Lisnur Azizah

Jakarta, 12 april 1973 waktu dan tempatnya dilahirkan dari dua orang tua yang berlatar belakang profesi guru pula. Darah guru mengalir didirinya sehingga tak s...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tulisan Pertama

Tulisan Pertama

Mimpi yang Tak Terbeli

Berawal dari paksaan menulis karena program literasi pemerintah, kami sontak diburu mendadak jadi yang digugu dan ditiru, secara instan bisa menulis. Apa yang dituliskan? Curhat, kegelisahan, kecewa, keritik, harapan dan impian yang semua bermuara pada satu kata yaitu pendidikan. Begitu menariknya kata pendidikan sehingga siapapun yang berbicara dengan tema itu maka akan segera menjadi terkenal bak selebritis.

Ditengah kebingungan ide yang akan dituangkan, teringatlah satu curhatan siswa kami, di awal pembelajaran saat kami berbincang santai di kelas mengenai tujuan mereka ke sekolah. Tidak ada yang aneh dari ungkapan tiga puluh siswa yang berpendapat, secara umum semua sama, mereka ke sekolah mempunyai tujuan mencari ilmu. Namun di luar dugaan ada satu siswa yang cukup frontal, namun tenang menyatakan bahwa dia hadir di sekolah itu hanya demi menyenangkan orang tuanya. “ kalau saya ga sekolah nanti orang tua saya maraha Bu” …..” saya ga mau jadi anak durhaka”.

Mendengar jawaban yang tidak biasa tersebut, tentunya naluri seorang guru yang sudah mendarah daging langsung bergejolak mencoba cari tahu. “ Sejak kapan itu terjadi?” tanyaku menyelidik. “ ya…sejak SMP Bu”. “Lalu mengapa kamu masih tetap melanjutkan dan daftar ke ke sekolah menengah ?” aku menyebutkan nama sekolah kami dan tanpa diduga, jawaban yang tidak biasa pun muncul kembali “ saya kira di sekolah menengah nanti akan berbeda dengan sekolah lain …ternyata sama saja Bu!” dialog santai pun menjadi ketegangan dan menjadi perhatian menarik siswa di kelas.

Dialog pun berlanjut lebih pada keingintahuan beberapa siswa, tentang apa yang akan terjadi pada ku, sebagai guru saat menyikapi pernyataan anak yang unik itu. Pertanyaan bertubi -tubi ku arahkan padanya “trus kamu menyesal masuk sekolah kita ini ?” dengan agak malu di menjawab “ya..enggalah Bu.. saya udah susah - susah masuk sini masa nyesal…” dan lanjut dia berkata “saya kaget aja Bu ...ternyata dimana tempat ibu mengajar ini tidak sehebat yang saya kira, jangan marah ya Bu….” dia sangat berharap agar akyu tidak emosi.

sambil tersenyum kecut aku menjawab “engga lah ..itu hak mu untuk berpendapat”.

Impian siswa ku tadi mungkin juga menjadi impian siswa - siswa dan orang tua yang lain . Berharap tinggi tapi kenyataan tidak sesuai pengharapan. Mengapa mimpi ini terjadi? Padahal yag ada dalam sebuah lembaga pendidikan atau salah satunya sekolah bukanlah memuat SDM yang biasa saja,. Begitu banyak SDM luar biasa hidup dalam sebuah lembaga pendidikan, tapi nyatanya kekecewaan masih saja membelenggu kami khususnya guru, adalah tokoh utama yang dipersalahkan.

Buku sekolahnya manusia karya Munif Chotib menyatakan bahwa paling sedikitnya masalah pendidikan di Indonesai yang berlarut -larut ada empat sebab yaitu, pertama sistem pedidikan di Indonesia belum proporsional dari segi input, proses, dan output. Ke dua persepsi salah tentang apa yang disebut sekolah unggul. Yang ke tiga rendahnya kreatifitas guru dalam mengaja, Dan yang ke empat sistem penilaian belum sepenuhnya autentik. Wajarlah jika banyak mimpi dari pihak siswa maupun orang tua yang berharap mimpi indahnya dari sebuah lembaga oendidikan yang diharapkan namun, mimpi itu tak terbeli.

Walaupun tidak merasa satu satunya penyebab buruknya pendidikan di Inonesia namun tetap saja keluhan-keluhan siswa lebih besar ditujukan kepada kami seorang guru yang nota bene beban yang harus diembannya begitu berat sedangkan apresiasi sangatlah rendah. Sejujurnya pemerintah kali ini telah memberi penghargaaan pada guru dengan sertifikasi guru profesioanal namun, kenyataanya perolehan penghargaan itu harus ditebus dengan kesibukan dan beban yang terkadang menghabiskan energi .Pada saat energi dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, energi itu pun terkuras habis dan berdampak kenyataan tidak sesuai harapan.

Salah satu pengurangan energi yang ada pada guru sekarang ini, dipaksanya kami menulis demi memenuhi target program pemerintah , ya...walaupun memang kalau tidak dipaksa kemauan untuk menulis guru sulit terwujud. dan akhirnya terwujudlah satu tulisan yang menggugurkan kewajiban dari tuntutan tersebut.

Saat ini bukan lagi waktunya berbantah - bantahan atau saling menyalahkan, mimpi yang tak terbeli akan menjadi mimpi yang terbeli jika semua elemen masyarakat menyadari bahwa nasib bangsa kita ke depan berada di ujung tombak pendidikan baik pendidikan di rumah, masyarakat juga pendidikan sekolah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post