Jul
Balas

Waduh cerito lamo Yo buk..1975

27 Jun
Balas

Waduh cerito lamo Yo buk..1975

27 Jun
Balas

Waduh cerito lamo Yo buk..1975

27 Jun
Balas

Waduh cerito lamo Yo buk..1975

27 Jun
Balas



search

New Post