Fungsi Pendengaran Bagi Manusia Bagian 2 (Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)
Fungsi Pendengaran Bagi Manusia Bagian 2
(Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)
Tantangan Hari Kesebelas (11)
#TantanganGurusiana
Ada tiga fungsi pendengaran bagi manusia. Pembagian ketiga fungsi tersebut bisa dibaca di tulisan sebelumnya.
Fungsi pendengaran yang akan dibahas pertama kali adalah fungsi paling dasar yaitu fungsi jenjang primitif. Di jenjang ini, seorang manusia memahami bunyi sebagai latar belakang (background) dari semua kegiatan sehari-hari. Bagi kita yang mendengar, jarang sekali kita memperhatikan jenjang ini. Padahal tanpa sadar, bunyi sebagai latar belakang telah memberi kita suatu perasaan aman, karena membuat kita mengenali dunia tempat kita tinggal. Bunyi sebagai latar belakang juga memberikan kita suatu kesiapan untuk bertindak, karena selalu memberikan informasi mengenai kejadian di sekeliling kita. Untuk lebih memahaminya, simak sketsa dalam kehidupan anak mendengar berikut ini:
Seorang anak terbangun dari tidurnya oleh suatu bunyi. Dia membuka mata dan menyadari bahwa jam alarm di meja samping tempat tidurnya yang membangunkannya. Pukul 05.30 WIB. Lamat-lamat dia mendengar suara ceramah subuh dari mesjid di dekat rumahnya. Sudah saatnya bangun, hari ini hari Senin, aku harus sekolah, batinnya. Dia juga mendengar bunyi penggorengan, sendok piring yang berdentingan, dan bunyi air. Oh bunda sedang menyiapkan sarapan. Hmmm.. masih bisa tidur 5 menit lagi, rasanya masih mengantuk, batinnya sambil menguap. Namun baru saja dia akan tertidur kembali, dia mendengar suara langkah kaki khas ibunya. “Anakku, ayo bangun, sudah pagi”, ujar bunda sambil membuka pintu kamar. Batal deh rencana tidur lagi, umpatnya sambil mengucek mata dan segera duduk.
Pada ilustrasi di atas, bunyi-bunyi yang melatarbelakangi keadaan anak yang baru bangun merupakan bunyi yang sudah dia kenal dan memberikan rasa aman ketika kontak dengan lingkungannya. Dia tahu dimana ibunya berada. Dia juga tahu dia berada di rumahnya, dan hari ini yang tentram seperti hari-hari sebelumnya karena dia mendengar bunyi-bunyi yang sudah dia kenali, tak ada bunyi yang berbeda.
Keadaannya akan lain bila anak itu tuli. Bila mereka terjaga dari tidurnya, mereka tidak akan mendengar bunyi latar belakang. Mereka juga tidak akan mengetahui keberadaan orangtua atau saudaranya. Menurut Bunawan dan Yunati (2000), hal ini dapat menyebabkan suatu perasaan was-was, bahkan dia sering terkejut karena sesuatu terjadi secara tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda (suara) sebelumnya. Terlebih bagi orang yang menjadi tuli setelah dewasa yang akan sangat merasakan hilangnya fungsi ini. Mereka umumnya dihinggapi suatu perasaan terasing, ibarat hidup di dunia yang “mati” dan menjadi ragu-ragu, serta canggung dalam bertindak. Bagaimana keadaan ini dapat diperbaiki? Pemberian Alat Bantu Dengar (ABD) atau hearing aid adalah jalan keluarnya. Bahkan bagi mereka dengan ketulian berat pun tetap dianjurkan, karena masih memungkinkan mereka menghayati pola-pola bunyi latar belakang. Hal ini akan membawa pengaruh baik terhadap kehidupan kejiwaan mereka.
(bersambung)
*****
Catatan Penulis:
Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang akan dirangkum menjadi naskah buku, yang direncanakan akan diterbitkan sesudah 90 hari pasca tantangan. Yaitu buku yang berjudul "Menjadi Guru SLB (Sebuah Catatan Perjalanan Dari Kota Padangsidimpuan Hingga Kota Seoul)". Mohon doa..
*****
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar