Lisata

Saya Lisata. Lebih sering dipanggil Mr. Lee atau ustadz Li. Alumni kelas menulis Solo pada 2017. Ya, lumayan lama. Sayangnya, selama ini saya off. Kok bisa. heh...

Selengkapnya
Navigasi Web
'REZEKI, ANTARA DIJEMPUT DAN DATANG SENDIRI' TAGUR ke-34
Sumber foto: https://minanews.net/amaliyah-pembuka-pintu-rezki/

'REZEKI, ANTARA DIJEMPUT DAN DATANG SENDIRI' TAGUR ke-34

“Rezeki itu pasti. Ia bagai teka-teki. Sarat misteri. Bisa datang sendiri, tentu atas iradah Ilahi. Bisa juga lelah mencari, ternyata sudah terhidang dengan rapi”

--Mari perbanyak syukur—

 

            Dikisahkan dalam sebuah riwayat perbedaan pendapat sorang murid dengan gurunya tentang rezeki. Murid yang sangat santun itu bergelar Syafi’i, nama keren beliau. Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Said bin Ubaid bin Abu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib, itulah nama lengkap serta beberapa generasiya ke atas. Guru beliau juga memiliki nama beken, Maliki. Nama lengkap beliau adalah Malik bin Anas bin Malik bin Amr, al Imam, Abu Abdullah al Humyari al Asbahi Al Madani.

Dalam sebuah majelis ilmu, Imam Maliki yang merupakan guru dari Imam Syafi’i mengatakan bahwa sesungguhnya rezeki itu datang tanpa sebab. Seseorang cukup bertawakkal dengan benar, niscaya Allah akan memberinya rezeki.

“Lakukan saja yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkanlah Allah Ta’ala mengurus lainnya,” demikian kira-kira pendapat Imam Malik. Tentu pendapat beliau berdasarkan dalil.

لَوْ أَنَّكُم تَوَكَّـلْـتُم علَى اللهِ حقَّ تَوَكُّـلِهِ لَرَزَقَكُـمْ كَمَـا يَرْزُقُ الطَّيْـرَ تَغُدُو خِـمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا

“Andai kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal niscaya Allah akan berikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung yang pergi dalam keadaan lapar lalu pulang dalam keadaan kenyang,” (HR. Ahmad).

Menanggapi hal itu, Imam Syafi’i yang rupanya memiliki pandangan lain. Ia pun segera mengajukan pertanyaan.

“Ya Syaikh, seandainya seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan rezeki,?” ungkap Imam Syafi’i. Singkatnya, Imam Syafi’i berpendapat  bahwa untuk mendapatkan rezeki dibutuhkan kerja keras. Rezeki tidak datang sendiri, melainkan harus ada ikhtiar insani. Akhirnya, guru dan murid tersebut bersikukuh pada pada pendapatnya masing-masing.

Suatu ketika, saat Imam Syafi’i sedang berjalan ia melihat jamak orang tengah memanen anggur. Ia dimintai membantu mereka dan ia pun bersedia. Lumrahnya, setelah pekerjaan selesai, beliau memperoleh imbalan beberapa ikat anggur.

Imam Syafii senang bukan main. Riangnya bukan karena mendapatkan anggur semata. Karena ia memiliki cara dan dalil yang kuat untuk menyampaikan kepada gurunya bahwa pendapatnya soal memperoleh rezeki itu benar.

“Jika burung tak terbang dari sangkar, bagaimana mungkin mereka akan mendapat rezeki? Seandainya saya tak membantu memanen, niscaya saya tidak akan mendapatkan anggur”. Demikian hujjah batin Imam Syafi’i.

Dengan bergegas sang murid menjumpai gurunya. Sambil menaruh seluruh anggur yang didapatnya, ia bercerita seraya sedikit mengeraskan bagian kalimat, “Seandainya saya tidak keluar dari rumah dan membantu memanen, tentu saja anggur itu tidak akan pernah sampai di tangan saya”. Ia cukup bangga dengan dalil yang sangat logis.

Mendengar hal itu, terbit senyum sang guru di tepi bibir tuanya, seraya mengambil anggur dan menikmatinya. Lalu berucap pelan, “Sehari ini saya memang tidak keluar pondok, hanya mengambil tugas sebagai guru, dan sedikit berpikir alangkah nikmatnya kalau dalam hari yang panas ini saya bisa menikmati anggur. Tiba-tiba engkau datang sambil membawakan beberapa ikat anggur. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa sebab?. Cukup dengan tawakkal yang benar kepada Allah Ta’ala, niscaya Allah  Ta’ala akan berikan rezeki. Lakukan yang menjadi bagianmu, selanjutnya biarkan Allah yang mengurus lainnya”.

Murid dan guru itu akhirnya terkekeh bersamaan. Senyum bahagia sambil menikmati anggur yang manis di tengah panas terik. Berbeda, namun sama benarnya. Tidak mengurangi rasa hormat murid kepada guru.

            Saya tuliskan kisah ini, untuk menguatkan hati, terkhusus masa pandemi ini. Rezeki itu pasti. Sudah diatur dengan sempurna oleh Ilahi. Seperti yang penulis alami tadi pagi. Ya, saat piket di sekolah hari ini.

            Ringkasnya, saat sajadah untuk Dhuha saya gelar, rezeki kelar. Saya belum sempat shalat, tiba-tiba datang seseorang mengatarkan beras 5 kg, katanya untuk saya. Subhanallah, tabarakallah...walhamdulillah. Jadikah saya shalat?. Ya lah, masa ga. Wallahu a’lamu bisshawaab...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren pak emang bener tu

06 May
Balas

Terima kasih...

06 May



search

New Post