Lisa Lazwardi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Setahun Berlalu (part 3)

Setahun Berlalu (part 3)

Tantangan Hari ke-50

Hari-hari di rumah Marapalam kembali cerah, Annisa dan Savarra yang sebelumnya bolak balik Jakarta Padang untuk merawat Mama kembali melanjutkan kuliah. Uni perlahan memulih, gelak tawa kembali terdengar di rumah besar kita. Kita mulai bisa keluar bersama-sama lagi, pertama kali Uni keluar adalah menjenguk mama ni Wawa sahabat Uni di Jakarta. Ni Wawa ini yang banyak membantu di RS Dharmais, jika butuh donor trombosit untuk Uni, orang yang pertama bergerak sibuk menghubungi teman-teman uni di Jakarta adalah Ni Wawa. Sahabat dari SMA yang sangat kompak sampai sekarang.

Persahabatan merupakan salah satu bentuk rezki yang Allah berikan. Sungguh sebuah anugerah ketika Allah mentakdirkan pertemuan dengan Da Os, yang mencari Uni karena ada telpon dari temannya di Batu Sangkar bahwa Bu Dokter dirawat di sana. Da Os teknisi di rumah sakit, sejak pertemuan pertama dengan ni Pit beliau sudah menjadi saudara kami. Semua urusan rumah sakit dibantu Da Os, jika tidak ada lagi teman-teman yang bisa mendonorkan trombosit maka Da Os dengan cepat akan mengajukan diri sebagai pendonor. Padahal jam dinasnya di rumah sakit membutuhkan stamina yang kuat.

Ni Pit mendapat Adik di sana, tim yang kompak ni Wawa dan Da Os, sudah menghandle tugas yang seharusnya kami sebagai Adik-adik lakukan di sana. Tapi pekerjaan kami di daerah mengikat untuk tidak bisa berlama-lama di Jakarta. Ni Adek yang berdinas di Tebing Tinggi yang paling sering mengunjunjungi Uni ke Jakarta dan Da Yosef dari Padang serta banyak keluarga besar kita bergantian ke Jakarta. Uncu jaga gawang buat keponakan di Padang dan Batu Sangkar, Da Yung berada di Pasaman juga tidak bisa cuti dalam waktu lama. Tapi Da Os dan Ni Wawa selalu siap sedia meluangkan waktu untuk membantu Mama dan Uda merawat Uni di Dharmais. Ketika Allah menautkan hati-hati kita, bukan lagi pertalian darah yang menyebabkan sebuah persaudaraan.

Mendengar cerita dari mama, terbayang jalan antara RS Harapan Kita dan RS Dharmais yang kami lalui dulu saat uncu dirawat. Timbul kecemasan di hati penulis kalau Mama berjalan sendiri dari Rumah Sakit ke tempat kos kami. Karena di kanan kiri trotoar dipenuhi pedagang kaki lima sehingga kita berjalan di pinggir jalan. Jalan ini merupakan jalur yang ramai untuk mobilitas ke RS, biasanya setiap jam 17:30 WIB penulis mengantarkan Mama pulang dan kembali ke Rumah Sakit untuk menginap. Ternyata sekarang Da Os yang mengantar Mama pulang setiap hari, saat Annisa tidak di Jakarta. Alhamdulillah cara Allah memberikan kemudahan dibalik cobaan yang datang.

1,5 bulan di Padang, Uni kembali ke Batu Sangkar. Ada kerinduan yang besar menemani Arsyad di rumah, biasanya mama yang mengantar Arsyad ke sekolah. Biasanya tidak pernah sekalipun Arsyad terlambat sekolah dengan kondisi sudah selesai sarapan dan bawa bekal makan siang. Uni memang the best mom, yang penulis kenal, serba bisa dan sangat tangguh. Mama berpesan untuk tetap istirahat dan jangan berdinas dulu. Kamipun jadi sering bertemu di akhir minggu lagi saling bercerita dan berbagi pengalaman bagaimana menjaga kondisi saat pemulihan dari kanker. Tapi ada yang beda, berceritanya sekarang sambil tidur-tiduran di ruang tengah. Hati ini bicara ,"Uni masih sakit."

Nampaknya Bu Dokter tidak tahan berlama-lama di rumah, berawal dari sekali seminggu ke Puskesmas sekarang sudah 2 kali seminggu. Hari itu kami dapat telpon uni mau ikut pelatihan ke Jogya, sebenarnya Uncu cemas. "Apa Uni benar-benar sudah kuat? Jangan dipaksakan Ni," tanya Uncu dengan wajah yang penulis lihat penuh kecemasan. Uni bilang,"InsyaAllah Uni sudah sehat, kalian kunjungi juga Anak-anak akhir minggu ya.." permintaan Uni. Kami menyetujui dengan hati yang sebenarnya ragu, "Benarkah Uni sudah sembuh?"

Pulang dari Jogya Uni sangat gembira, mungkin karena kerinduan bertemu dengan sahabat-sahabat lama terobati. Kamipun mendengar kehebohan pertemuan para dokter ini. Ternyata ada lagi pelatihan di hotel Emersia di Batu Sangkar selama 3 hari. Kami sudah mulai mengingatkan lagi, Uni harus istirahat. Uni mengatakan uni hanya ikut materi saat mengerjakan tugas dan program uni istirahat di kamar.

Sabtu kembali datang, saatnya kami kembali bisa ke Batu Sangkar. Penulis melihat uni lelah, sambil tiduran penulis becerita, "Uni... dulu waktu Uncu sakit, sepulang dari Jakarta dikasih cuti 6 bulan dari BKD untuk pemulihan. Itupun rasanya belum cukup Un, Lisa ingat betul Uncu terjatuh dari motornya karena ternyata tulang Uncu belum kuat untuk menahan beban motor tiger tuh." Uni tertawa dan bilang,"Iya, tidak bisa dipaksakan tenaga saat ini."

Penulispun melanjutkan, " Uni, saat kita sakit orang lain hanya akan turut merasakan dengan membezuk. Paling hanya sekali dua kali dan rasanya tidak ada yang akan lebih dari lima kali kecuali orang terdekat. Sedangkan kita merasakan sakit berbulan-bulan, hanya keluarga yang akan mendampingi. Jangan terlalu dipikirkan pekerjaan Un, hanya kita yang tahu kesehatan kita bukan orang lain," Uni terdiam. Sambil membolak-balik novel di tangannya Uni menjawab,"Yup, Uni tidak akan sibuk-sibuk lagi. Kemaren tuh mungkin karena terlalu semangat ingin bergabung dengan teman-teman lagi." Kamipun saling mengangguk dengan tatapan sayang.

Mama akhirnya memutuskan untuk di Batu Sangkar menemani Uni. Rona bahagia terlihat jelas dari wajah Uni, kalau Mama ada, tidak akan lagi kesepian saat Arsyad dan Uda berangkat di pagi hari. Sekali-sekali mama menemani Uni ke Puskesmas untuk bersilahturrahmi dengan para staf. Masa istirahat kemo berakhir, sekarang ad kemo lagi di M. Jamil tapi tidak kejar tayang seperti di Jakarta. Biasanya untuk kemo ini, Uni dirawat 3 hari saja dan bisa berkumpul lagi dengan keluarga. Sepertinya tidak ada masalah, seperti biasa setelah kemo, Mama menemani Uni di Batu Sangkar lagi.

10 Oktober 2018, malam itu,kami ditelpon mama. "Keadaan Pipit sepertinya menurun, kita ke padang saja lebih awal." Begitu permintaan Mama. Ada kecemasan waktu itu musim hujan dan jembatan dekat lembah Anai ambruk. Lalu lintas Padang-Bukittinggi terputus, kami akan melewati Sitinjau Lauik jalur Solok-Padang yang rawan terutama saat musim hujan. Da Andi suami Uni sedang dinas keluar daerah. Pagi-pagi kami sudah sampai di Batu Sangkar, Uni kelihatannya santai saja, tapi mata mama berbicara sepertinya ada sesuatu. Seolah tidak terjadi apa-apa kami berangkat, ternyata Sitinjau Lauik memang macet, kendaraan ramai.

Jalan yang dikelilingi perbukitan dan jurang membuat kendaraan tidak bisa melaju kencang. Tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat, di kanan jalan perbukitan dan di kiri jalan jurang yang dalam. Uncu berusaha menyetir dengan tenang, kemacetan menemani perjalanan kami. Hal yang paling penulis dan Mama cemaskan adalah kemungkinan longsor atau pohon tumbang sering terjadi di daerah ini. Berdoa kami tidak terjadi, karena kalau perjalanan ini terhalang kemo Uni akan terundur dan kami mencemaskan kondisi Uni yang sedang drop. Bagaimana kami bisa membantu jika kondisi Uni memburuk di situasi hujan lebat dan macet panjang ini? (...)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keluarga yang hebat

22 Apr
Balas

Saling menguatkan Ola. Tidak ada yang sempurna, bagaimana kita saling melengkapinya saja

24 Apr

Kesabaran yang saling menguatkan...belum sempat mampir pada kisah sebelum nya...

22 Apr
Balas

Yup, kesabaran modal menghadapi semua cobaan ya cik gu Eli

24 Apr

Salut dengan keluarga yang saling menguatkan

22 Apr
Balas

Trima kasih ibu

24 Apr



search

New Post