Berilmu tapi tidak bermanfaat
Sudah menjadi hukum alam, setiap bayi yang lahir ke dunia ini tanpa membawa perlengkapan apa pun. Bahkan tidak juga pakaian walau hanya sehelai. Semuanya lahir dalam kondizi zero atribut dunia. Namun, sudah diberi bekal fitrah, mengenal Allah Ta’ala sebagai Tuhannya. Alastu birabbikum, qaaluu balaa, syahidnaa (QS. Al A’raf: 172).
Seiring berlalunya waktu, masa berganti, dan musim pun berubah, kita mengalami pertumbuhan dan makin besar. Demikian juga dengan kemampuan yang melekat pada diri kita. Kecerdasan, ketangkasan, kepandaian, dan lainnya juga mengalami perubahan.
Alangkah eloknya jika berubahnya ke arah yang lebih baik dan bernilai positif. Bernilai postif yang dimaksud adalah setiap perubahan potensi baik ada pada diri kita mampu membawa kita ke jalan ketaatan kepada Allah dan Ta’ala dan menjadi pribadi yag bermanfaat bagi alam sekitar kita.
Jika kita dianugerahkan ilmu, dengan ilmu itu membuat kita semakin tunduk. Ya, tunduk kepada aturan ilahi. Bukan sebatas ungkapan ilmu pasi, semakin berisi semakin merunduk. Itulah indikator bahwa ilmu yang ada tergolong sebagai ilmu yang bermanfaat. Namun, jika ilmu pengetahuan yang ada tidak mampu membimbing kita untuk semakin taat kepada ilahi, berarti ada yang bermasalah dengan proses pencarian ilmu itu. Boleh jadi, ilmu itu sebagai awal petaka terbukanya pintu laknat. Na’uzubillahi min zalik.
Bukankah sudah tertulis dalam lembaran sejarah, bagaimana cerdas dan hebatnya ilmu yang dimiliki oleh Haman? Ilmunya menjadikan dia menjilat pemerintah saat itu (Fir’aun). Dia diangkat dan dijadikan sebagai menteri segala urusan. Ya, ia adalah orang kepercayaan Fir’aun, sebab ia memiliki ilmu yang banyak. Bahkan, dia jugalah yang membisikkan kepada Fir’aun bahwa Fir’aun selevel dengan Dewa. Patut dan pantas untuk diangkat menjadi Tuhan.
Ilmu Haman tidak bermanfaat untuk dirinya. Awalnya tampak oleh kasat mata bahwa ilmunya mampu mengantarkannya menjadi orang kepercayaan istana kala itu. Namun, Ia menutup kisah hidupnya dengan mengenaskan. Mengapa? Ilmunya tidak bermanfaat. Dengan ilmunya ia menantang dan membisikkan sang penguasa untuk tidak menerima kebenaran dakwah (risalah) yang disampaikan oleh nabi Musa dan Harun alaihima as salaam.
Kita selalu kepada Allah sang pemilik Ilmu, agar setitik ilmu yang diberikan-Nya kepada kita termasuk ilmu yang bermanfaat. Allahumma inni as aluka ‘ilman naafia. Dengan ilmu itu membimbing kita mengenal Allah dan lebih taat dalam beribadah kepada-Nya. Semoga …
…
Wallahu a’lamu bisshawaab.
#TG-96
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi
terima kasih, pak. Selalu hadir.
aamiin..sayang ya bagaikan pohon tidak berbuah..smg ilmu kita berkah dan manfaat..salam kenal sehat sll dan ijin follow
Amin. terima kasih...
masih muda banget...cerdas berkaya..top bgt
Terima kasih sudah berkunjung.