Lisa Lazwardi, S.Pd

Menjadi pendidik yang bisa memberikan manfaat untuk orang banyak merupakan impian saat memilih profesi guru. Mengabdi di SMAN 1 Kecamatan Akabiliru...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sepenggal Kisah di Sepeda Ayah

Sepenggal Kisah di Sepeda Ayah

Pagi itu, di jalan menuju Puskesmas Lampasi. Seorang gadis kecil berambut panjang memeluk ayahnya dengan sayang dari boncengan sepeda. Ada raut cemas di wajah manisnya, "Pa... disuntik itu sakit gak Pa? Aku takut. Pak dokter Raden itu pemarahkah Pa?" Sang ayah yang sedang mengayuh sepeda tersenyum dan menenangkan anak perempuannya kelas 5 SD, yang terpaksa bertemu dokter gigi hari ini.

"Tenanglah Nak... insyaallah tidak apa-apa, yang penting Ananda jangan panik. Kalau kita panik dan ketakutan, hal kecil akan terasa menakutkan." " Baca Bismillah dan pejamkan mata, agar tidak melihat jarum suntik. Karena mata yang penuh kecemasan akan mendorong otak untuk merasa sakit." Kalimat sang ayah menjadi penyemangat, gadis kecil tersenyum cerah, sambil mempererat pelukan di pinggang ayah.

Pesan dari ayahnya diingatnya terus saat memasuki ruang dokter gigi. Ketika jarum suntik siap untuk dimasukkan ke mulut, ia langsung pejamkan mata. Ada jerit kecil saat jarum menusuk gusinya, ingatan akan nasehat sang ayah membuatnya bisa keluar dari klinik, tanpa meneteskan air mata.

Jemarinya memegang erat tangan ayahnya dengan wajah legah. " Terima kasih Pa, ternyata cabut gigi tidak sesakit yang Aku bayangkan." "Pandangan mata mempengaruhi fikiran ya Pa.." dibalas ayah dengan anggukan dan acungan jempol.

Setelah berpamitan dengan dokter, kembali ayah dan gadis kecil mengendarai sepeda. Ada senandung kecil dari bibir mungil yang mengiringi perjalanan mereka. "Nak... tahukah umur berapa nabi Muhammad meninggal?" Sang ayah memulai pembicaraan, "kalau tidak salah umur 60 tahun Pa," jawab gadis kecil. Sang ayah melanjutkan pembicaraannya " Papa nanti mungkin juga begitu, mungkin sekitar enam puluh tahun atau lebih sedikit."

"Aku takut Pa.. jangan pernah meninggal Pa. Nanti Aku bagaimana kalau tidak ada Papa." Matanya mulai berkaca-kaca, dipereratnya pelukan ke pinggang sang ayah. " Jangan cemas, saat Papa meninggal nanti, Kamu sudah besar Nak, sudah mandiri dan tidak lagi tergantung dengan Papa." Si gadis kecil kembali memeluk erat Papa, "Aku tidak mau kehilangan Papa.." kata-kata yang keluar dari hati dan dalam diam ia berdoa, " jangan pisahkan Kami ya Allah.."

----

Dan tidaklah sehelai daunpun jatuh, melainkan karena izin Allah, 7 April 2017 menjelang adzan Jumat berkumandang, sang ayah kembali kepada sang pencipta. "Pa.. saat itu kami bukan gadis kecil lagi, bukan juga anak laki-laki yang masih bercelana pendek mengejar layangan, tetapi kami semua tetap tidak siap untuk kehilangan Papa.."

#Tantangangurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih Bunda...Yang selalu membesri support

11 Apr
Balas



search

New Post