Melihat foto Uwa dan Rani, sepertinya memandang jauh menanti seseorang yang dirindukan. Uwa selalu teringat Atuk, apalagi saat kami pergi bersama. Karena biasanya kemanapun kami di akhir minggu selalu mengajak Atuk. Mulai dari Atuk sehat, mulai dibsntu tongkat untuk berjalan sampai di dorong dengan kursi roda.

"Kira-kira apa yang dirindukan Rani ya?" Batin Bunda bertanya. Mungkin kangen dengan keriuhan di asrama sekolah atau berharap Ayah dan Ibu sore itu bersama kami di sana. Tapi ketika ditanya, "Apakah Rani Rindu asrama?" Dijawab Rani dengan senyum dan bisikan, "Sedikit Bunda.."

Malam ini ada kerinduan berbeda di hati Bunda. Biasanya jam sekarang ini, sedang dag-dig-dug jantung, kalau belum upload tulisan di gurusiana. Atau sedang meminta saran Ayah, tentang apa yang bisa Bunda tulis. Kadang karena capek pulang kerja menjelang maghrib, Bunda ketiduran setelah sholat Isya. Pukul 10 atau 11 malam dibangunkan Rani, Uwa atau Ayah dengan pertanyaan, "Sudah menulis hari ini Bunda?"

Teringat akan kejadian luar biasa, saat mencari sinyal mendekati tengah malam di depan Istano Pagaruyuang bersama Uni Sasa dan Rani. Kenangan ini sering membuat Bunda tersenyum sendiri. Sudah panjang jalan yang dilalui, 30 hari, 60 hari sampai 90 hari. Hal yang semula menjadi keraguan di hati untuk tercapai sudah terlewati bahkan melebihi.

Tapi di hari ke 163, kelelahan pulang dinas keluar daerah, melelapkan mata tanpa sempat menekan tombol "tayang." Tersadar setelah 10 menit melewati jam 24:00. Bunda terjatuh, rasanya tidak bisa terlukiskan asa di hati. Namun takdir telah berlaku, teringat dengan sebuah kalimat " Tidaklah akan jatuh sehelai daun kalau bukan karena seizin Allah."

Mungkin tidak sanggup memulai hari pertama lagi, namun kerinduan tetap ada di hati untuk Gurusiana .

#sepenggal cerita di 14 Agustus 2020 #gurusiana