LITA SULISTYANINGTYAS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
IBU PEKERJA YANG SIAGA

IBU PEKERJA YANG SIAGA

Anak-anak memang gampang sakit. Semasa kecil jika kita kurang bisa merawat dan memperhatikan pola makan, maka anak menjadi gampang sakit. Sebagai ibu yang bekerja, memperhatikan kesehatan dan pola makan anak sangat penting. Sakitnya anak kadang menyebabkan kita menjadi terhambat melakukan aktivitas di tempat kerja. Tak sekali dua kali anakkuku harus kubawa ke dokter hanya karena memakan panganan yang belum seharusnya dimakan.

Suatu kali, sepulangku dari tempat kerja, kudapati anakkuku sedang bermain di rumah tetangga. Kulihat anakku baru saja menyelesaikan panganan yang dibeli oleh tetanggaku di warung. Waktu itu usia anakku baru genap berusia satu tahun. Gigi yang dimilikinya pun baru sebatas untuk melumatkan makanan lunak. Memang, anakkuku ini terlambat jalan dan tumbuh gigi. Oleh sebab itulah aku begitu memperhatikan tumbuh kembangnya dengan baik. Keterlambatan tumbuh kembang anakku disebabkan karena sakit diare yang dialaminya pada saat usia delapan bulan.

Diusianya yang baru masuk delapan bulan, anakkuku memiliki berat badan sembilan kilogram. sudah bisa merambat dan naik ke atas bangku di ruang tamu. Lincah dan menggemaskan. Jika ada mainannya yang jatuh ke kolong bangku, anakkuku dengan aksinya berupaya meraih mainan tersebut. Menjulurkan kakinya ke kolong bangku, adalah salah satu caranya berupaya meraih mainan. Sayang, diusia itu anakkuku terkena diare akut.. Apa saja yang masuk ke dalam mulutnya langsung dimuntahkan lagi. Tak terkecuali hanya sesendok air putih. Tidak mau meminum ASI atau makanan apapun. Jika diberi makanan padat seperti bubur bayi, maka anakku akan buang air dengan jumlah yang banyak dan becampur air.

Melihat kondisi yang demikian, seorang tetangga yang juga memiliki anak yang seusia dengan anakku, menawarkan obat diare dan sisa puyer milik anaknya. Kaopectate namanya. Obat yang diberikan oleh dokter yang sama dengan dokter anakku, untuk menghentikan diare anaknya. Tapi karena aku takut untuk memberikannya, terpaksa aku menolak. Aku lalu membawa anakkuku ke dokter. Tapi sayang, dokter spesialis anak, langganan ibuku sejak 1974, sedang pulang kampung. Akhirnya anakku kubawa ke dokter lainnya. Dokter tersebut memberiku dua macam obat. Yang pertama berbentuk puyer, dikemas dalam kertas berwarna abu-abu. Obat kedua, serbuk yang dikemas dalam botol. Sirup kering katanya.

Sesampainya di rumah, kedua obat tersebut kuberikan pada anakku sesuai anjuran dan cara yang disampaikan oleh dokter. Untuk sirup kering, kuberi air sebatas garis yang dibuat oleh dokter. Lalu kuaduk hingga rata. Bukannya kesembuhan yang kudapatkan, tapi tubuh anakku malah membiru. Dia sulit bernafas. Matannya berputar. Aku sungguh ketakutan. Karena emosi, obat yang diberi dokter kulempar ke tempat sampah. Aku menangis, berdoa dan meminta kepada Allah untuk kesembuhnnya. Berharap kesembuhan tapi malah kondisi berbeda yang kudapatkan. Aku hanya bisa memberinya ASI, walaupun kutahu akan dimuntahkannya lagi.

Sejak itu anakku tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Dia seperti seonggok kain, lemah tak berdaya. Tak lagi ceria, apalagi lincah dan gesit seperti sebelumnya. Esok paginya, kudengar dokter sudah kembali praktek. Akupun bersegera membawanya kesana. Dengan meminta izin dan menjelaskan kondisi anakku, kepada pasien lain yang sudah lebih dulu datang, anakku diizinkan lebih dulu ditangani. Dokter yang sudah bisa disebut berusia lanjut dan bertangan dingin itu, memeriksa kondis anakku dengan teliti. Kemudian membuatkan resep, yang langsung kutebus di apotik terdekat. Setelah obat kudapatkan, masih di apotik itu juga, obat langsung kuberikan pada anakku.

Setengah jam setelah meminum obatnya, dalam perjalanan pulang, tiba-tiba “maah enum, enum, emam maah” anakku mulai bicara dengan bahasanya meminta minum, meminta makan. Aku menangis terharu. Alhamdulillah ya Allah. Engkau berikan kesembuhan pada anakku. Aku memberinya ASI, dan sesampainya di rumah, kubuatkan bubur beras merah khusus bayi dalam kemasan alumunium foil. Alhamdulillah, bubur yang kubuat habis dimakannnya. Mungkin karena rasa lapar dan beberpa hari tidak ada makanan yang bisa diserapnya. Bubur yang kubuat, sedikit encer, karena pencernaannya belum lagi sembuh betul. Dokter bilang, anakku terkena bakteri E. Coli yang mengganggu sistem pencernaannya.

Dokterpun memberikan dua macam obat. Puyer yang diberikan adalah antibiotik untuk mematikan bakteri tersebut dan sirup kental berwarna putih seperti kapur adalah Kaopectate, sirup yang merupakan kombinasi antara kaolin dan pectin yang berfungsi menghentikan diare dan membuat feses menjadi lebih padat. Memang, mungkin karena rasa ingin tahuku yang tinggi, setiap kali aku menebus obat di apotik, aku selalu bertanya kepada apotekernya. Fungsi obat tersebut apa, dan kenapa anakku diberi obat seperti itu, serta bagaimana proses kerja obat tersebut. Dokter kalau ditanyakan cuma jawab “Ga apa-apa. Anakmu baik-baik saja koq. Nanti setelah minum obat juga sembuh.”

“Segeger” apapun dengan sakitnya anak kita, dokter sepuh itu hanya berkata seperti itu. Beliau selalu menenangkan hati orangtua pasien. Dokter yang sangat sabar. Dokter keturunan Arab dan Surabaya itu, menganggapku seperti anaknya sendiri. Jika aku datang untuk imunisasi anakku, beliau selalu bertanya tetang kabar ibukku. Ya ibulah yang mengenalkanku pada beliau, saat adik bungsuku sakit atau imunisasi. Dokter todak pernah mau member informasi tentang sakit yang diderita anakku. Menurutnya, sakit pada anak balita hanyalah bagian kepala dan perut. Kepala biasanya pusing karena flue dan batuk, sedangkan perut biasanya karena sistem pencernaannya yang terganggu.

Itulah sebabnya aku selalu bertanya kepada apoteker tentang sakit yang diderita anakku dan obat yang diberikan dokter itu untuk apa. Aku juga selalu meminta copy resep dari obat yang diberikan. Kadang aku searching internet untuk mencari tahu fungsi obat tersebut jika apoteker tidak memberi tahu atau aku lupa bertanya. Sisa obat bentuk sirup kusimpan dalam lemari es agar terhindar dari kerusakan. Obat antibiotik selalu kuberikan dalam keadaan habis tak tesisa. Menyimpan sisa obat sirup, tujuannya adalah untuk pertolongan pertama kondisi darurat, bukan merasa lebih tahu dari dokter atau yang ahlinya.

Jika anakku sakit, sebagai ibu pekerja yang mempercayakan anaknya diasuh oleh asisten rumah tangga, harus juga mengajarinya untuk mengerti jenis obat. Sebut saja Sanmol, untuk menurunkan demam/panas, walaupun aku lebih suka membuat obat tradisonal dengan parutan bawang merah yang dicampur dengan minyak goreng/minyak kelapa dan minyak kayu putih. Vometa. untuk mengatasi muntah dan Koapectate, jika terkena diare. Takaran yang diberikan juga harus jelas. Sesuai takaran sendok yang ada dalam kemasan, tidak boleh sendok makan atau sendok teh. Selesai memberikan, sendok takar harus dibersihkan kembali dan disimpan di dalam kerdus kemasan.

Pengalaman sakit itulah yang membuatku menjadi ibu pekerja yang siaga. Menyiapkan obat darurat sebagai pertolongan pertama. Ketika aku pulang kerja, dan mendapati anakku baru menghabiskan sebungkus keripik pedas yang diberi tetangga, aku langsung tepok jidat, Ya Allah. Malamnya anakku panas tinggi, dibagian leher paling panas. Kulihat tenggorokannya merah bercak putih. Anakku radang tenggorokkan dari keripik pedas yang kurang lembut dikunyah. Gigi saja baru gigi susu, belum bisa melumat yang keras. Dan seperti biasa, untuk mengurangi panas ditubuhnya, kuparutkan bawang merah yang dicampur dengan minyak kelapa. Kuoleskan diseluruh tubuh. Kuberi selimut. Esok paginya baru kubawa dia ke dokter langganan. Alhamdulillah anakku pun cepat sembuh.

Menurutku, menyimpan sisa obat bentuk sirup itu perlu untuk kondisi darurat. Jangan langsung dibuang dan jangan sekali-kali sisa obat baik sirup apalagi antibiotik, diberikan kepada anak lain walaupun usia anak sama. Penyebab sakitnya belum tentu sama, walaupun sakitnya sama, batuk dan pilek. Daya tahan tubuh anak belum tentu sama. Besaran dosis menurut dokter itu berdasarkan berat badan anak, bukan berdasarkan usia anak. Berat badan anak dapat menahan reaksi obat. Hal lain yang dokter sampaikan adalah, jika anak buang-buang air atau diare, segeralah beri obat yang mengandung basa, dalam hal ini obat maag. Tujuannya adalah untuk menetralisir kadar asam lambung yang berlebih. Jika diberi obat penghenti diare, maka sakit perutnya tetap tetapi feses (tinja) tidak bisa keluar.

Semoga ini bisa bermanfaat buat kita semua. Dengan mengenali jenis obat yang diberikan kepada anak kita, setidaknya kita juga jadi tahu sakit yang diderita oleh anak kita. Mengapa kita perlu tahu jenis obat yang diberikan oleh dokter? Semua bermanfaat sebagai pengetahuan. Kita mampu melakukan tindakkan pencegahan dini. Mengetahui tindakan apa yang perlu diambil dalam kondisi darurat. Alhamdulillah, anakku, walaupun aku tinggal kerja pergi pagi pulang malam, hingga detik ini belum pernah sakit yang sampai harus dirawat di rumah sakit.

Alhamdulillah. Semoga bermanfaat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subahanallah.. Bpk ibu, terimakasih semua doanya.. Mhn maaf baru tengok2 gurusiana.. Terimakasih bpk ibu, semoga bermanfaat..

02 Aug
Balas

Ibu siaga luar biasa. Benar sekali, diare sering menyebabkan anak kehabisan cairan. Khususnya balita. Terima kasih telah berbagi pengalaman bu.

30 Jun
Balas

Diare!!! Anak kecil mudah sekali terserang diare. Semua orangtua muda dan siapapun pengasuh anak kecil harus hati2 dlm menjaga sng buah hati yg masih kecil. (Pengalamanku parah juga)

01 Jul
Balas

Kita sebagai ibu pekerja pastinya selalu ada kenangan saat anak2 sakit... khawatir, gelisah...tp hrs selalu siaga spt Bu Lita, sip bu

01 Jul
Balas

Jadi ibu siaga merawat keluarga ya Bu Lita. Semangat!

30 Jun
Balas



search

New Post