Lisza Megasari

Guru di SLB Negeri Binjai, Sumatra Utara. Sudah menjadi guru SLB sejak 2006 dan menikmati pekerjaan ini sampai sekarang. Ibu dua anak ini pernah dipercaya mewa...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENJADI GURU SLB Bagian 4 Terakhir (Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)

MENJADI GURU SLB Bagian 4 Terakhir (Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)

MENJADI GURU SLB – Bagian 4 Terakhir

(Sebuah Catatan Perjalanan LISZA MEGASARI)

Tantangan Hari Ketujuh (7)

#TantanganGurusiana

Saat itu tahun 2015, aku sudah pindah ke SLB Negeri Binjai (kota kecil 1 jam dengan bus dari Medan) karena ikut tempat tugas suami. Dan aku belum juga menemukan apa cara/ metode itu. Selama beberapa tahun ini, aku menghabiskan waktu dengan memberikan flash card/ kartu bergambar kepada siswa tuliku. Paling tidak, gambar dan foto berwarna ini akan mengurangi efek hafalan yang dipaksakan. Tapi aku tahu, aku sedang menipu diri sendiri. Siswaku masih menghafal, tapi kali ini lewat kartu. Hanya beda cara, namun esensinya sama.

Saat 2015 inilah, aku mulai merasakan betapa pentingnya sesuatu bernama online di dalam karier mengajar SLB ku. Ada ujian online bernama Uji Kompetensi Guru (UKG) yang digelar pemerintah pada tahun itu. Jujur, aku bukan guru berlatar belakang PLB, dan selalu ada yang meragukan kompetensi mengajar SLB bagi guru non PLB. Tidak pernah terlontar langsung, namun stigma, perlakuan, dan perilaku non verbal lainnya masih terasa. UKG ini adalah momen membuktikan kemampuanku sebagai guru SLB. Nilaiku harus tinggi. Ini tetap sebuah tujuan balas dendam yang tak benar, namun paling tidak, saat itu aku mendapatkan kesempatan untuk belajar lebih.

Aku berhasil meraih lima besar nilai tertinggi UKG bagi guru SLB Tunarungu seprovinsi Sumatra Utara. Peringkat ini membuatku terpilih untuk mengikuti pelatihan Instruktur Nasional (IN) Guru Pembelajar (GP) Mata Pelajaran Tunarungu. Itu adalah pelatihan nasional pertamaku, yang membuatkku bisa bertemu dengan guru-guru terbaik tunarungu seIndonesia. Aku belajar dari mereka. Saat itulah, aku berkenalan dengan metode khusus penguasaan bahasa anak tunarungu/ tuli, yaitu Metode Maternal Reflektif (MMR). MMR lah kunci jawaban dari pencarianku selama bertahun-tahun ini.

Dalam MMR, tidak ada hafalan. Salah satu konsep dasar MMR adalah konsep Percakapan Dari Hati Ke Hati (Perdati). MMR meyakini bahwa kemampuan bicara manusia bisa terjadi karena ketika masih bayi, ibu bayi selalu mengajak bayi bicara, padahal bayi sebenarnya belum menguasai bahasa apapun. Tidak ada yang menganggap hal ini aneh. Ibu dan bayi melakukan semacam percakapan dari hati ke hati satu sama lain. Itulah alasan mengapa metode ini disebut maternal reflektif (umpan balik ibu).

Kalau begitu, mengapa guru tidak mengajak siswa tuli bicara, hanya karena mereka dianggap tidak bisa bicara dan tidak menguasai bahasa? Padahal semua orang selalu bicara pada bayi yang juga tidak bicara bukan?

MMR merupakan metode yang berpusat pada penelitian ilmiah terhadap kondisi siswa tuli. MMR sadar betul bahwa daya ingat jangka panjang siswa tuli akan lebih optimal bila mereka mengalami langsung. Alih-alih membuat mereka menghafal 10 alat transportasi, lebih baik ajak mereka naik kereta api, lalu latih mereka mengucapkannya. Alih-alih menghafal 10 nama hewan, lebih baik ajak seisi kelas berhenti sejenak melihat kucing melompati pagar sekolah, atau cicak yang tiba-tiba muncul di langit-langit kelas, atau kecoa mati terjepit pintu kelas. Tambahkan perasaan mereka di sana. Rasa senang naik kereta api, rasa terkejut melihat kucing melompat, rasa takut pada cicak dan kecoa. Lalu bimbing siswa untuk “Apa yang kau pikirkan dan rasakan, begini cara mengucapkannya”

Guru melakukan peran ganda. Di peristiwa kecoa mati, para siswa tuli akan mengerubungi kecoa dan mengekspresikan ketakutannya. Guru berperan sebagai siswa dengan mengatakan, “Wah, ada kecoa mati”, lalu menggambar kecoa di papan tulis, juga menuliskan kalimat yang guru ucapkan. Ketika beberapa siswa terlihat saling menuduh satu sama lain siapa yang membunuh kecoa itu, guru berperan sebagai dirinya sendiri dengan berkata, “Kecoa mati kejepit pintu” sambil menambahkan gambar pintu di atas gambar kecoa, dan menuliskan kalimat yang guru ucapkan. Dan terus seperti itu. Dalam skenario MMR, siswa tuli bukanlah tape recorder yang merekam seluruh percakapan guru, namun mereka adalah manusia merdeka yang bisa diajak merefleksikan seluruh kata dan kalimat yang sebenarnya sudah ia pahami. Guru hanya membantu membimbing mereka menyatakannya dalam suara dan simbol tulisan.

Setelah siswa memahami bahwa setiap yang dipikirkan dan dirasakan dapat diucapkan dan ditulis, bukan hanya diisyaratkan saja, lalu juga siswa terbiasa dengan bicara dan menulis, maka kemudian penguasaan bahasa siswa perlahan tahap demi tahap akan ditingkatkan. Struktur bahasa akan mulai diperkenalkan.

Merupakan hal yang luar biasa ketika mengajarkan penguasaan bahasa ini. Masih teringat ketika pertama sekali ada siswa tuli yang menatapku dengan rasa ingin tahu tentang struktur suatu kalimat, lalu ketika perlahan aku jelaskan, dia tiba-tiba nyeletuk “ooo..” Ternyata anak-anak tuli juga bisa mengekspresikan AHA moment-nya. Saat itu, seakan tidak ada yang lebih berharga di dunia, selain momen menjadi pendamping mereka memahami bahasa. Hingga detik ini, aku masih terpesona setiap kali oooo mereka muncul. Rasanya seperti aku sudah memberikan sesuatu yang berharga. Tidak sia-sia menjadi guru SLB.

Ya, aku guru SLB, dan in sya Allah akan tetap seperti itu hingga akhir hidupku..

(tamat)

*****

Catatan Penulis:

Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang akan dirangkum menjadi naskah buku, yang direncanakan akan diterbitkan sesudah 90 hari pasca tantangan. Yaitu buku yang berjudul "Menjadi Guru SLB (Sebuah Catatan Perjalanan Dari Kota Padangsidimpuan Hingga Kota Seoul)". Mohon doa..

*****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat bu, ga terasa sudah hari ketujuh setelah remidi ya bu...

08 Feb
Balas

Ya bu, tak terasa.. In sya Allah bisa 30, 60 bahkan 90. Semoga. Aamiin..

09 Feb

Aamiiinnn... Sukses n sehat selalu bu.. Barokallahu fiik

09 Feb

Sukses dan sehat selalu juga untuk ibu :)

10 Feb

SubhanallahTerimakasih bu Ega atas tulisan indahnya. Saya jadi banyak belajar tentang ABK tuli dari tulisan ini.Semoga Allah memberkahi bu Ega dengan segala dedikasinya untuk mencerdaskan bangsa lewat pendidikan ABK.Semangat bu Ega

09 Feb
Balas

Terima kasih kembali bu. Aamiin aamiin.. Terima kasih atas doanya bu. Semangat untuk kita bersama!

09 Feb



search

New Post